Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

28 Oktober 2009

Sholat Yang Paling Utama

Manusia kadang hanya fokus pada ibadah ruhani dan menafikan ibadah lahiriah. Sibuk memikirkan nilai filosofis dari satu ritual dan ketika makna hakikat telah dicapai bisa jadi praktik ritualnya sendiri ditinggalkan. Atau sebagian manusia sibuk dengan ibadah-ibadah seremonial meskipun hanya dilakukan sebagai formalitas belaka karena telah tereduksi secara substansi.

Bila ingin disederhanakan, kita sering menemukan seseorang yang meninggalkan syar’i karena sudah merasa ada di level hakikat atau sedang melakukan pencarian hakikat kebenaran. “Buat apa sholat, yang penting kan dzikir, eling, muhasabah, selalu ingat Tuhan dan selalu berusaha berbuat baik sesama manusia dan semesta” pernyataan yang mungkin tidak asing lagi di telinga kita. Atau kadang kita menemukan fenomena yang berbeda, “sudahlah jangan kau pikirkan tentang Tuhan, tentang hakikat kebenaran, akal kita ini sangat terbatas untuk menjangkaunya, jalankan saja semua perintah agama, jalankan dengan iman, kalau kau punya iman yang kuat, semuanya akan kau jalani dengan ikhlas. Kalau kau masih mempertanyakannya, imanmu masih tipis” ungkapan demikan pun kadang masih kita temukan keluar dari orang yang dekat dengan kita.

Nampaknya perlu menarik kedua pendapat tersebut untuk berada di tengah-tengah, tidak condong ke ‘substansi’ dan juga tidak condong ke ‘formalitas’. Mungkin untuk mempertemukan dua garis yang bersebrangan itu, kajian tentang sholat wustho, sholat “tengah tengah” menjadi sesuatu yang layak untuk dikupas secara mendalam.

Untuk memulai kajian tentang sholat wustho, mari kita simak firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 238:"Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'."

Jika kita cermati struktur kalimat ayat di atas, terdapat pengulangan kata sholat. Pertama kata sholat dalam bentuk jama (ash-sholawati) dan kedua dalam bentuk tunggal (as-sholati) yang diikuti dengan kata sifat (al-wustho). Bagi ulama tafsir, jika ditemukan struktur kalimat yang demikian dalam Alquran, di mana terjadi pengulangan kata tertentu, kata pertama dalam bentuk Jama dan kata kedua (yang diulang) dalam bentuk tunggal, atau kata yang pertama dalam bentuk umum dan kata kedua dalam bentuk khusus sesungguhnya maksud yang ingin disampaikan adalah memberikan penekanan akan pentingnya kata kedua (misalnya ash-sholat al-wustho) dibandingkan dengan bagian-bagian lainnya yang termasuk dalam kata pertama (misalnya as-sholawati) atau dalam istilah tafsir sering disebut Tanbiihan ‘alaa syarafiha fi jinsiha wa miqdaarihaa.

Hal demikian tidak hanya terjadi dalam surat Al-Baqarah ayat 238 saja, dalam ayat lain kita juga dapat menemukan struktur kalimat yang tidak jauh berbeda. Misalnya saja dalam surat Al-Baqarah ayat 98: "Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, Maka Sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir."

Meskipun dalam ayat itu Allah SWT telah menyebutkan kata malaikat, namun dalam kalimat selanjutnya Allah kembali menyebut Jibril dan Mikail secara spesifik. Hal ini menunjukan posisi Jibril dan Mikail lebih utama dibandingkan malaikat lainnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditafsirkan bahwa maksud Allah melakukan pengulangan kata sholat (ash-sholat al-wustho) dalam surat Al-Baqarah ayat 238 adalah untuk memberikan penegasan akan pentingnya sholat wustho dibandingkan dengan sholat-sholat lainnya. Namun yang menjadi persoalan, sesungguhnya apa yang dimaksud dengan sholat wustho (tengah-tengah) itu?

Bagi para pengkaji hukum Islam, menafsirkan ayat alquran hanya bisa dilakukan pada ayat-ayat yang masih global (mujmal), Umum (am), atau ayat-ayat mutasyabihat. Tidak berlaku penafsiran terhadap ayat-ayat yang jelas, spesifik dan pasti. Tapi ada sebagian pengkaji hukum Islam yang membuka ruang penafsiran secara terbuka dengan tidak mengenal istilah-istilah muhkamat dan mutasyabihat, semua sah-sah saja untuk ditafsirkan. Atau ada pula pengkaji hukum Islam yang memiliki pandangan bahwa yang disebut ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat makiyyah dan ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat madaniyah seperti pandangan Kyai Thaha dari Sudan. Pandangan ini tentunya berbanding terbalik dengan pandangan para ulama ushul pada umumnya yang berkeyakinan bahwa ayat-ayat Muhkamat adalah ayat-ayat Madaniyah dan ayat-ayat Mutasyabihat adalah ayat-ayat Makiyyah. Alasan Kyai Thaha, Ayat-ayat yang turun di Mekkah adalah ayat-ayat yang bersifat fundamental dan universal, sedangkan ayat-ayat yang diturunkan di madinah bersifat spesifik, lokal dan kasuistik. Misalnya saja, Ayat Makkiyah berbicara tentang Prinsip dasar keimanan, sementara ayat Madaniyah berbicara tentang hukum positif.

Mengenai status ayat 238 dari surat Al-Baqarah yang berbicara tentang sholat wustho, bagi ulama ushul fikih ayat tersebut masuk dalam kategori ayat mujmal (global). Misalnya saja sebagaimana ditegaskan oleh seorang ulama ushul fikih modern dari kalangan mazhab Maliki, yaitu Imam As-Sathibi dalam karyanya Al-Muwafaqat fi ushul as-syari’ah. Dengan demikian, nampaknya tidak perlu diperdebatkan lagi bahwa sholat wustho sesuatu yang masih sah untuk ditafsirkan. Bagi kalangan pengkaji hukum Islam secara umum berpandangan bahwa ayat-ayat mujmal hanya bisa ditafsirkan dengan bayan bil ayat atau bil-hadis (penjelasan dengan ayat atau hadis). Namun tidak demikian bagi kalangan sufi yang kadang berani keluar dari kaidah ushul dan tetap saja menggunakan ta’wil bathin dalam mengungkap makna yang tersirat di balik kata sholat wustho.

Abu Bakr Muhammad bin Abdullah, atau yang lebih populer dengan sebutan Ibnu Al-Arabi (bukan Ibnu Arabi -tanpa al- tokoh Teosofi Islam yang terkenal dengan gagasan monisme eksistensialnya tapi ini adalah Ibnu Al-Arabi -dengan al- yang merupakan seorang tokoh tafsir dengan spesialisasi tafsir hukum) dalam karyanya ahkam al-quran Jilid I mendokumentasikan beberapa penafsiran para sahabat Nabi dalam memaknai sholat wustho.

Zaid bin Tsabit mengatakan bahwa yang dimaksud sholat wustho adalah sholat dzuhur. Bagi Zaid, sholat dzhuhur memiliki keutamaan dibandingkan sholat-sholat lainnya karena sholat dzuhur adalah sholat yang pertama kali difardhukan bagi umat Islam. Ali bin Abi Thalib berpendapat bahwa yang disebut sholat wustho adalah sholat Ashar. Pandangan Ali ini didasari hadis rasul yang mengatakan bahwa sholat yang paling besar peluangnya untuk ditinggalkan adalah sholat wustho, dan sholat wustho itu adalah sholat ashar, hingga diperlukan penegasan secara khusus mengenai pentingnya sholat ashar. Sebagian sahabat menyebutkan sholat wustho adalah sholat maghrib dengan alasan sholat maghrib adalah satu-satunya sholat yang bilangan raka’atnya ganjil. Hal ini menunjukan keutamaan dan keunikan shalat maghrib dibandingkan sholat lainnya. Ada pula sahabat yang mengatakan bahwa sholat wustho itu adalah sholat isya dengan argumentasi bahwa sholat isya adalah sholat yang berada di tengah-tengah (wustho) antara waktu sholat maghrib (menjelang malam) dan sholat subuh (menjelang pagi). Ibnu Abbas mengatakan bahwa sholat wustho adalah sholat subuh. Bagi Ibnu Abbas, sholat subuh adalah sholat yang dilakukan di pertengahan malam dan siang. Terakhir, ada pula yang berpandangan bahwa sholat wustho adalah sholat Jum’at. Di antara beberapa pandangan yang ada, pendapat Ali bin Abi Thalib lah yang paling masyhur dan sering dikutip banyak orang.

Berbeda dengan kalangan ulama tafsir dan fikih, para ulama tasawuf berpandangan bahwa sholat wustho bukanlah salah satu dari sholat lima waktu. Bagi mereka, sholat wustho adalah shalat bathin atau sholat ruhani.

Syeikh Abdul Qodir Jailani yang diakui kedudukannya sebagai waliyul quthb di kalangan dunia tasawuf dan tarekat -sebagaimana dipaparkan Syeikh Al-Hujwiri dalam kitab Kasyful Mahjub- memberikan ulasan yang cukup panjang mengenai sholat wustho. Bahkan dalam salah satu karyanya, Sirr al-Asrar wa Muzhir al-Anwar Fi Ma Yahtaju Ilaihi, Syeikh Abdul Qodir Jailani membahas secara khusus sholat wustho dalam satu bab, yaitu di bab 14 dengan tema Ma’na al-Ibadah.

Bagi Abdul Qodir, dalam ayat 238 surat Al-Baqarah tersebut terdapat dua perintah. Pertama dalam kalimat Hafidzuu ‘ala ash-sholawati adalah perintah untuk memelihara sholat lahiriah dan dalam kalimat selanjutnya, wa ash-sholat al-wustho adalah perintah untuk memelihara sholat ruhani.

Sholat lahiriah adalah sebagaimana didefinisikan ulama fikih, yaitu sekumpulan bacaan dan gerakan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Adapun sholat ruhani adalah sholat yang dilakukan oleh hati secara terus menerus. Sholat ruhani itulah yang dimaksudkan sebagai sholat wustho. Karena, wustho -sesuai dengan maknanya tengah-tengah- memiliki kesamaan dengan posisi hati yang berada di tengah-tengah, di pusat kesadaran dan titik keseimbangan seorang manusia. Jadi yang dimaksud sholat wustho adalah usaha seorang manusia menjaga hatinya untuk selalu berada di pusat kesadaran dengan mengingat Allah, menyebut asma Allah bahkan bertemu dengan Allah secara ruhani. Hatinya tidak pernah lalai dan tidak pernah tidur akan tetapi selalu berdzikir dan menghadirkan Allah.

Sholat lahiriah dilakukan hanya dalam waktu-waktu tertentu, sholat ruhani dilakukan setiap saat, makanya kemudian ada yang menamakannya juga sholat da’im atau dawam. Sholat lahiriah masjidnya adalah ruangan fisik, sholat ruhani masjidnya adalah hati. Berjama’ah dalam sholat lahiriah adalah sholat yang dilakukan bersama-sama saudara seiman, dalam sholat ruhani berjama’ah adalah menghimpun seluruh kekuatan dan potensi diri (akal, ruh dan raga) untuk bersama-sama mengagungkan dan melafalkan asma Allah dengan bahasa bathin. Jika sholat lahiriah dalam berjamaah dipimpin oleh seorang manusia, maka dalam sholat ruhani imamnya adalah tekad yang kuat. Terakhir, jika sholat lahiriah kiblatnya adalah Ka’bah, dalam sholat ruhani kiblatnya adalah “wajah” Allah yang ada di mana-mana dengan segala keindahan-Nya yang maha abadi.

Dengan demikian dapat kita pahami, bahwa maksud Allah SWT memberikan tekanan tentang sholat wustho adalah untuk menunjukan bahwa sholat wustho atau sholat ruhani menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dilakukan. Sholat-sholat lahir yang kita kerjakan akan sia-sia jika tidak dibarengi dengan kemampuan melakukan sholat ruhani. Namun bukan berarti sholat lahiriah dapat kita abaikan dan hanya mementingkan sholat ruhani. Sebagai seorang manusia, kita bukanlah malaikat yang hanya dibekali ruhani saja sehingga cukup beribadah secara ruhani. Sebagai seorang manusia, kita bukanlah hewan yang hanya dibekali untuk kelangsungan hidup ragawi saja. Manusia adalah perpaduan antara ruhani dan jasmani, maka kemudian manusia harus mampu menjaga keseimbangan ruhani dan jasmani. Oleh karena itu, perpaduan sholat lahiriah dan sholat ruhani akan melahirkan ketentraman jiwa bagi orang yang menjalankannya dengan baik.

Manusia yang sudah mampu memadukan sholat lahiriah dengan sholat ruhani dapat menjadikan sholat sebagai media untuk berdialog langsung dengan Tuhan. Setiap gerakan dan bacaan yang dilakukan bukan sekedar gerakan dan bacaan yang kosong. Tapi setiap gerakan dan bacaan yang dilakukan penuh dengan penjiwaan dan penghayatan karena hatinya turut serta dalam menjalankan sholat. Misalnya, ketika mulut kita melafalkan Iyyaka Na’budu, Ya Allah Hanya kepada-Mu lah kami Menyembah, hati kita secara total menyerahkan seluruh jiwa raga hanya kepada Allah SWT, dan ketika kita melafalkan Iyyaka Nasta’inu, setelah kepasrahan total kepada Allah kita hanya berharap Allah-lah satu-satunya tempat memohon pertolongan, pertolongan yang kita inginkan adalah Ihdina ash-shirat al-mustaqim, yaitu petunjuk untuk mencapai jalan yang lurus, jalan yang dilalui para Nabi, Shiddiqiin, Syuhada dan Sholihin. Pemaknaan dan penghayatan yang demikian hanya bisa dilakukan ketika menjalankan sholat, kita menghidupkan dan menghadirkan hati kita, tidak hanya sebatas fisik saja. Sholat yang demikian adalah sholat yang layak disebut mi’raj, sholat yang termasuk dalam kategori perjalanan ruhani menuju Allah, mungkin hadis nabi yang berbunyi Ash-sholat Mi’raj al-mu’miniin, Sholat adalah Mi’rajnya orang-orang yang beriman, baru menemukan relevansinya dalam konteks ini. Semoga Allah selalu membuka dan mempertajam mata hati kita. Inna Fatahna Laka Fathan Mubiina!!!

Fadhilah sholat Dhuha yang mengagumkan

Shalat Dhuha ialah shalat sunnah yang dikerjakan pada pagi hari ketika matahari naik, kira-kira 7 hasta, hingga sebelum waktu dzuhur, sedikitnya dikerjakan sebanyak dua rakaat hingga dua belas rakaat. Shalat ini lebih baik jika dikerjakan waktu panas/udara sedang terik.

Dari Zaid bin Arqam, bahwasanya: Nabi Muhammad s.a.w keluar menuju tempat Ahli Qubaa. Waktu itu mereka sedang mengerjakan shalat Dhuha. Sabda beliau, “inilah shalat orang-orang yang kembali kepada Allah, yakni pada saat anak-anak unta bangkit karena kepanasan waktu Dhuha.” (HR. Ahmad - Muslim)

Shalat Dhuha sangat banyak sekali manfaatnya, juga sangat besar fadhilahnya baik di dunia maupun di akhirat kelak. Hal ini lebih baik jika kita melakukannya secara terus menerus/langgeng. (Shalat Dhuha – Drs. Mohammad Anwar).

Dasar Hukum Shalat Dhuha

”Katakanlah, jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah Rasulullah...” (QS. Ali Imron: 31)

”Siapa orang melaksanakan sholat subuh secara berjamaah kemudian dia duduk berdzikir kepada Allah SWT hingga terbit matahari kemudia dia melaksanakan sholat Dhuha dua rakaat maka dia mendapat pahala seperti pahala haji dan umrah secara sempurna, sempurna dan sempurna.”

Di hadits lain Rasulullah bersabda ketika menjelaskan bahwa sholat Dhuha menjadi penggugur dosa-dosa setiap hambanya.

Riwayat imam Tirmidzi, beliau bersabda ”siapa orang yang mendawamkan, membiasakan melaksanakan sholat Dhuha dua rakaat saja niscaya dosanya diampuni oleh Allah sekalipun dosanya sebanyak buih di lautan”

Rasulullah pernah bersabda pula dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani, ”Nanti pada hari kiamat akan ada sebuah pintu yang disebut dengan pintu Dhuha. Pada saat itu malaikat akan berseru mana orang-orang yang semenjak di dunia mendawamkan membiasakan sholat Dhuha, inilah pintu kalian, silahkan masuk kedalam surga.”

Shalat Dhuha merupakan shalat sunnah muakkad. Yang artinya sunnah yang mendekati wajib. Sunnah yang teramat penting. Kalau sunnah muakkad ditinggalkan akan berpengaruh kepada kesehatan, rezeki, nasib dan kualitas hidup kita. Seperti halnya sunnah rawatib yang menjadi pasangan dari shalat wajib, itu juga sunnah muakkad. Bila tidak dilaksanakan maka ibarat burung yang punya sayap dan tidak mau terbang. Amal kita tidak akan naik ke atas langit bila sunnah muakkad (rawatib) ditinggalkan. Begitu juga shalah Dhuha. Darimana dasarnya, ada satu riwayat dari Abu Hurairah yang mewasiatkan tiga hal yang tidak akan pernah aku tinggalkan, salah satunya adalah sholat Dhuha.

Lalu kenapa kita tidak terbiasa melaksanakan shalat Dhuha? Paling tidak ada tiga alasan mengapa kita menjadi tidak terbiasa melaksanakan shalat Dhuha ini, antara lain:

1. Tidak tahu, kalau kita tahu niscaya kita akan terdorong untuk terbiasa melakukan sholat Dhuha.

2. Tidak terbiasa berada di tengah-tengah orang yang rajin dan terbiasa melakukan sholat Dhuha.

3. Sistem pendidikan kita secara tidak sadar membuat kita tidak terbiasa melakukan sholat Dhuha, tidak terbiasa mencintai Rasulullah. Dari sebab tidak dikenalnya sholat Dhuha sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.

Shalat Dhuha juga dihitung sebagai hutang kepada Allah. Jadi begini, kita hidup dengan menggunakan semua fasilitas yang Allah punya. Kita bernafas dengan udara yang Allah punya, kita makan dan minum dengan sistem pencernaan yang Allah juga punya, kita melihat, bicara, mendengar berpikir menggunakan apa-apa yang Allah punya, sehingga bayar juga menjadi sesuatu hal yang wajar. Kita saja punya rumah kita masih bayar ke negara (pajak). Apalagi dengan Allah yang berikan kepada kita. Cuma Allah bilang siapa orang yang oleh Allah kenakan bayaran dan dia harus bayar dia nggak akan mampu membayar, karena kasih sayang Allah, Allah pun bilang pada kita cukuplah dengan sholat Dhuha dua rakaat maka hutang kalian kepadaku itu lunas.

Malah terdapat konsekuensi shalat Dhuha dengan rizki yang didapat oleh manusia. Ada sebuah kisah nyata yakni pengusaha yang bangkrut dalam usahanya, setelah diteliti ternyata dia mengakui kalau dia sudah lalai dalam melaksanakan sholat Dhuha. Berangkat dari sholat Dhuha itu menutup hutang kita kepada Allah AzzaWajalla dalam satu hari, wajar bila kemudian Allah menyatakan kalian tidak punya rizki. Kenapa? Karena satu hari penuh rizki kita emang diambil oleh Allah, kenapa? lantaran kita tidak sholat Dhuha. Bayangin kita khan kudu bayar sehari penuh tapi karena bila dituntut bayaran tidak ada yang sanggup membayar, maka hasil usaha kita, hasil kerja kita akan diambil oleh Allah SWT kalau kita tidak sholat Dhuha. Ada yang diambil harian, mingguan, bulanan atau tahunan. Tergantung Allah kapan mau mengambilnya. Maka penting sekali menutup hari kita dan memulai hari kita dengan berangkat sholat sunnah.

Baik Sekali Ya Allah?

Jelas, baik sekali malah. Bagaimana nggak baik, hutang kita sehari penuh dianggap lunas hanya dengan dua rakaat saja. Dan kebaikan lainnya adalah memberi nilai lebih dari sekedar kita membayar hutang kepada Allah.

Jadi begitu masuk ke gerbang shalat Dhuha jangan cuma dua rakaat, kalau bisa sampai 12 rakaat. Setiap dua rakaat yang kita lakukan itu akan menutup hari yang sudah kita lewati tanpa shalat Dhuha. Hitung saja sudah berapa tahun kita meninggalkan sholat Dhuha.

Apalagi Yang Bisa Menghapus Hutang Dhuha?

Diantaranya kita menjadi penyeru sholat Dhuha. Ketemu siapa saja kita usahakan kita beritahu apa saja fadhilah sholat Dhuha. insyaAllah ALLAH akan menggerakan kita menjadi orang-orang yang menggerakkan orang lain untuk sholat Dhuha. Kalau kita benar-benar niat untuk menggerakkan orang lain untuk sholat Dhuha.

Ya akhi wa ukhti fillah, tidak ada manusia yang sempurna dan lepas dari kesalahan, tetapi itu semua bukan sebuah alasan untuk kita tidak menjadi baik. Setelah mengetahui fadhilah dari shalat Dhuha ini marilah kita meng-azzam-kan kuat-kuat dalam hati kita bahwa tidak ada satu pagi pun yang akan kita lewati tanpa menegakkan shalat Dhuha, insyaAllah.

Semoga Allah Azza WaJalla me-ridhoi semua proses yang ingin dan sedang kita jalankan ini. Wallahua’lam Bishowab.

21 Oktober 2009

Al-Hadist

Seorang mu'min bukanlah seorang pencela, pelaknat, pelaku perbuatan keji, dan kotor ucapannya. ( HR Ahmad 1/405, Bukhori dalam Adab Mufrad 117, di hasankan oleh Ibnu Hibban 48, al Hakim 1/12, dan di shohihkan oleh al Albani dalam ash- Shahihah 320 ).

Al-Hadist

Dari Ma'qil bin Yasar r.a, Rasulullah saw. bersabda,"Lebih baik kepala seseorang ditusuk dgn jarum besi drpd ia menyentuh wanita yg tidak halal baginya," (Hasan, HR ath-Thabrani dlm al-Kabir (174)). Dari Aisyah r.a, ia berkata, "Demi Allah, tangan Rasulullah saw. tdk pernah menyentuh tangan wanita ketika membaiat. Beliau membaiat mereka hanya dgn ucapan, "Aku telah membaiatmu untuk ini dan ini," (HR Bukhari [4891])

20 Oktober 2009

Mengapa Manusia Memilih Kehidupan Fana?

Oleh Mashadi

Bagaimana memaknai kehidupan? Bagaimana manusia harus mensikapi kehidupannya? Kehidupan dalam Islam, bukanlah rentang waktu yang pendek, yang digambarkan usia seseorang, atau usia sebagian umat manusia. Namun, juga bukan rentang waktu yang nyata, yang digambarkan dengan usia umat manusia secara keseluruhan.

Kehidupan menurut pandangan Islam adalah kehidupan di segala masanya, baik itu kehidupan nyata – yakni kehidupan duniawi – dan juga kehidupan akhirat. Masa dalam kehidupan dunia berbanding jauh dengan kehidupan akhirat. Ia bagaikan hanya satu jam di tengah hari. Ruang kehidupan akhirat pun lebih luas dari ruang kehidupan dunia. Ia adalah perpaduan ruang kehidupan dunia – di mana manusia hidup – dengan ruang lainnya.

Luas surga dalam kehidupan akhirat sebanding dengan langit dan bumi dalam kehidupan manusia. Sedangkan kehidupan neraka dalam kehidupan akhirat mampu menampung seluruh orang kafir dalam seluruh masa.

Tentu, hakikat rentang kehidupan mencakup kehidupan yang sifatnya familiar, yakni kehidupan akhirat, baik itu di surge maupun di neraka. Suasana yang ada dalam kehidupan akhirat tidak akan bisa dirasakan dan disamakan dengan suasana yang ada dalam kehidupan dunia.

Allah Ta’ala telah mendiskripsikan dengan jelas tentang kehidupan akhirat dalam al-Qur’an dengan berbagai karakteristik yang dimilikinya, hingga tampak jelas hakikatnya bagi siapa saja yang ingin mempelajarinya. Tapi, banyak manusia yang tidak mau memilih kehidupan yang lebih nyata, dan kekal, tapi manusia lebih memilih kehidupan yang fana, yaitu dunia.

Allah Ta’ala berfirman : “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”. (al-Ankabut :64) Menurut Mujahid mengungkapkan, “Sesungguhnya yang dimaksud dengan, sesungguhnya akhirat I tulah yang sebenarnya kehidupan adalah kehidupan yang tidak ada kematian didalamnya”. Sedang Ibn Jarir menyatakan, yang dimaksud dengan kehidupan akhirat adalah kehidupan yang kekal. Tidak ada kesudahannya, tidak interupsi dan tidak ada kematian. Ibn Abu Ubaidah mengemukakan, bahwa yang dimaksud dengan kehidupan akhirat adalah kehidupan yang tidak ada kematian di dalamnya. Ia adalah kehidupan yang tidak penuh dengan tipu daya, sebagaimana kehidupan duniawi.

Kisah indah digambarkan dalam kehidupan seorang sahabat, yaitu Hasan al-Basri, yang sangat zuhud terhadap dunia. Al-Basri tidak pernah terkena tipu daya dunia. Hidupnya jauh dari perbuatan durhaka, dan senantiasa diliputi ibadah kepada Rabbnya. Ia tinggalkan kehidupan dunia, yang melalaikan, dan hanya tipu daya belaka. Hasan al-Basri, benar-benar seorang, yang senantiasa dirinya terikat dengan akhirat. Jalan hidupnya penuh dengan ketaqwaan.Ia tidak ingin mengotori dengan prenik-prenik kenikmatan yang menipu, dan membuatnya terjatuh dalam murka-Nya.

Ketika Hasan al-Basri sedang sakit, saudara-saudaranya dan teman-temannya yang menjenguk merasa heran. Karen mereka tidak mendapati apa-apa dirumahnya, tidak ada tikar ataupun selimut, kecuali tempat tidur yang tidak ada apa-apanya. Hasan al-Basri rahimahullah adalah seorang ustadz (guru) dalam kewara’an. Dia mencari tingkat yang luhur dan menjauhkan dirinya dari hal-hal yang mengotorinya. Alangkah indahnya hidup laki-laki yang menahan diri dari selera nafsu dan beraneka ragam kenikmatan dunia.

Sementara, tak sedikit manusia yang binasa lantaran memperturutkan hawa nafsunya. Hasan al-Basri menjauhi hawa nafsu yang menyukai segala Sesutu, nafsu yang cenderung kepada aneka kesenangannya yang dapa merusaknya.

Kewara’an Hasan al-Basri samapi ke tingkat ia tidak mengambil gaji dalam tugasnya dibidang peradilan. Tatkala Addi bin Arthat, seorang pejabat Iraq, memberinya uang sebesar 200 dirham, ia menolaknya. Addi mengira pemberian uang itu dianggap kurang oleh Hasan al-Basri. Karena itu, ia menambahnya. Namun, Hasan al-Basri tetap menolaknya. Al-Basri berujar : “Aku menolaknya bukan karena aku memandang uang itu sedikit. Aku menolaknya karena tidak mau mengambil upah dalam memutuskan hukum”, tegas al-Basri.

Tidak ada lagi di zaman sekarang manusia yang memiliki sikap hidup seperti Hasan al-Basri, yang zuhud terhadap kehidupan dunia. Manusia modern di saat sekarang ini, justru mengejar kehidupan dunia yang fana, dan sebentar berakhir manusia. Tapi, justru manusia mengagungkan dan memuja kehidupan dunia, yang tidak ada artinya apa-apa di akhirat nanti. Wallahu ‘alam.

Mengapa Engkau Mencintai Dunia, dan Menjauhi Akhirat?

oleh Mashadi

Senja menjelang matahari tenggelam. Di langit masih nampak semburat matahari yang akan sirna, karena akan datangnya malam. Jalan-jalan mulai sepi. Orang-orang mulai masuk ke rumah mereka. Diantara mereka ada, yang sedang berjalan menuju ‘baitullah’, tak jauh dari rumah mereka. Tetapi, ada seorang lelaki yang berjalan, terus menelurusi jalan yang berliku-liku, menuju sebuah bukit. Ia melangkah terus menuju sebuah bukit, hingga bayangannya tak nampak lagi.

Sungguh tak ada yang menyangka, bahwa laki-laki yang dengan kesendiriannya itu, dan berjalan menelurusi bukit, yang berbatu dan berbelok, di senja hari itu, tak lain adalah Rasulullah Shallahu alaihi wassalm, yang sore pergi ke kuburan Uhud. Uqbah bin Umair, suatu ketika menuturkan bahwa Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, pergi ke kuburan Uhud. Rasulullah menshalati mereka, sesudah delapan tahun mereka dikuburkan seperti seorang yang mengucapkan kalimat perpisahan kepada orang-orang yang meninggal.

Usai menshalati para pejuang Uhud itu, Rasulullah lalu menyampaikan do’anya, yang lirih dengan penuh kekhusukkan. “Aku adalah pendahulu kalian dan saksi atas kalian. Tempat bertemu kalian adalah telaga, dan aku benar-benar melihat dari tempatku berdiri ini. Aku tidak khawatir kalian akan syirik, akan tetapi aku khawatir kalian akan bersaing memperebutkan dunia”, ungkap Rasulullah.

Kemudian, Uqbah bin Umair menyatakan : “Itu adalah saat terakhir aku melihat dan memandang Rasulullah Shallahu alaihi wassalam”. (HR. Bukhari dan Muslim). Betapa bahagianya orang-orang yang dapat melihat dan memandang serta bertemu dengan kekasihnya Rasulullah Shallahu alaihi wassalam itu. Mereka yang dapat bertemu dengan Rasulullah itu, bagaikan mendapatkan air, ketika terik matahari padang pasir, yang memanggang sekujur tubuh, dan kering-kerontangnya tenggorokkan, tiba-tiba mendapatkan tetesan air. Tetesan air kebahagian dari perjumpaannya dengan Rasulullah. Betapa mereka akan berbahagia kelak, di hari akhirat, yang mendapatkan do’a dan shafaat dari Rasulullah. Seperti mereka pejuang Uhud, yang dido’akan oleh Rasulullah Shallahu alaihi wassalam.

Betapa, ketika itu Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, yang menjadi panutan dan tempat kembali para ummatnya, yang menginginkan arahan dan do’a, justru Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, tidak mengkhawatirkan umatnya terjatuh ke dalam lembah syirik. Tetapi, yang dikhawatirkan Rasulullah adalah kalau-kalau umatnya banyak yang jatuh ke dalam pelukan dunia, dan bersaing memperebutkan dunia. Dunia telah menjadikan manusia yang hina. Dunia telah menjadikan manusia tidak berharga. Dunia telah menjadikan manusia sebagai seekor binatang, dan lebih hina dibandingkan dengan binatang. Karena itu, Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, mengkhawatirkan umatnya, jika nantinya bersaing memperebutkan sekerat kehidupan dunia.

Dalam riwayat yang lain disebutkan : “Akan tetapi aku khawatir kalian akan besaing memperebutkan dunia. Kalian akan berbunuhan dan akhirnya kalian binasa seperti orang-orang sebelulm kalian”, ujar Baginda Rasulullah Shalllahu alaihi wassalam. Uqbah bin Umair meriwayatkan ketika, beliau melihat terakhir Rasulullah, dan berkata : “Aku adalah pendahulu kalian. Aku saksi kalian. Demi Allah, aku sekarang melihat telagaku. Aku diberi kunci gudang-gudang bumi atau kunci-kunci bumi. Dan demi Allah, aku tidak khawatir kalian akan syirik setelah aku mati, tetapi aku khawatir kalian akan bersaing memperebutkan dunia”.

Sesungguhnya, dengan kalimat itu Rasulullah ingin memperingatkan kita untuk tidak besaing dalam mencintai dunia dengan cara yang menjadikan kita lalai untuk mengingat Allah Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya.

“ Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang bebuat demikian, maka emreka itulah orang-orang yagn merugi”. (al-Munafiqun : 9).

Selanjutnya, Abu Hurairah menuturkan bahwa ia mendengar Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, bersabda : “ Ketahuilah, dunia itu terlaknat dan terlaknat pula seluruh yang ada di dunia, kecuali dzikir kepada Allah dan apa yang mengikutinya, serta seorang ulama atau pelajar”. (HR.Tirmidzi)
Maka, jika kita ingin memahami dunia dan hakikat dunia, cukuplah kita membaca firman Allah Ta’ala :

“Sesungguhnya perumpaan kehidupan duniawi itu adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karna air itu tanam-tanaman bumi, diantaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datangnya kepada azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berpikir”. (Surah Yunus : 24).

Semoga manusia mau menyadari bahwa apa yang ada di dunia ini, semua fana, dan akan lenyap, tanpa bersisa. Kejarlah dunia, hingga nafasmu habis, dan tenagamu tak bersisa, niscaya manusia tak pernah mendapatkan kepuasan dengannya. Manusia yang lalai dengan dunia, maka diakhirat kelak, tentu akan menjadi hina. Tak mampu lagi berdiri tegak dihadapan Allah Azza Wa Jalla. Dan, segeralah manusia memohon ampun dan tobat serta kembalilah kepada mengingat Allah, yang maha kekal, selama-lamanya, dan yang maha hidup, tak pernah tidur, serta senantiasa akan menjaga hamba-hambanya yang selalu mengingat-Nya.

Mengapa umurmu, engkau habiskan hanya berbuat sia-sia yang tak berharga, dan tak bernilai, sehingga engkau meninggalkan kemuliaan, yang sudah dijanjikan oleh oleh Allah Ta’ala. Kembalilah. Dan, tinggalkan dunia ini, dan gapailah kemuliaan di akhirat, yang pasti akan datang. Wallahu’alam.

DOSA SYIRIK DAN BAHAYANYA

Syirik, Bahaya Dan Fenomenanya

Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Rabbmu". Mereka menjawab, "Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan,"Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap hal ini (keesaan Rabb)". Atau agar kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang tua kami telah menyekutukan Ilah sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang yang sesat dahulu". (QS. 7:172-173)

Ayat di atas menjelaskan bahwa kebanyakan orang yang terjerumus ke dalam kesyirikan disebabkan oleh dua hal dan secara otomatis dia telah melanggar perjanjian, ikrar dan persaksiannya sendiri terhadap keesaan Allah, dua hal tersebut adalah:

1. Jahil dan lalai terhadap tauhid dan syirik
2. Taqlid buta pada adat istiadat dan kebiasaan nenek moyang.

Permasalahan syirik bukanlah perkara yang remeh, sebab kelurusan seseorang dalam bertauhid dan beraqidah menjadi jaminan bagi keselamatannya di dunia dan akhirat. Apabila tauhid seseorang melenceng dari standar Al-Qur'an dan As-sunnah, maka pasti dia terjerumus pada kesyirikan.

Karena itu kita harus mengerti dan paham apa sebenarnya syirik itu, agar kita bisa terhindar dari bahaya dan malapetakanya di dunia dan di akhirat. Para ulama mengatakan, "Aku mengenali kejelekan bukan untuk melakukannya, tetapi agar terhindar darinya. Barangsiapa yang tidak bisa membedakan antara kebaikan dengan kejelekan pasti terjerumus pada kejelekan itu." Untuk itu, marilah kita mengenali apa syirik itu sebenarnya.

Syirik adalah menyejajarkan/menyamakan makhluk dengan Al-Khaliq (Allah swt) dalam perkara-perkara yang merupakan hak khusus (istimewa) Allah swt.
Hak istimewa Allah Subhannahu wa Ta'ala banyak sekali, seperti: Disembah, mencipta, mengatur, memberikan manfaat dan mendatangkan madharat, menentukan baik dan buruk, membuat hukum dan undang-undang (syari'at) dan lain-lainnya.

Secara umum jenis syirik itu ada dua: Syirik Akbar (besar) dan Syirik Ashghar (kecil). Perbedaan antara syirik akbar dan syirik asghar adalah:

Syirik akbar;
Syirik akbar menghancurleburkan seluruh amal ibadah pelakunya.
Apabila dia meninggal dunia dalam keadaan berbuat syirik akbar maka tidak mendapat ampunan Allah Subhannahu wa Ta'ala.
Pelakunya tergolong murtad dari Islam.
Di akhirat kelak pelakunya akan kekal dalam neraka selama-lamanya.

Syirik Asghar (kecil);
Dosa syirik kecil tidak merusak seluruh amal ibadah.
Pelakunya diampuni apabila Allah Subhannahu wa Ta'ala menghendakinya.
Pelakunya tidak tergolong murtad dari Islam.
Di akhirat kelak pelakunya tidak akan kekal dalam neraka selama-lamanya.

Beberapa Fenomena Syirik

A. Ngalap (mencari) berkah di kuburan wali, kiyai dan selainnya.

Sudah menjadi hal yang umum dan membudaya di masyarakat, dan bahkan dianggap ibadah yang sangat afdhal bahwa pada hari-hari/bulan-bulan tertentu, misalnya Maulud (Rabiul awal), menjelang Ramadhan, menjelang lebaran (Syawwal) dan lain sebagainya, banyak orang yang mendatangi kuburan kuburan kyai, orang-orang yang dianggap wali, atau kuburan orang shalih. Mereka datang dari tempat yang cukup jauh dengan mencurahkan tenaga, waktu, pikiran, dan harta. Padahal Rasulullah telah bersabda,
“Janganlah kalian mengadakan perjalanan jauh (untuk beribadah, berziarah, mencari berkah) kecuali hanya ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjidku ini (Masjid Nabawy), dan Masjid al-Aqsha.” (Muttafaqun 'Alaih)
Dengan melakukan ritual ziarah ke kuburan-kuburan wali/kiyai dari tempat yang jauh, maka itu sudah merupakan suatu pelanggaran terhadap konsekwensi hadits diatas.

Kalau ternyata tujuan dari ziarah kubur itu menyimpang dari tuntunan syari'at Islam yang suci ini, seperti: Mencari berkah, meminta-minta kepada penghuni kuburan itu, atau mencari syafa'at, maka perbuatan itu jelas merupakan syirik akbar. Apabila pelakunya tidak bertaubat hingga datang kematiannya, maka Allah Subhannahu wa Ta'ala tidak mengampuninya dan dia kekal dalam neraka, semoga kita terhindar dari hal itu.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. 4:48)

B. Mencari kesaktian lewat amalan, dzikir atau ritual tertentu.

Fenomena ritual seperti ini sudah berurat dan berakar, bahkan menjadi trend dalam masyarakat kita. Dan yang terbelit dan terperangkap dalam lingkaran syetan ini mulai dari orang awam sampai para pejabat, rakyat jelata sampai orang berpangkat. Bahkan kalangan "terpelajar" yang mengaku "intelektual"pun menggandrungi klenik-klenik seperti ini. Mereka menyebutnya dengan "membekali diri dengan ngelmu (ilmu), kekebalan, kesaktian".
Untuk mengelabuhi orang-orang awam terkadang “orang pinter” itu menyandangkan titel mentereng seperti: KH (Kyai Haji), Prof, DR, padahal semua itu mereka lakukan untuk melanggengkan bisnis mereka sebagai agen-agen dan kaki tangan syetan dan jin.

Untuk meraih kesaktian ini, ada yang dengan cara-cara klasik kebatinan, dengan istilah black magic (ilmu hitam) maupun white magic (ilmu putih), dan ada pula dengan cara-cara ritual "dzikir dan amalan-amalan wirid tertentu", dan cara yang terakhir ini lebih banyak mengelabui kaum muslimin, karena seakan-akan caranya Islami dan tidak mengandung kesyirikan.

Dan perlu diketahui bahwa"dzikir dan amalan-amalan wirid tertentu" yang tidak ada syari'atnya dalam Islam, merupakan rumus dan kode etik untuk berhubungnan dengan alam supranatural (alam jin), hal seperti ini merupakan perangkap syetan yang menjerumuskan orang pada perbuatan syirik. Untuk mengetahui bahwa perbuatan itu termasuk perbuatan syirik adalah sebagai berikut:

Pertama, bahwa "dzikir dan amalan-amalan wirid tertentu" tersebut bukanlah syari'at Islam, karena tidak memakai standar Al-Qur'an maupun Sunnah Rasulullah S.A.W, dan ini termasuk dalam kategori bid'ah, yang mana syetan lebih menyukai bid'ah daripada perbuatan maksiat sekalipun.

Ke dua, apabila tujuan seseorang melakukan "dzikir dan amalan-amalan wirid tertentu" tersebut untuk memperoleh kesaktian, kekebalan, dan hal-hal yang luar biasa, maka sudah pasti itu bukan karena Allah Subhannahu wa Ta'ala, seperti membaca Al-fatihah 1000 X, Al-ikhlas 1000 X dan lain sebagainya dengan tujuan agar kebal terhadap senjata tajam, peluru dan tahan bacok. Atau membaca salah satu shalawat bikinan (baca;bid'ah) dengan iming-iming kesaktian tertentu seperti bisa menghilang dari pandangan orang, bisa makan besi, kaca, beling dan lain sebagainya. Itu semua bukanlah karomah tetapi merupakan hakikat syirik itu sendiri, karena telah memalingkan tujuan suatu ibadah kepada selain Allah Subhannahu wa Ta'ala.

C. Meminta bantuan arwah rasul, wali, atau tokoh tertentu agar terhindar dari marabahaya.

Ritual-ritual seperti ini dapat kita saksikan pada acara-acara malam 1 Syuro(Muharram). Diantara mereka ada yang mengadakan acara ritual di pantai laut selatan, mereka ramai-ramai melepaskan bermacam-macam sesajen seperti hewan yang masih hidup, aneka makanan, bunga-bungaan dan kemenyan sambil memanggil-manggil arwah Nabi Muhammad, Syekh Abdul Qodir Jailani dan memanggil Nyi Roro Kidul. Tujuan mereka melakukan ini agar Nyi Roro Kidul yang "katanya" menjadi penguasa di pantai laut selatan itu tidak minta korban pada tahun ini.

D. Membuat sesajen untuk menolak roh jahat.

Kegiatan ritual syirik ini bisa kita temui ketika ada pembangunan jembatan, gedung atau rumah. Pada acara peletakan batu pertama, biasanya diadakan pemotongan hewan kemudian darahnya disiramkan atau dioleskan, dan kepala hewan itu ditanam di situ. Tujuannya agar bangunan itu kokoh, kuat, lancar dalam pembangunannya serta tidak meminta korban, terhindar dari bahaya, serta agar makhluk halus yang ada di situ tidak mengganggu. Ada juga yang meletakkan sesajen di atas tiang utama bangunan, agar terhindar dari gangguan makhluk halus yang berada di daerah itu.

Demikian pula, ketika orang merasa takut melewati pohon besar, kuburan, hutan atau lembah yang dianggap angker. Lalu dia mengirimkan berbagai macam bentuk sesajen. Kalau lewat di daerah itu harus minta izin terlebih dahulu, seperti mengucapkan "Mbah permisi saya mau lewat" sambil menundukkan badan pertanda tunduk, atau dengan membunyikan klakson kendaraan sambil menjalankannya dengan pelan-pelan, dan lain sebagainya.

E. Memakai Jimat-Jimat.

Ketika batu akik diyakini memiliki daya magic karena telah "diisi" oleh dukun atau orang pintar, maka menjadikan akik itu sebagai jimat pembawa keberuntungan berarti telah menjadikannya sebagai tuhan selain Allah.

Ketika bambu kuning atau potongan tulisan arab yang maknanya tidak jelas diletakkan di atas pintu rumah, agar"si kolor ijo"tidak bisa masuk rumah, maka berarti telah mempertuhankan jimat itu, dan ini adalah bantuk kesyirikan yang sangat nyata terhadap Allah SWT.

Demikian pula apabila al-Qur'an Stambul (Al-Qur'an berukuran sangat kecil yang tulisannya tidak bisa dibaca kecuali dengan mikroskop) dijadikan jimat untuk menolak marabahaya, maka pelakunyapun sudah terjerumus pada lingkaran syetan yaitu syirik.
Rasulullah SAW bersabda, artinya,
"Barangsiapa yang menggantungkan sesuatu (sebagai jimat), niscaya Allah menjadikan dia selalu bergantung kepada jimat itu". (HR.Imam Ahmad dan at-Tirmizi)

F. Ramal-Ramalan

Yaitu segala bentuk ramalan, mulai dari ramalan keadaan Indonesia sampai keadaan pribadi seseorang untuk rentang waktu sepekan, sebulan atau setahun ke depan, baik mengenai ekonominya, politiknya dan lain sebagainya. Ini semua adalah klenik-klenik yang menghancurkan negara besar ini yang katanya mayoritas muslim terbesar di dunia. Klenik ini juga yang menjadi faktor utama datangnya musibah-musibah yang silih berganti dan tidak akan pernah hengkang dari tanah air kita ini selama kemaksiatan syirik ini dan dosa-dosa besar lainnya masih gentayangan menghancurkan sendi-sendi kehidupan beragama kita. Wallahul Musta’an, hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.

Mudah-mudahan tulisan singkat ini menjadi bahan renungan bagi kita semua. (Abu Abdillah Dzahabi)

Jangan Halangi Aku Membela Rasulullah

Hari itu Nasibah tengah berada di dapur. Suaminya, Said tengah beristirahat di kamar tidur. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh bagaikan gunung-gunung batu yang runtuh. Nasibah menebak, itu pasti tentara musuh. Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di sekitar Gunung Uhud.

Dengan bergegas, Nasibah meninggalkan apa yang tengah dikerjakannya dan masuk ke kamar. Suaminya yang tengah tertidur dengan halus dan lembut dibangunkannya. “Suamiku tersayang,” Nasibah berkata, “aku mendengar suara aneh menuju Uhud. Barang kali orang-orang kafir telah menyerang.”

Said yang masih belum sadar sepenuhnya, tersentak. Ia menyesal mengapa bukan ia yang mendengar suara itu. Malah istrinya. Segera saja ia bangkit dan mengenakan pakaian perangnya. Sewaktu ia menyiapkan kuda, Nasibah menghampiri. Ia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.

“Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang sebelum menang….”

Said memandang wajah istrinya. Setelah mendengar perkataannya seperti itu, tak pernah ada keraguan baginya untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap dinaikinya kuda itu, lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju utara. Said langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum kepadanya. Senyum yang tulus itu makin mengobarkan keberanian Said saja.

Di rumah, Nasibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang baru berusia 15 tahun dan Saad yang dua tahun lebih muda, memperhatikan ibunya dengan pandangan cemas. Ketika itulah tiba-tiba muncul seorang pengendara kuda yang nampaknya sangat gugup.

“Ibu, salam dari Rasulullah,” berkata si penunggang kuda, “Suami Ibu, Said baru saja gugur di medan perang. Beliau syahid…”

Nasibah tertunduk sebentar, “Inna lillah…..” gumamnya, “Suamiku telah menang perang. Terima kasih, ya Allah.”

Setelah pemberi kabar itu meninggalkan tempat itu, Nasibah memanggil Amar. Ia tersenyum kepadanya di tengah tangis yang tertahan, “Amar, kaulihat Ibu menangis? Ini bukan air mata sedih mendengar ayahmu telah syahid. Aku sedih karena tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan pagi para pejuang Nabi. Maukah engkau melihat ibumu bahagia?”

Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar.

“Ambilah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terbasmi.”

Mata amar bersinar-sinar. “Terima kasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak dari tadi. Aku was-was seandainya Ibu tidak memberi kesempatan kepadaku untuk membela agama Allah.”

Putra Nasibah yang berbadan kurus itu pun segera menderapkan kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak tampak ketakutan sedikitpun dalam wajahnya. Di depan Rasulullah, ia memperkenalkan diri. “Ya Rasulullah, aku Amar bin Said. Aku datang untuk menggantikan ayah yang telah gugur.”

Rasul dengan terharu memeluk anak muda itu. “Engkau adalah pemuda Islam yang sejati, Amar. Allah memberkatimu….”

Hari itu pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung sampai sore. Pagi-pagi seorang utusan pasukan islam berangkat dari perkemahan mereka meunuju ke rumah Nasibah. Setibanya di sana, perempuan yang tabah itu sedang termangu-mangu menunggu berita, “Ada kabar apakah gerangan kiranya?” serunya gemetar ketika sang utusan belum lagi membuka suaranya, “apakah anakku gugur?”

Utusan itu menunduk sedih, “Betul….”

“Inna lillah….” Nasibah bergumam kecil. Ia menangis.

“Kau berduka, ya Ummu Amar?”

Nasibah menggeleng kecil. “Tidak, aku gembira. Hanya aku sedih, siapa lagi yang akan kuberangkatan? Saad masih kanak-kanak.”

Mendegar itu, Saad yang tengah berada tepat di samping ibunya, menyela, “Ibu, jangan remehkan aku. Jika engkau izinkan, akan aku tunjukkan bahwa Saad adalah putra seorang ayah yang gagah berani.”

Nasibah terperanjat. Ia memandangi putranya. “Kau tidak takut, nak?”

Saad yang sudah meloncat ke atas kudanya menggeleng yakin. Sebuah senyum terhias di wajahnya. Ketika Nasibah dengan besar hati melambaikan tangannya, Saad hilang bersama utusan itu.

Di arena pertempuran, Saad betul-betul menunjukkan kemampuannya. Pemuda berusia 13 tahun itu telah banyak menghempaskan banyak nyawa orang kafir. Hingga akhirnya tibalah saat itu, yakni ketika sebilah anak panah menancap di dadanya. Saad tersungkur mencium bumi dan menyerukan, “Allahu akbar!”

Kembali Rasulullah memberangkatkan utusan ke rumah Nasibah. Mendengar berita kematian itu, Nasibah meremang bulu kuduknya. “Hai utusan,” ujarnya, “Kausaksikan sendiri aku sudah tidak punya apa-apa lagi. Hanya masih tersisa diri yang tua ini. Untuk itu izinkanlah aku ikut bersamamu ke medan perang.”

Sang utusan mengerutkan keningnya. “Tapi engkau perempuan, ya Ibu….”

Nasibah tersinggung, “Engkau meremehkan aku karena aku perempuan? Apakah perempuan tidak ingin juga masuk surga melalui jihad?”

Nasibah tidak menunggu jawaban dari utusan tersebut. Ia bergegas saja menghadap Rasulullah dengan kuda yang ada. Tiba di sana, Rasulullah mendengarkan semua perkataan Nasibah. Setelah itu, Rasulullah pun berkata dengan senyum. “Nasibah yang dimuliakan Allah. Belum waktunya perempuan mengangkat senjata. Untuk sementra engkau kumpulkan saja obat-obatan dan rawatlah tentara yang luka-luka. Pahalanya sama dengan yang bertempur.”

Mendengar penjelasan Nabi demikian, Nasibah pun segera menenteng tas obat-obatan dan berangkatlah ke tengah pasukan yang sedang bertempur. Dirawatnya mereka yang luka-luka dengan cermat. Pada suatu saat, ketika ia sedang menunduk memberi minum seorang prajurit muda yang luka-luka, tiba-tiba terciprat darah di rambutnya. Ia menegok. Kepala seorang tentara Islam menggelinding terbabat senjata orang kafir.

Timbul kemarahan Nasibah menyaksikan kekejaman ini. Apalagi waktu dilihatnya Nabi terjatuh dari kudanya akibat keningnya terserempet anak panah musuh, Nasibah tidak bisa menahan diri lagi. Ia bangkit dengan gagah berani. Diambilnya pedang prajurit yang rubuh itu. Dinaiki kudanya. Lantas bagai singa betina, ia mengamuk. Musuh banyak yang terbirit-birit menghindarinya. Puluhan jiwa orang kafir pun tumbang. Hingga pada suatu waktu seorang kafir mengendap dari belakang, dan membabat putus lengan kirinya. Ia terjatuh terinjak-injak kuda.

Peperangan terus saja berjalan. Medan pertempuran makin menjauh, sehingga Nasibah teronggok sendirian. Tiba-tiba Ibnu Mas’ud mengendari kudanya, mengawasi kalau-kalau ada korban yang bisa ditolongnya. Sahabat itu, begitu melihat seonggok tubuh bergerak-gerak dengan payah, segera mendekatinya. Dipercikannya air ke muka tubuh itu. Akhirnya Ibnu Mas’ud mengenalinya, “Istri Said-kah engkau?”

Nasibah samar-sama memperhatikan penolongnya. Lalu bertanya, “bagaimana dengan Rasulullah? Selamatkah beliau?”

“Beliau tidak kurang suatu apapun…”

“Engkau Ibnu Mas’ud, bukan? Pinjamkan kuda dan senjatamu kepadaku….”

“Engkau masih luka parah, Nasibah….”

“Engkau mau menghalangi aku membela Rasulullah?”

Terpaksa Ibnu Mas’ud menyerahkan kuda dan senjatanya. Dengan susah payah, Nasibah menaiki kuda itu, lalu menderapkannya menuju ke pertempuran. Banyak musuh yang dijungkirbalikannya. Namun, karena tangannya sudah buntung, akhirnya tak urung juga lehernya terbabat putus. Rubuhlah perempuan itu ke atas pasir. Darahnya membasahi tanah yang dicintainya.

Tiba-tiba langit berubah hitam mendung. Padahal tadinya cerah terang benderang. Pertempuran terhenti sejenak. Rasul kemudian berkata kepada para sahabatnya, “Kalian lihat langit tiba-tiba menghitam bukan? Itu adalah bayangan para malaikat yang beribu-ribu jumlahnya. Mereka berduyun-duyun menyambut kedatangan arwah Nasibah, wanita yang perkasa.”

17 Oktober 2009

Mengenal Islam lewat injil dan mengenal kristen lewat Al Quran

seru, alis liat dialog antara Pendeta dan Ulama yang berbicara tentang kelahiran Nabi Muhammad yang di injil ternyata telah diramalkan. namun sengaja disamarkan oleh beberapa pihak yang tentunya ahli kitab.

tapi bukan itu yang ingin kita pelajari. kita mencoba yang sederhana aja, selain ilmu agama alis belum seberapa, juga ini Forum Aceh, yang rata2 muslim. metode ini sebenarnya gak baik dijadikan pedoman utama, artinya gak baik menjadikan kitab lain sebagai acuan agama kita. tapi untuk sebagai bahan study dan membuka pikiran, gak ada salahnya alis pelajari, ternyata banyak hal bisa kita telusuri. salah satunya adalah alis mempelajari tentang Islam yang ternyata telah diramalkan akan datang pada injil (lama dan baru) dan sejarah kristen pada Alquran.

kita mulai yang sederhana aja deh

Sebenarnya kalo dipandang logika (logika dulu nih), Islam dan kristen itu tetap memuja Allah (dengan berbagai macam namaNya), karena memang 2 agama ini berasal dari Allah, lewat 2 Manusia yang dalam Islam dikenal dengan Isa as. dan Muhammad SAW. sementara dalam kristen agak sedikit berbeda, mereka menganggap Isa as, yang dalam bahasa ibrani adalah Yesus adalah anak Tuhan, yang menjelma sebagai sebuah firman dan terkadang dianggap juga sebagai Tuhan.

"Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah."(Yohanes 1:1).

"Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaannya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. (Yohanes 1:14)

memang gak pentes banget kita menilai agama dengan logika, karena agama bukanlah rasional. akal kita gak akan sampai untuk memikirkan agama dengan segala kemuliannya.

sebenarnya, dalam Alquran dan Injil (lama dan baru), tidak ada sama sekali disebutkan kata-kata 'kristen', atau dalam bahasa inggris 'Christian', ada sih, tapi alis sedikit terkejut juga sih ternyata yang menamakan kristen itu adalah Barnabas dan Paulus yang hidup jauh tahun setelah Yesus membawa agama Nasrani.

"Setelah Barnabas datang dan melihat kasih karunia Allah, bersukacitalah ia. Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman. Sejumlah orang dibawa kepada Tuhan. Lalu pergilah Barnabas ke Tarsus untuk mencari Sauius; dan setelah bertemu dengan dia, ia membawanya ke Antiokhia. Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhia-lah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen."
(Kis 11:23-26)

ada lagi 6 kalimat dalam Surat Kisah itu disebutkan tentang Kristen, ada pada
Kisah 11:26, Kisah 26:28, Rm 16:7, 1 Kor 9:5, 2 Kor 12:2 dan 1 Ptr 4:16

beda dengan Islam, yang dengan tegas di Firmankan Allah:

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al Maidah: 3)

Jadi sebenarnya Yesus sendiri gak pernah mendeklarasikan keyakinannya yang didapat dari Tuhan itu bernama kristen. malah yang lebih mantap lagi, ternyata yesus menyerukan kepada umatnya serta setan untuk menyembah Allah, salah satunya terdapat pada:

"Dan Iblis membawanya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memper*lihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepada*Nya: "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku. " Maka berkatalah Yesus kepadanya: "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" (Matius 4:8-10)

ok itulah cerita singkatnya, kita sekarang membahas adanya ramalan akan datangnya Islam di Dunia ini yang terdapat pada injil..

"Jikalau kamu mengasihi aku, turutlah segala hukumku. Dan aku akan mintakan kepada Bapa, maka Ia akan mengaruniakan kepada kamu Penolong yang lain, supaya ia menyertai kamu selama-lamanya."(YOHANES 14:15 - 16 )

"Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa!"(Ulangan 6:4)

“Aku akan menggoncangkan segala bangsa, dan Himda untuk semua bangsa ini akan datang, maka Aku akan memenuhi Rumah ini dengan kemegahan, firman Tuhan semesta alam. Kepunyaan-Kulah perak dan kepunyaan-Kulah emas, demikianlah firman Tuhan semesta alam. Adapun Rumah ini, kemegahannya yang kemudian akan melebihi kemegahannya yang semula, firman Tuhan semesta alam, dan di tempat ini Aku akan memberi Syalom, demikianlah firman Tuhan semesta alam." (Haggai 2:7-9)

Himda. Ungkapan dalam bahasa ibraninya berbunyi “……ûb a’û hem?dat kal-hagowyim….” Yang secara harfiah berubah ke dalam bahasa inggris menjadi “ and will come the Himda of all nations” (dan akan datang Himda untuk semua bangsa). Akhiran hi dalam bahasa Ibrani, sebagaimana dalam bahasa Arab, diubah menjadi th, atau t apabila dalam kasus genitif. Kata “himda” berasal dari kata Ibrani –atau malah Arami- yang tidak dipakai lagi, yaitu hmd (konsonan-konsonan yang diucapkan hamad). Dalam bahasa Ibrani, hamad umumnya digunakan dalam arti keinginan, kerinduan, selera, dan hasrat yang besar.

Perintah kesembilan dari Decalogue (Sepuluh perintah) adalah : “Lo tahmod ish reikha” (janganlah engkau merindukan istri tetanggamu) dalam bahasa Arab kata kerja hamida, dari konsonan yang sama hmd, artinya terpuji, dan seterusnya. Apa yang lebih terpuji dan terkenal dan paling diharapkan, dirindukan dan diinginkan? Yang mana, dari 2 makna itu, kenyataan bahwa Ahmad dalam bentuk bahasa Arab dan Himda tetap tak terbantahkan dan meyakinkan.

{sumber : 'Menguak Misteri Muhammad' by Prof. David Benjamin Keldani}

hal ini sesuai dengan AlQuran:

Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata." (QS. Ash Shaff :6)

sementara kata Syalom, Adapun mengenai etimologi dan pengertian dari kata Syalom, Syalam¸ dan kata arab Salam, Islam, saya tidak perlu menghambat pembaca dengan membawa-bawa kedalam uraian-uraian lingustik. Setiap sarjana bahasa Semit mengetahui bahwa Syalom dan Islam berasal dari satu kata yang sama dan bahwa keduanya berarti "kedamaian, ketundukan, dan penyerahan diri".

{sumber : 'Menguak Misteri Muhammad' by Prof. David Benjamin Keldani}

dalam kitab Barnabas, sangat banyak kemunculan dan pengakuan Yesus kepada Muridnya tentang seseorang yang akan datang ke dunia, sebagai rahmat sekalian alam, ini ada beberapa yang udah alis temuin..bisa jadi lebih banyak

72:10. "Adapun tentang ketentuan tugasku, sesungguhnya aku datang untuk menyediakan jalan bagi utusan Allah yang akan datang dengan membawa tugas kelepasan alam ini.
72.13. Jawab Yesus, "Sesungguhnya, ia tidak akan datang pada masa kamu ini, tetapi ia akan datang kelak berbilang tahun di belakang kamu, yaitu pada waktu injilku ini dirusakkan dan hampir tidak terdapat lagi tiga puluh orang yang beriman.
96:5. Yesus menjawab, "Sebenarnya, Allah telah menjanjikan demikian itu tetapi aku ini bukan mesias yang ditunggu2 itu, karena sesungguhnya dia itu telah dijadikan sebelum aku dan akan datang kemudian aku nanti."
96:8. Yesus menjawab, "Demi Allah yang diriku ada di tangan hadirat-Nya, sesungguhnya aku ini bukan mesias yang ditunggu2 oleh segenap suku di muka bumi ini sebagaimana Allah telah menjadikan kepada bapak kita Ibrahim, katanya, 'Dengan turunan engkau, aku akan memberi berkah atas segenap suku di bumi ini.'
96:12. Dia akan datang dari sebelah selatan dengan membawa kekuatan, dan dia akan menghapuskan patung2 dan penyembahan2 patung2 berhala itu.

itu adalah sedikit gambaran yang udah alis cari-cari di sumber kristen dan tentunya sumber2 Islam. trus kalo ada sumber2 seperti itu, kenapa pendeta2 dan ahli kitab kristen masih membangkang juga? nah, sekarang kita masuk ke sumber AlQuran, sekalian kita membahas tentang kristen didalamnya..

"Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui." (QS Al Baqarah 146)

AlQuran dengan sangat bijaksana menceritakan kaum2 sebelum Islam seperti:

"Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabi'in, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal salih, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati (QS al Baqarah: 62).

apa maksudnya itu? artinya, sesungguhnya Yahudi, Nasrani dan Shabi'in (Pengikut nabi terdahulu), disamakan Allah bila dalam penerapan agamanya tetap menyembah Allah, tanpa adanya Tuhan lain tentunya, seperti konsep Trinitas dan apalah dalam Yahudi itu. karena kesombongannya, Yahudi yang diberikan Allah kepinteran dan kejeniusan, mereka dimurka oleh Allah melalui FirmanNya:

"Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang beriman adalah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani." Yang demikian itu disebabkan karena diantara mereka (orang-orang Nasrani itu) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, juga karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri." (QS AL Maiddah: 82)

sesunguhnya Nasrani dan yahudi itu benar2 laknat karena mereka mendustakan Ajaran Allah, seperti Firman Allah:

"Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," padahal mereka sama-sama membaca Al-Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka perselisihkan itu (QS Al Baqarah: 113).

dan sesungguhnya kisah nabi Isa as yang oleh orang kristen dikaitkan dengan Yesus sebenarnya juga diceritakan dalam AlQuran, yang lebih kurang sama dengan penceritaan Yesus pada Injil.
terdapat dalam QS Maryam 16-34

"Dan ceritakanlah tentang kisah Maria (Maryam) di dalam Al-Qur'an, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami (Jibril) kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata: "Sesungguhnya aku berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang taqwa." Ia (Jibril) berkata: "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu untuk memberimu seorang anak laki-laki yang Suci." Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah ada seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina." Jibril berkata: "Demikianlah Tuhanmu berfirman: "Hal itu adalah mudah bagiKu; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan." Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan." Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: "Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang sudah masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara kepada seorang manusia pun pada hari ini." Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina," maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan." Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan sejahtera semoga dilimpahan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dunia dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali." Itulah Isa putra Maryam yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya" (QS Maryam: 16-34).

ini sebagian bukti, letak perbedaan Islam dan kristen terdapat pada persepsi dimana Islam mengakui Isa as (yang oleh kristen dianggap Yesus) sebagai nabi sebelum Nabi Muhammad, dan sebagai Rasul pembawa Tauhid (mengesakan Allah). sementara kristen tidak mengakui Muhammad sebagai Rasul dan pembawa amanah, padahal di injil terdapat cerita tentang itu..

bisa jadi banyak yang gak tau tentang ini, bukan hanya muslim, tapi kristiani juga banyak yang gak tau, karena mereka punya kitab yang aduhai banyak kali. yang ada alis liat2 dikit dan kupas2 dikit ada 4, yaitu:

1.Markus yang dikompilasi pada 65-85 M
2.Matius yang dikompilasi pada 80-90 M
3.Lukas yang dikompilasi pada 80-110 M
4.Yohanes yang dikompilasi pada 85-115 M

Sementara itu, penafsirannya juga banyak banget untuk sebuah kitab Suci:

(1)KING JAMES VERSION (1611).
(2)REVISED STANDARD VERSION (1952). Dikeluarkan oleh kaum Protestan A.S. dengan perubahan-pelubahan atas dasar naskah-naskah yang lebih authentic. Terus-menerus direvisi, dengan APOCRYPHA untuk Katolik dan Orthodox Timur.
(3)THE YERUSALEM BIBLE (1966). Saduran Katolik, di mana Tuhan disebut "Yahweh." Bersejarah, karena lain dari naskah Latin oleh Jerome, dan adanya catatan-catatan kritik modern.
(4)NEW ENGLISH BIBLE (1970). Walaupun saduran gerejani dibawah perlindungan Anglican-Protestan, tapi mudah dibaca, bersumber dan naskah-naskah kuna tanpa tergantung pada terjemahan-terjemahan yang lebih dahulu. Apocrypha ada.
(5)NEW AMERICAN BIBLE (1970). Terbitan Katolik A.S. mutakhir, terjemahan dari bahasa-bahasa yang semula. Ini dan Yerusalem Bible mendesak bible dan DOUAY-RHEIMS, Bible Katolik yang lebih rendah mutunya dari KING JAMES.
(6)NEW AMERICAN STANDARD BIBLE (1971). Revisi yang disusun agak kaku dari saduran yang lebih dahulu dan diabaikan. Kesukaan kaum Fundamentalist. Dituduh agak memalsukan text agar Bible dipandang lebih tepat.
(7)THE LIVING BIBLE (1966). Dinista oleh kaum Purist karena kebebasannya dengan naskah. Paraphrase ini oleh seorang Injili KENNETH TAYLOR mempopulerkan Alkitab yang diperjual-belikan di supermarket dan kios.
(8)THE HOLY SCRIPTURES (1917). Wasiat Lama untuk umat Yahudi. Berdasar atas bible-bible yang lebih tua dalam bahasa Inggris. Para Sarjana akan tamatkan sebuah saduran modern yang lebih baik pada tahun 1980-an.
(9)NEW TESTAMENT IN MODERN ENGLISH (1958). Paraphrase dan seorang pendeta Inggris J.B. PHILLIPS, yang membuat injil-injil dan surat-surat mudah difahami.
(10) TODAY'S ENGLISH VERSION (1966). Sebuah terjemahan dan Perjanjian Baru dalam bahasa yang ringkas. Dari American Bible Society.
(11) NEW INTERNATIONAL VERSION (1973). Terbitan terakhir dari Perjanjian Baru oleh suatu panel internasional dari 108 sarjana yang berniat menerbitkan Bible yang lengkap pada tahun 1978.

sesungguhanya Umat kristen tidak bersatu dalam penafsiran Alkitab yang menurut Kristen adalah Firman TUhan, berbeda dengan Islam yang satu hati dalam menafsirkan AlQuran, namun memang terdapat perbedaan dalam penafsiran Hadist2 Nabi Muhammad

ini dulu...
seru juga belajar agama kristen, terima kasih untuk Amosart yang mulai belajar agama Islam
yang membuka pikiran alis untuk belajar agama lain selain Islam (tapi tentunya tetap berpegang teguh pada Tauhid)...

Mengenal Keluarga Muhammad Rasulllah SAW

Fatimah Az Zahra RA, Puteri Kesayangan Muhammad SAW

''Fatimah adalah bagian dariku, siapa yang menyakitinya berarti menyakitiku, siapa yang membuatnya gembira maka ia telah membahagiakanku.'' (Al Hadis) Di kalangan suku Quraisy, Fatimah dikenal fasih dan pintar. Ia meriwayatkan hadis dari ayahnya kepada kedua putranya Hasan dan Husein, suaminya Ali bin Abi Thalib, Aisyah, Ummu Salamah, Salma Ummu Rafi', dan Anas bin Malik.

Kata 'Fatimah' berasal dari suku kata 'Fathama' yang berarti menyapih atau menghentikan atau menjauhkan. Sebuah riwayat marfu' menyebutkan, dinamakan 'Fatimah' karena Allah Ta'ala menjamin menjauhkan putri bungsu Nabi SAW berikut seluruh keturunannya dari neraka. Riwayat ini diketengahkan oleh al Hafidz ad-Dimasyqi. Sementara riwayat versi an-Nasa-i menyebutkan bahwa Allah Ta'ala akan membebaskan Fatimah beserta orang-orang yang mencintainya dari neraka.

Fatimah juga disebut al-Battul yang berarti memisahkan, karena kenyataannya ia memang terpisah atau berbeda dari wanita-wanita lain sesamanya, baik dari segi keutamaan, agama dan kecantikannya. Ada yang mengatakan, karena ia memisahkan diri dari keduniaan untuk mendekat kepada Allah Ta'ala.

Fatimah Az-Zahra sangat terkenal di dunia Islam, karena hidup paling dekat dan paling lama bersama Nabi Muhammad SAW. Dari dialah keturunan Nabi Muhammad berkembang yang tersebar di hampir semua negeri Islam. Di kalangan penganut syiah, dia dan Ali bin Abi Thalib dianggap sebagai ahlulbait (pewaris kepemimpinan) Nabi Muhammad SAW.

Fatimah dilahirkan di Makkah pada 20 Jumadil Akhir, 18 tahun sebelum Nabi Muhammad hijrah atau di tahun kelima dari kerasulannya. Dia adalah putri bungsu Nabi Muhammad SAW setelah Zainab, Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Saudara laki-lakinya yang tertua Qasim dan Abdullah, meninggal dunia pada usia muda.

Setahun setelah hijrah, Fatimah dinikahkan dengan Ali bin bi Thalib. Banyak yang ingin menikahinya kala itu. Maklum saja, selain rupawan, ia adalah perempuan terhormat, anak Rasulullah SAW. Dia pernah hendak dilamar oleh Abu Bakar dan Umar, keduanya sahabat Nabi Muhammad SAW, namun ditolak secara halus oleh Rasulullah SAW.

Sementara itu, Ali tidak berani melamar Fatimah karena kemiskinannya. Namun Nabi Muhammad SAW mendorongnya dengan memberi bantuan sekadarnya untuk persiapan rumah tangga mereka. Maskawinnya sebesar 500 dirham (10 gram emas), sebagian diperolehnya dengan menjual baju besinya. Nabi Muhammad SAW memilih Ali sebagai suami Fatimah karena ia adalah anggota keluarga yang sangat arif dan terpelajar, di samping merupakan orang pertama yang memeluk Islam.

Dari perkawinan Fatimah dan Ali, lahirlah Hasan dan Husein. Keduanya terkenal sebagai tokoh yang meninggal terbunuh di Karbala. Tak lama kemudian lahir berturut-turut: Muhsin serta tiga orang putri, Zaenab, Ummu Kaltsum, dan Ruqoyyah.

Kehidupan rumah tangga Fatimah sangatlah sederhana, bahkan sering juga kekurangan. Beberapa kali ia harus menggadaikan barang-barang keperluan rumah tangga mereka untuk membeli makanan, sampai-sampai kerudung Fatimah pernah digadaikan kepada seorang Yahudi Madinah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Namun demikian, mereka tetap bahagia, lestari sebagai suami istri sampai akhir hayat.

Fatimah adalah putri kesayangan Rasulullah SAW. Suatu waktu Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan kepada Ali, ''Fatimah adalah bagian dariku, siapa yang menyakitinya berarti menyakitiku, siapa yang membuatnya gembira, maka ia telah membahagiakanku.'' Ini dikatakan oleh Rasulullah SAW sehubungan dengan keinginan seorang tokoh Quraisy untuk menikahkan anak perempuannya kepada Ali. Ali tidak menolak tetapi segera dicegah oleh Rasulullah SAW.

Sikap Nabi Muhammad SAW semakin keras ketika Abu Jahal manawarkan anak perempuannya kepada Ali. Nabi Muhammad SAW mengatakan, ''Ceraikan dulu Fatimah jika Ali berniat untuk menikahkannya.'' Ini merupakan bukti kuat akan kecintaan Rasulullah SAW kepada putri bungsunya ini. Memang Nabi Muhammad SAW sangat sayang kepada Fatimah. Sewaktu Nabi Muhammad SAW sakit keras menjelang wafatnya, Fatimah tiada hentinya menagis.

Nabi Muhammad SAW memanggilnya dan berbisik kepadanya, tangisannya semakin bertambah, lalu Rasulullah SAW berbisik lagi dan dia pun tersenyum. Kemudian hal tersebut ditanyakan orang kepada Fatimah, dan dia menjawab bahwa dia menagis karena ayahnya memberitahukan kepadanya bahwa tak lama lagi sang ayah akan meninggal, tapi dia tersenyum karena seperti kata ayahnya, dialah yang pertama akan menjumpainya di akhirat nanti.

Fatimah meninggal tak sampai selang setahun dari ayahnya. Diriwayatkan dari Aisyah RA, ''Fatimah wafat setelah enam bulan ayahnya, Rasulullah SAW, tepatnya pada hari Selasa bulan Ramadlan tahun 11 Hijriyah. Fatimah RA wafat dalam usia 28 tahun. Merasa ajal seudah dekat, dia membersihkan dirinya, memakai pakaian yang terbaik, memakai wewangian dibantu oleh iparnya, Asma bin Abi Thalib. Dia meninggal dengan satu pesan; hanya Ali, suaminya, yang boleh menyentuh tubuhnya.'' Fatimah adalah seorang wanita yang agung, seorang ahli hukum Islam. Dia adalah tokoh wanita dalam bidang kemasyarakatan, orangnya sangat sabar dan bersahaja, dan akhlaknya sangat mulia..

Ummi Khultsum, Puteri Rasulullah, "Anugerah" bagi Uthman

Khadijah mempunyai enam anak dari pernikahannya dengan Muhammad SAW. Anak pertama, Qasim ibn Muhammad, meninggal saat usianya menginjak dua tahun. Anak keduanya, Abdullah, juga meninggal saat masih kecil.

Muhammad SAW-Khadijah bahu membahu mendidik anak ketiga sampai keenam, semua perempuan, hingga dewasa. Beberapa sejarawan Muslim pernah melontarkan argumen, beberapa dari anak perempuannya itu bukan anak kandung Muhammad. Mereka adalah anak-anak Khadijah RA dari pernikahan sebelumnya.

Sebelum menikahi Muhammad, Khadijah pernah menikah dua kali. Suami pertamanya adalah Hala al-Taminia. Sepeninggal Hala, ia menikahi Otayyik. Menjelang usia 40 tahun, sang suami meninggal. Pernikahan ketiga, saat usianya menginjak 40 tahun, berlangsung pada tahun 595, dengan pemuda Muhammad yang saat itu usianya 25 tahun.

Usianya yang berkepala empat saat menikah lah yang menjadi argumentasi para sejarawan itu. Terlalu beresiko secara medis jika benar ia melahirkan enam anak.

Anak perempuan tertuanya, Zainab, menikah dengan Utsman bin Affan. Anak kedua dan ketiganya, Ruqayah dan Ummi Khultsum, menikah dengan dua anak Abu Lahab. Turunnya surat Al Lahab membuat keduanya mengakhiri pernikahannya.

Tak banyak catatan yang menuliskan perjalanan hidup Ummi Khulsum. Dalam satu catatan, ia disebut menikah pertama kali dengan Utaibah bin Abu Lahab. Pernikahan itu berakhir dengan perceraian, karena sang suami menolak Islam, bahkan memerangi.

Pada tahun ketiga Hijrah, ia menikah dengan suami almarhumah kakaknya, Ruqayah, yaitu Utsman bin Affan. Saat itu, Utsman tengah mengalami masa berkabung yang panjang karena kepergian istri yang amat dicintainya. Bahkan, pinangan Umar bin Khattab untuk putrinya, Hafshah, pun ditolaknya.

Penolakan Utsman ini mengantarkan Umar pada Rasulullah. Mendengar aduan itu, Rasulullah tersenyum dan berkata, ''Hafshah akan dinikahi oleh orang yang lebih baik dari Abu Bakar dan Utsman sedangkan Utsman akan menikahi wanita yang lebih baik daripada Hafshah.''

Maka di akhir tahun 625, terjadilah perkawinan agung, Rasulullah mengawinkan Utsman dengan Ummi Kaltsum, sedang Hafshah menikah dengan Rasulullah SAW.

Saat menikahkan Ummi Khultsum, Rasulullah berkata pada putrinya itu, ''Sesungguhnya, suamimu itu sangat mirip dengan Ibrahim dan Muhammad, ayahmu.''

Kebahagiaan Utsman pun pulih. Hidup bersama Ummi Khultsum baginya sama membahagiakannya ketika ia menjadi suami Ruqayah. Namun usia perkawinan itu tidak lama. Enam tahun kemudian, tepatnya pada tahun 630, atau tahun ke sembilan Hijrah, Ummi Khultsum berpulang. Dari kedua perkawinannya, Ummi Khultsum tidak mempunyai anak.

Kepergian Ummi Khultsum kembali menorehkan kesedihan di hati Utsman. Bahkan, kesedihannya juga dirasakan dengan sangat oleh Muhammad SAW. Ia menyerukan kepada umatnya, ''Berikan anak perempuan kalian untuk menikah dengan Utsman. Jika saya punya putri ketiga (dua putrinya menikah dengan Utsman-red) maka sudah barang tentu akan saya nikahkan dengan dia. Namun semua putri saya sudah menikah semua.''

Ibn Asakir meriwayatkan dari Ali, Rasulullah SAW berkata pada Utsman, ''Jika saya mempunyai empat anak yang belum menikah, saya akan menikahkan mereka satu demi satu dengan Utsman, hingga tak seorang pun yang tidak pernah menikah dengannya.'' Meski kemudian Utsman menikah lagi, namun momorinya tentang Ruqayah dan Ummi Kaltsum tak pernah sirna..

Ruqayah, Puteri Rasulullah, Wanita yang Berhijrah Dua Kali

Ruqqayah lahir sesudah kakaknya, Zainab. Sesudah kedua orang itu, lahir Ummu Kaltsum yang menemani dalam hidupnya setelah Zainab menikah. Ketika Ruqqayah dan Ummu Kaltsum mendekati usia perkawinan, Abu Thalib meminang mereka berdua untuk kedua putra Abu Lahab. Ruqayah menikah dengan 'Utbah, dan Ummu Kaltsum menikah dengan 'Utaibah.

Tak lama setelah pernikahan itu, Rasulullah SAW menerima wahyu. Melihat sikap Abu Lahab yang memusuhi Islam, pernikahan mereka pun disudahi. Ruqayah kemudian menikah lagi dengan Utsman bin Affan. Selang beberapa waktu setelah menikah, mereka hijrah ke Habasyah. Ummu Kaltsum tetap tinggal bersama ayah dan ibunya.

Rombongan muhajir ke Habasyah (Ethiopia) membawa 11 orang pria dan empat orang wanita. Rombongan dipimpin oleh Utsman bin Affan, suami Ruqqayah. Mereka tinggalkan kesenangan hidup yang hanya sebentar, berupa harta, anak dan keluarga, serta negeri demi Allah. Mereka tinggalkan tanah airnya yang mahal dan berangkat menuju Habasyah, sebuah negeri yang jauh dengan penduduk yang berlainan bangsa, warna kulit, dan budaya, demi membela akidah yang diimaninya.

Hijrah ke Habasyah itu dilakukan karena mereka takut fitnah dan menyelamatkan agama mereka menuju Allah. Bukan menyebarkan agama Islam, karena Habasyah pada waktu itu menganut agama baru yang menyainginya. Namun Habasyah diperintah oleh raja yang santun. Hijrah ke Habasyah merupakan bagian dari peralihan dan kelanjutan perjuangan. Di negeri yang memberi ketenangan bagi mereka, iman Islam akan tetap menyala. Di negeri itu mereka tidak mengalami kekerasan dan gangguan.

Imam Adz-Dzahabi berkata: "Ruqayyah hijarah ke Habasyah bersama Utsman dua kali. Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya kedua orang itu (Utsman dan Ruqayyah) adalah orang-orang yang pertama hijrah kepada Allah sesudah Luth." Ruqqayah kembali bersama Utsman ke Mekkah dan mendapati ibunya Khadijah telah wafat. Kemudian kaum Muslimin pindah dari Mekkah ke Madinah semuanya. Ruqqayah juga ikut hijrah bersama suaminya, Utsman, sehingga dia menjadi wanita yang hijrah dua kali. Tak dirasakannya kesulitan-kesulitan selama hijrah, ia teguhkan hatinya untuk berhijrah dan setia selalu mendampingi suaminya.

Hijrah ke Madinah ini menandai batas dua periode perjuangan nabi yakni periode Mekah dan periode Madinah. Hijrah di sini mengandung arti politis, mempersatukan kaum Muhajirin dengan kaum Anshor. Sesampai Nabi di Madinah -- sebelum masuk kota -- beliau mendirikan masjid Quba, masjid pertama di zaman Islam. Dalam Alquran, masjid ini disebut "masjid yang ditegakkan atas takwa" (QS At-Taubah [9]: 109).

Hijrah Nabi SAW ini juga merupakan satu titik baru pengembangan dakwah menuju kondisi masyarakarat yang lebih baik. Sebab, selama berdakwah di Makkah, Rasulullah SAW banyak mengalami kendala berupa tantangan dan ancaman dari masyarakatnya sendiri, kaum kafir Quraisy. Kondisi buruk itu terus berlangsung selama kurun waktu 13 tahun sejak Nabi Muhammad SAW menerima risalah kerasulan.

Pada saat yang sama, di Madinah dakwah Rasul mendapatkan sambutan yang cukup baik. Beliau pun melihat adanya peluang bagi tegaknya kekuasaan Islam di sana. Oleh karena itu, Nabi SAW sesuai perintah Allah melakukan hijrah. Beliau meninggalkan tanah kelahirannya di Makkah menuju Madinah. Di Madinahlah Rasulullah SAW berhasil memantapkan dakwah Islam sekaligus menegakkan kekuasaan Islam dalam institusi Daulah Islamiyah. Di kota ini pula, Ruqqayah kembali kepada Tuhannya setelah menderita sakit demam. Utsman mengalami masa berkabung yang cukup panjang, bahkan ia menolak 'pinangan' Umar bin Khattab untuk menikahkannya dengan putrinya, Hafshah.

Penolakan Utsman ini mengantarkan Umar pada Rasulullah. Mendengar aduan itu, Rasulullah tersenyum dan berkata, ''Hafshah akan dinikahi oleh orang yang lebih baik dari Abu Bakar dan Utsman sedangkan Utsman akan menikahi wanita yang lebih baik daripada Hafshah.'' Kemudian Rasulullah SAW mengawinkan Utsman dengan Ummu Kaltsum. Sedang Hafshah menikah dengan Rasulullah SAW.

Zainab, Puteri Rasulullah, dan Kado Kalung Onyx dari Zafa

Ibu mana yang tidak berbahagia melihat anaknya memasuki gerbang pernikahan. Istri Rasulullah, Khadijah binti Khuwailid, juga merasakannya. Di hari pernikahan Zainab, putri pertamanya, dengan Abil 'Ash bin Rabi', Khadijah pergi menemui pasangan itu untuk memberikan doa. Tak hanya itu, ia melepaskan kalung batu onyx Zafar yang dikenakannya dan menggantungkannya ke leher putrinya. Kado pengantin.

Sang menantu adalah kemenakannya sendiri, anak Halah binti Khuwailid, saudara perempuan Ummul Mu'minin itu. Menginjak remaja, Halah datang untuk meminang Zainab. Semua pihak ridha, termasuk Zainab sendiri.

Zainab dilahirkan pada tahun ke-30 setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW sebagai anak ketiga pasangan saudagar tanah Arab, Khadijah bib Khuwailid dan Muhammad (sebelum menjadi rasul Allah). Dua anak sebelumnya, Kasim dan Abdullah, meninggal saat mereka masih bayi.

Usai menikah, Zainab diboyong ke rumah keluarga Abil Ash. Dari pernikahan itu, lahirlah dua anak yang rupawan, Ali dan Umamah. Ali meninggal ketika masih kanak-kanak dan Umamah tumbuh dewasa dan kemudian menikah dengan Ali bin Abi Thalib RA, setelah wafatnya Fatimah RA.

Komunikasi ibu-anak hanya terjalin sesekali. Ketika Zainab mendengar ayahnya menerima wahyu dan Allah, ia turut mengimani. Namun tidak dengan suaminya. Demi mengabdi kepada sang suami, ia bertahan dalam perkawinannya. Kendati ia paham betul, suaminya ada dalam barisan orang-orang yang memusuhi Rasulullah SAW.

Kalung onyx Zafar itu sudah berada dalam timangan pasukan Islam berjumlah 313 orang di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah RA. Kilauan batu di kalung itu sangat khas, karena berasal dari Zafar, sebuah gunung di Yaman. Tak sembarang orang bisa memiliki benda yang sangat berharga di zamannya tersebut.

Kalung itu milik istri pimpinan rombongan khafilah Quraisy yang memerangi Islam, Abul 'Ash bin Rabi'. Ia dihadang pasukan Muslim usai berniaga di Suriah. Mereka menjadi tawanan.

Zainab, sang istri, sedih mendengar kabar itu. Saat perwakilan kaum Quraisy Makkah hendak menebus pada tawanan, Zainab mengirimkan kalungnya yang terbuat dari batu onyx Zafar hadiah dari ibunya, Khadijah binti Khuwailid RA. Ia mengirimkannya sebagai tebusan bagi bebasnya sang suami.

Tak sampai hitungan hari, kalung itu sampai di tangan Rasulullah SAW. Utusan Allah ini pun dengan segera mengenalinya. Hanya satu perempuan yang memiliki kalung ini, Khadijah, istrinya tercinta.

''Seorang Mukmin adalah penolong bagi orang Mukmin lainnya. Setidaknya mereka memberikan perlindungan. Kita lindungi orang yang dilindungi oleh Zainab. Jika kalian bisa mencari jalan untuk membebaskan Abul 'Ash kepada Zainab dan mengembalikan kalungnya itu kepadanya, maka lakukanlah,'' kata Rasulullah.

Abul 'Ash dan kalung itu dikembalikan pada Zainab. Pada kesempatan itu, Beliau melarang Zainab mendatangi Abul 'Ash. Lelaki itu haram bagi putrinya karena masih dalam kekafiran.

''Sabarlah, wahai suamiku, Engkau tidak halal bagiku selama engkau tetap memeluk agama itu. Maka serahkan aku kepada ayahku atau masuklah Islam bersamaku. Zainab tidak akan menjadi milikmu sejak hari ini, kecuali bila engkau beriman pada agama yang aku imani.''

Kesetiaan Zainab diuji untuk kedua kalinya. Di tengah malam, Abil Ash memasuki Madinah pada waktu malam dan mohon kepada Zainab agar melindungi dan membantunya untuk mengembalikan hartanya. Bukan harta Abil tepatnya, tapi harta titipan kaum Quraisy. Dia pulang dari berniaga, ketika pasukan Muslim menghadang dan merampas barang bawaannya.

Zainab memohon kepada Rasulullah agar harta rampasan itu dikembalikan. Rasul SAW mengutur orang menemui pimpinan pasukan yang merampas harta Abil.

Mereka berkata akan mengembalikannya asal Abil masuk Islam. Abil Ash menjawab, "Sungguh buruk awal Islamku, jika aku mengkhianati amanatku." Namun, pasukan Muslim tetap mengembalikannya.

Laki-laki itu pun kembali ke Makkah dengan membawa hartanya dan harta orang banyak. Setelah mengembalikan harta kepada pemiliknya masing-masing, Abil Ash berdiri dan berkata :"Wahai, kaum Quraisy, apakah masih ada harta seseorang di antara kalian padaku?" Mereka menjawab :"Tidak."

Maka, kalimat mulai itu pun keluar dari mulutnya, "Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Demi Allah, tiada yang menghalangi aku masuk Islam di hadapannya, kecuali karena aku khawatir mereka menyangka aku ingin makan harta kalian. Setelah Allah menyampaikannya kepada kalian dan aku selesai membagikannya, maka aku masuk Islam."

Asy-Sya'bi berkata :"Zainab masuk Islam dan hijrah, kemudian Abil Ash masuk Islam sesudah itu, dan Islam tidak memisahkan antara keduanya." [Adz-Dzahabi, "Siyar A'laamin Nubala'. Demikian pula kata Qatadah : Dia berkata :"Kemudian diturunkan surah Baro'ah sesudah itu. Maka, jika ada seorang wanita masuk Islam sebelum suaminya, dia hanya boleh mengawininya dengan nikah baru."]

Abil Ash keluar dari Mekkah, hijrah menuju Madinah dengan mendapat petunjuk iman dan keyakinan. Suami isteri yang saling mencintai bertemu untuk kedua kalinya setelah lama berpisah. Akan tetapi isteri yang setia itu telah menunaikan kewajiban dan menyelesaikan urusan dunianya ketika menyadarkan laki-laki yang dicintainya serta memenuhi hak suaminya sesuai dengan kadar cintanya kepada suami. Tidak lama setelah pertemuan itu, Zainab meninggal dunia.

Zainab meninggal dunia pada tahun 8 Hijriah. Orang-orang yang memandikan jenazahnya ketika itu, antara lain ialah Ummu Aiman, Saudah binti Zam'ah, Ummu Athiyah, dan Ummu Salamah RA. Rasulullah SAW berpesan kepada mereka yang akan memandikan jenazahnya ketika itu, ''Basuhiah dia dalam jumlah yang ganjil, 3 atau 5 kali atau lebih jika kalian merasa lebih baik begitu. Mulailah dari sisi kanan dan anggota-anggota wudhu. Mandikan dia dengan air dan bunga. Bubuhi sedikit kapur barus pada air siraman yang terakhir. Jika kalian sudah selesai beritahukaniah kepadaku.''

Ketika itu, rambut jenazah dijalin menjadi tiga jalinan, di samping, dan di depan, lalu dikebelakangkan. Setelah selesai dari memandikan jenazah, Ummu Athiyah memberitahu Rasulullah. Lalu Nabi SAW memberikan selimutnya dan berkata, "Kafanilah dia dengan kain ini."

Dalam perjalanan ke Syam, suaminya mengenang, ''Puteri Al-Amiin, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan setiap suami akan memuji sesuai dengan yang diketahuinya.

Khadijah rha, Istri Rasulullah Yang Selalu Dikenang

Beliau adalah seorang sayyidah wanita sedunia pada zamannya. Dia adalah putri dari Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiyah al-Asadiyah. Dijuluki ath-Thahirah yakni yang bersih dan suci. Sayyidah Quraisy ini dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat kira-kira 15 tahun sebelum tahun fill (tahun gajah). Beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mulia dan pada gilirannya beliau menjadi seorang wanita yang cerdas dan agung. Beliau dikenal sebagai seorang yang teguh dan cerdik dan memiliki perangai yang luhur. Karena itulah banyak laki-laki dari kaumnya menaruh simpati kepadanya. Suatu ketika, beliau mencari orang yang dapat menjual dagangannya, maka tatkala beliau mendengar tentang Muhammad sebelum bi'tsah (diangkat menjadi Nabi), yang memiliki sifat jujur, amanah dan berakhlak mulia, maka beliau meminta kepada Muhammad untuk menjualkan dagangannya bersama seorang pembantunya yang bernama Maisarah. Beliau memberikan barang dagangan kepada Muhammad melebihi dari apa yang dibawa oleh selainnya. Muhammad al-Amin pun menyetujuinya dan berangkatlah beliau bersama Maisarah dan Allah menjadikan perdagangannya tersebut menghasilkan laba yang banyak. Khadijah merasa gembira dengan hasil yang banyak tersebut karena usaha dari Muhammad, akan tetapi ketakjubannya terhadap kepribadian Muhammad lebih besar dan lebih mendalam dari semua itu. Maka mulailah muncul perasaan-perasaan aneh yang berbaur dibenaknya, yang belum pernah beliau rasakan sebelumnya. Pemuda ini tidak sebagamana kebanyakan laki-laki lain dan perasaan-perasaan yang lain. Akan tetapi dia merasa pesimis; mungkinkah pemuda tersebut mau menikahinya, mengingat umurnya sudah mencapai 40 tahun? Apa nanti kata orang karena ia telah menutup pintu bagi para pemuka Quraisy yang melamarnya? Maka disaat dia bingung dan gelisah karena problem yang menggelayuti pikirannya, tiba-tiba muncullah seorang temannya yang bernama Nafisah binti Munabbih, selanjutnya dia ikut duduk dan berdialog hingga kecerdikan Nafisah mampu menyibak rahasia yang disembuyikan oleh Khodijah tentang problem yang dihadapi dalam kehidupannya. Nafisah membesarkan hati Khadijah dan menenangkan perasaannya dengan mengatakan bahwa Khadijah adalah seorang wanita yang memiliki martabat, keturunan orang terhormat, memiliki harta dan berparas cantik.Terbukti dengan banyaknya para pemuka Quraisy yang melamarnya. Selanjutnya, tatkala Nafisah keluar dari rumah Khadijah, dia langsung menemui Muhammad al-Amin hingga terjadilah dialog yang menunjukan kelihaian dan kecerdikannya:
Nafisah : Apakah yang menghalangimu untuk menikah wahai Muhammad?
Muhammad : Aku tidak memiliki apa-apa untuk menikah .
Nafisah : (Dengan tersenyum berkata) Jika aku pilihkan untukmu seorang wanita yang kaya raya, cantik dan berkecukupan, maka apakah kamu mau menerimanya?
Muhammad : Siapa dia ?
Nafisah : (Dengan cepat dia menjawab) Dia adalah Khadijah binti Khuwailid
Muhammad : Jika dia setuju maka akupun setuju.
Nafisah pergi menemui Khadijah untuk menyampaikan kabar gembira tersebut, sedangkan Muhammad al-Amin memberitahukan kepada paman-paman beliau tentang keinginannya untuk menikahi sayyidah Khadijah. Kemudian berangkatlah Abu Tholib, Hamzah dan yang lain menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin Asad untuk melamar Khadijah bagi putra saudaranya, dan selanjutnya menyerahkan mahar.

Setelah usai akad nikah, disembelihlah beberapa ekor hewan kemudian dibagikan kepada orang-orang fakir. Khadijah membuka pintu bagi keluarga dan handai taulan dan diantara mereka terdapat Halimah as-Sa'diyah yang datang untuk menyaksikan pernikahan anak susuannya. Setelah itu dia kembali ke kampungnya dengan membawa 40 ekor kambing sebagai hadiah perkawinan yang mulia dari Khadijah, karena dahulu dia telah menyusui Muhammad yang sekarang menjadi suami tercinta. Maka jadilah Sayyidah Quraisy sebagai istri dari Muhammad al-Amin dan jadilah dirinya sebagai contoh yang paling utama dan paling baik dalam hal mencintai suami dan mengutamakan kepentingan suami dari pada kepentingan sendiri.

Allah memberikan karunia pada rumah tangga tersebut berupa kebehagaian dan nikmat yang berlimpah, dan mengkaruniakan pada keduanya putra-putri yang bernama al-Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqqayah, Ummi Kalsum dan Fatimah. Kemudian Allah Ta'ala menjadikan Muhammad al-Amin ash-Shiddiq menyukai Khalwat (menyendiri), bahkan tiada suatu aktifitas yang lebih ia sukai dari pada menyendiri. Beliau menggunakan waktunya untuk beribadah kepada Allah di Gua Hira' sebulan penuh pada setiap tahunnya. Beliau tinggal didalamnya beberapa malam dengan bekal yang sedikit jauh dari perbuatan sia-sia yang dilakukan oleh orang-orang Makkah yakni menyembah berhala dan lain –lain. Sayyidah ath-Thahirah tidak merasa tertekan dengan tindakan Muhammad yang terkadang harus berpisah jauh darinya, tidak pula beliau mengusir kegalauannya dengan banyak pertanyaan maupun mengobrol yang tidak berguna, bahkan beliau mencurahkan segala kemampuannya untuk membantu suaminya dengan cara menjaga dan menyelesaikan tugas yang harus dia kerjakan dirumah. Apabila dia melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pergi ke gua, kedua matanya senantiasa mengikuti suaminya terkasih dari jauh. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tinggal di dalam gua tersebut hingga batas waktu yang Allah kehendaki, kemudian datanglah Jibril dengan membawa kemuliaan dari Allah sedangkan beliau di dalam gua Hira' pada bulan Ramadhan. Jibril datang dengan membawa wahyu.Selanjutnya bila Nabi Saw keluar dari gua menuju rumah beliau dalam kegelapan fajar dalam keadaaan takut, khawatir dan menggigil seraya berkata: "Selimutilah aku ….selimutilah aku …".
Setelah Khadijah meminta keterangan perihal peristiwa yang menimpa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, beliau menjawab:"Wahai Khadijah sesungguhnya aku khawatir terhadap diriku". Maka Istri yang dicintainya dan yang cerdas itu menghiburnya dengan percaya diri dan penuh keyakinan berkata: "Allah akan menjaga kita wahai Abu Qasim, bergembiralah wahai putra pamanku dan teguhkanlah hatimu. Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, sugguh aku berharap agar anda menjadi Nabi bagi umat ini. Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya, sesungguhnya anda telah menyambung silaturahmi, memikul beban orang yang memerlukan, memuliakan tamu dan menolong para pelaku kebenaran.

Adapun Khadijah adalah seorang yang pertama kali beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan yang pertama kali masuk Islam. Allah memilih kedua putranya yang pertama Abdullah dan al-Qasim untuk menghadap Allah tatkala keduanya masih kanak-kanak, sedangkan Khadijah tetap bersabar. Beliau juga melihat dengan mata kepalanya bagaimana syahidah pertama dalam Islam yang bernama Sumayyah tatkala menghadapi sakaratul maut karena siksaan para thaghut hingga jiwanya menghadap sang pencipta dengan penuh kemuliaan. Beliau juga harus berpisah dengan putri dan buah hatinya yang bernama Ruqayyah istri dari Utsman bin Affan radhiallâhu 'anhu karena putrinya hijrah ke negeri Habsyah untuk menyelamatkan diennya dari gangguan orang-orang musyrik. Beliau saksikan dari waktu ke waktu yang penuh dengan kejadian besar dan permusuhan. Akan tetapi tidak ada kata putus asa bagi seorang Mujahidah. Beliau laksanakan setiap saat apa yang difirmankan Allah Ta'ala :
"Kamu sungguh-sungguh akan duji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberikan kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, ganguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang di utamakan ". (Ali Imran:186).

Begitulah Sayyidah mujahidah tersebut telah mengambil suaminya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sebagai contoh yang paling agung dan tanda yang paling nyata tentang keteguhan diatas iman. Oleh karena itu, kita mendapatkan tatkala orang-orang Quraisy mengumumkan pemboikotan mereka terhadap kaum muslimin untuk menekan dalam bidang politik, ekonomi dan kemasyarakatan dan mereka tulis naskah pemboikotan tersebut kemudian mereka tempel pada dinding ka'bah; Khadijah tidak ragu untuk bergabung dengan kaum muslimin bersama kaum Abu Thalib dan beliau tinggalkan kampung halamannya untuk menempa kesabaran selama tiga tahun bersama Rasul dan orang-orang yang menyertai beliau menghadapi beratnya pemboikotan yang penuh dengan kesusahan dan menghadapi kesewenang-wenangan para penyembah berhala. Hingga berakhirlah pemboikotan yang telah beliau hadapi dengan iman, tulus dan tekad baja tak kenal lelah. Sungguh Sayyidah Khadijah telah mencurahkan segala kemampuannya untuk menghadapi ujian tersebut di usia 65 tahun. Selang enam bulan setelah berakhirnya pemboikotan itu wafatlah Abu Thalib, kemudian menyusul seorang mujahidah yang sabar -semoga Allah meridhai beliau- tiga tahun sebelum hijrah. Dengan wafatnya Khadijah maka meningkatlah musibah yang Rasul hadapi. Karena bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, Khadijah adalah teman yang tulus dalam memperjuangkan Islam. Begitulah Nafsul Muthmainnah telah pergi menghadap Rabbnya setelah sampai pada waktu yang telah ditetapkan, setelah beliau berhasil menjadi teladan terbaik dan paling tulus dalam berdakwah di jalan Allah dan berjihad dijalan-Nya. Karena itulah beliau berhak mendapat salam dari Rabb-nya dan mendapat kabar gembira dengan rumah di surga yang terbuat dari emas, tidak ada kesusahan didalamnya dan tidak ada pula keributan didalamnya. Karena itu pula Rasulullah bersabda: "Sebaik-baik wanita adalah Maryam binti Imran, sebaik-baik wanita adalah Khadijah binti Khuwailid".

Kisah Aisyah rha

Seorang gadis kecil periang berumur sembilan tahun sedang gembira bermain-main dengan teman-temannya. Rambutnya awut awutan dan mukanya kotor karena debu. Tiba-tiba beberapa orang yang sudah agak tua muncul dari sebuah rumah di dekat situ dan datang ke tempat anak-anak tadi bermain-main. Mereka lalu membawa anak gadis itu pulang, memberinya pakaian yang rapi, dan malam itu juga, gadis itu dinikahkan dengan laki-iaki paling agung di antara manusia, Nabi ummat Islam. Suatu penghormatan paling unik yang pernah diterima seorang wanita. Aisyah adalah salah seorang putri tersayang Sayidina Abu Bakar ra, sahabat Nabi yang setia, yang kemudian menggantikan Nabi sebagai Khalifah Islam yang pertama.

Aisyah rha. lahir di Mekkah 614 Masehi, delapan tahun sebelum permulaan zaman Hijrah. Orangtuanya sudah memeluk agama Islam. Sejak mulai kecil anak gadis itu telah dididik sesuai dengan tradisi paling mulia – agama Islam – dan dengan sempurna dipersiapkan dan diberinya hak penuh untuk kemudian menduduki tempat yang mulia. Ia menjadi istri Nabi selama sepuluh tahun. Masih muda sewaktu dinikahkan dengan Nabi, tetapi ia memiliki kemampuan sangat baik sehingga dapat menyesuaikan diri dengan tugas barunya. Kehadirannya membuktikan bahwa ia seorang yang cerdas dan setia, dan sebagai istri, sangat mencintai tokoh dermawan paling besar bagi umat manusia.
Di seluruh dunia, ia diakui sebagai pembawa riwayat paling otentik bagi ajaran Islam seperti apa yang telah disunahkan oleh suaminya. Ia di anugerahi ingatan yang sangat tajam, dan mampu mengingat segala pertanyaan yang diajukan para tamu wanita kepada Nabi, serta juga mengingat segenap jawaban yang diberikan oleh Nabi. Diingatnya secara sempurna semua yang disampaikan Nabi kepada para delegasi dan jemaah di masjid. Karena kamar Aisyah itu bersebelahan dengan masjid, dengan cermat dan tekun ia mendengarkan dakwah, ta’lim, dan mudzakarah Nabi dengan para sahabat dan orang-orang lain. Ia mengajukan juga pertanyaan-pertanyaan kepada Nabi tentang soal-soal yang sulit dan rumit sehubungan dengan ajaran agama Islam. Hal-hal inilah yang menyebabkan ia menjadi ilmuwan dan periwayat yang paling besar dan paling otentik bagi sunnah Nabi dan ajaran Islam.

Aisyah tidak ditakdirkan hidup bersama-sama dengan Nabi untuk waktu yang lama. Pernikahannya itu berlangsung hanya sepuluh tahun saja. Tahun 11 Hijrah, 632 Masehi, Nabi wafat dan dimakamkan di kamar yang dihuni Aisyah. Nabi digantikan oleh seorang sahabat yang setia, Abu Bakar ra, sebagai khalifah islam yang pertama. Aisyah terus menduduki urutan pertama, dan setelah Fathima rha. meninggai dunia di tahun 11 Hijrah, Aisyah dianggap sebagai wanita yang paling penting di dunia Islam. Tetapi ayahnya, Abu Bakar, tidak berumur panjang. Ia meninggal dunia dua setengah tahun setelah wafat Nabi. Selama kekuasaan Umar al-Faruq, khalifah yang kedua, Aisyah menduduki posisi sebagai ibu utama di seluruh daerah-daerah Islam yang secara cepat makin meluas. Orang datang untuk meminta nasihat-nasihatnya yang bijaksana tentang segala hal yang pen ting. Umar terbunuh dan kemudian Khalifah Usman. Dua peristiwa kesyahidan tersebut telah mengguncangkan sendi-sendi Islam, dan menjurus kepada perpecahan yang tragis di kalangan umat Islam. Keadaan itu sangat merugikan agama yang sedang menyebar luas dan berkembang dengan cepat, yang pada waktu itu telah menjalar sampai ke batas pegunungan Atlas di sebelah Barat, dan ke puncak-puncak Hindu Kush di sebelah Timur. Aisyah tidak dapat tinggal diam sebagai penonton dalam menghadapi oknum-oknum pemecah-belah itu. Dengan sepenuh hati ia membela mereka yang menuntut balas atas kesyahidan khalifah yang ketiga. Di dalam Perang Unta, suatu pertempuran melawan Ali, khalifah yang keempat, pasukan Aisyah kalah dan ia terus mundur ke Madinah di bawah perlindungan pengawal yang diberikan oleh putra khalifah sendiri. Beberapa orang sejarawan yang menaruh minat terhadap peristiwa itu, baik yang Muslim maupun yang bukan, memberikan kritik kepada Aisyah dalam pertempuran melawan Ali. Tetapi tidak seorang pun yang meragukan kesungguhan hati dan keyakinan Aisyah untuk menuntut balas bagi darah Usman.

Aisyah menyaksikan berbagai perubahan yang dialami oleh Islam selama tiga puluh tahun kekuasaan khalifah yang saleh. Ia meninggal dunia tahun 678 Masehi. Ketika itu kekuasaan berada di tangan Muawiyah. Penguasa ini amat takut kepada Aisyah dengan kritik-kritiknya yang pedas berkenaan dengan negara Islam yang secara politis sedang berubah itu. Ibu Utama agama Islam ini terkenal dengan bermacam ragam sifatnya kesalehannya, umurnya, kebijaksanaannya, kesederhanaannya, kemurahan hatinya, dan kesungguhan hatinya untuk menjaga kemurnian riwayat sunnah Nabi. Kesederhanaan dan kesopanannya segera menjadi obor penyuluh bagi wanita Islam sejak waktu itu juga. Ia menghuni ruangan yang berukuran kurang dari 12 X 12 kaki bersama-sama dengan Nabi. Ruangan itu beratap rendah, terbuat dari batang dan daun kurma, diplester dengan lumpur. Pintunya cuma satu, itu pun tanpa daun pintu, dan hanya ditutup dengan secarik kain yang digantungkan di atasnya.

Selama masa hidup Nabi, jarang Aisyah tidak kekurangan makan. Pada malam hari ketika Nabi mengembuskan napasnya yang tera khir, Aisyah tidak mempunyai minyak Waktu Khalifah Umar berkuasa, istri dan beberapa sahabat Nabi mendapatkan tunjangan yang cukup besar tiap bulannya. Aisyah jarang menahan uang atau pemberian yang diterimanya sampai keesokan harinya, karena semuanya itu segera dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkannya. Pada suatu hari di bulan Ramadhan, waktu Abdullah ibn Zubair menyerahkan sekantung uang sejumlah satu lakh dirham, Aisyah membagikan uang itu sebelum waktu berbuka puasa.

Aisyah pada zamannya terkenal sebagai orator. Pengabdiannya kepada basyarakat, dan usahanya untuk mengembangkan pengetahuan orang tentang sunnah dan fiqh, tidak ada tandingannya di dalam catatan sejarah Islam. Jika orang menemukan persoalan mengenai sunnah dan fiqh yang sukar untuk dipecahkan, soal itu akhirnya dibawa kepada Aisyah, dan kata kata Aisyah menjadi keputusan terakhir. Kecuali Ali, Abdullah ibn Abbas dengan Abdullah ibn Umar, Aisyah juga termasuk kelompok intelektual di tahun-tahun pertama Islam.

Ibu Agung Agama Islam ini mengembuskan napas yang terakhir 17 Ramadhan, 58 Hijriah (13 Juli, 678 Masehi). Kematiannya menimbulkan rasa duka terutama di Madinah dan di seluruh dunia Islam. Aisyah rha. bersama Khadijah rha. dan Fathima az-Zahra rha. dianggap sebagai wanita yang paling menonjol di kalangan wanita Islam. Kebanyakan para ulama menempatkan Fathimah rha. di tangga teratas, diikuti oleh Khadijah rha, dengan Aisyah rha sebagai yang terakhir. Tapi ulama ibn Hazim malah menempatkan Aisyah rha. nomor dua sesudah Nabi Muhammad SAW, di atas semua istri, sahabat, dan rekan-rekannya. Menurut Allama ibn Taimiya, Fatima-lah yang berada di tempat teratas, karena ia itu anak tersayang Nabi, Khadijah itu agung karena dialah orang pertama yang memeluk agama Islam. Tetapi, tidak seorang pun yang menandingi Aisyah mengenai peranannya dalam menyebarluaskan ajaran Nabi.