Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

16 Oktober 2009

Memupuk Sabar

“Katakanlah: ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertaqwalah kepada Rabb mu’. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini (pasti) memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS Az Zumar [39]:10)

Pernahkah kita bertanya kepada diri kita, Bagaimanakah kehidupan ini telah kita lalui? Dimanakah kita? Sedangkan jalan kehidupan itu adalah jalan yang didalamnya hamba Allah Adam as keletihan; Nuh as merasa dikalahkan dan menangis mengadu kepada Rabb nya; Al Khalil Ibrahim as dicampakkan kedalam api tanpa busana sedikitpun; Ismail as ditelentangkan untuk disembelih; Yusuf as dijual dengan harga yang murah dan mendekam dalam penjara untuk waktu yang lama; Ayyub as kehilangan anak-anak yang disayangi dan hartanya serta menderita penyakit sehingga harus menjalaninya sendirian; Daud as menangis melebihi ukuran ketika diuji dengan kesusahan dan kepayahan; Sulaiman as merasa tidak berdaya diatas singgananya kehilangan kekuasaan karena penghianatan; Isa as dalam kecemasan yang luar biasa ketika dikejar oleh tentara Rumawi; Dan Rasulullah saw hidup dalam kefakiran dan berpisah dengan orang-orang yang dicintainya!

Dalam kehidupan ini ujian datang silih berganti sebagai sebuah ketentuan qadha dan qadar yang telah Allah ‘Azza wa Jalla tetapkan untuk hamba-hamba-Nya. Sebuah ujian kasih sayang untuk membuktikan apakah hamba-hamba-Nya itu telah benar keyakinannya terhadap-Nya?

Allah berfirman, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (ujian) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam ujian) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS Al Baqarah [2]:214)

Tidak ada perkara yang lebih agung untuk menghadapi segala bentuk ujian itu selain kesabaran. Allah ‘Azza wa Jalla memakai kata-kata ‘Sabran Jamila’ yang berarti sabar yang indah (QS Al Maa’rij [70]:5). Allah menghendaki sabar yang indah karena dalam kesabaran itu tertanam kecintaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan keyakinan bahwa semua ini hanya ujian kasih sayang Allah yang sementara. Roda kehidupan akan terus bergulir dan ketika saat ini kita merasa dibawah, kita hanya menunggu saat untuk berada di atas. Dan ketika kita berada diatas kita yakin hal ini hanya sementara sebelum kita berada di bawah kembali.
Di dalam menjalani kehidupan ada 2 kesabaran yang selalu menyertai seorang hamba:

Yang pertama adalah sabar dalam ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sabar dalam menjalani segala apa yang Allah perintahkan kepadanya dan menjauhi segala larangannya. Sabar dari gangguan orang-orang jahil yang mengajak kepada perbuatan maksiat yang merugikan dan sabar dalam beribadah kepada Allah tanpa pamrih.

Yang kedua adalah sabar atas apa-apa yang telah Allah ‘Azza wa Jalla takdirkan sebagai qadha dan qadar. Begitu banyak manusia yang hidup di dunia ini menginginkan agar hidupnya selalu dapat sesuai dengan kenginan dan harapannya. Tapi mungkinkah hal ini terus dapat terjadi? Ketika kita tidak lagi memiliki kehidupan yang sesuai dengan keinginan dan harapan, kita jadi kecewa, merintih dan marah. Kita menyalahkan diri kita dan semua orang yang ada disekeliling kita. Kita merasakan depresi dan menjauhi semua orang. Cobalah bercermin kepada Sang khalifah Al Faruk Umar Ibn Khatab ra. Ketika dalam 40 hari 40 malam ia merasakan nikmat tanpa ada kesulitan atau kesusahan sedikitpun yang ia rasakan dalam kehidupannya, Umar menyungkur bersujud kepada Allah SWT sambil berkata, “Ya Allah jangan Engkau tinggalkan aku. Jangan Engkau biarkan aku tersesat tanpa ujian Mu.” Demikian juga dengan seorang sahabat Nabi yang terkenal kaya, seorang Abdurrahman bin ‘Auf, salah seorang sahabat Nabi yang dijamin oleh Nabi sendiri bersama dengannya di surga kelak. Setiap kali Abdurrahman bin ‘Auf dihidangkan makanan yang lezat yang melebihi kebiasaan yang ia makan, ia menolaknya dan berkata, “Yang kutakutkan dalam hidup ini adalah Allah ‘Azza wa Jalla mempercepat memberi nikmat kepadaku di dunia ini, sedangkan di akhirat nanti aku tidak memperoleh apapun lagi karena Allah sudah pernah merasakannya kepadaku!”

Kesabaran akan mendatangkan keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla kepada hamba-Nya. Jika Allah sudah ridha, maka hidayah, kasih sayang, pertolongan, karunia dan ketentraman hidup itu akan menghinggapi sang hamba. Seorang ulama klasik pada zamannya yang bernama Sufyan Ats-Tsauri kedatangan seorang muridnya dan bertanya, “Wahai imam, aku ingin agar Allah ridha kepadaku, apa yang harus aku lakukan?” Sufyan menjawab, “Jika engkau ridha kepada Allah, niscaya Dia akan ridha kepadamu.” Tapi bagaimana caranya?” Tanya sang murid lagi. Sufyan menjelaskan, “Pada saat engkau dibuat senang terhadap mushibah sebagaimana senangnya engkau terhadap nikmat Allah. Sebab keduanya merupakan takdir yang telah ditetapkan Allah atasmu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar