Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

26 November 2009

Al-Hadist

Rasulullah SAW bersabda.“Sesungguhnya Allah Yang Maha Luas Karunia-nya lagi Maha Tinggi, akanmenguji setiap hamba-Nya dengan rizki yang telah Ia berikan kepadanya.Barangsiapa yang ridha dengan pembagian Allah Subhanahu wa Ta’ala, makaAllah akan memberkahi dan melapangkan rizki tersebut untuknya. Danbarangsiapa yang tidak ridha (tidak puas), niscaya rizkinya tidak akandiberkahi” [HR Ahmad dishahihkan Al-Albani]

Al-Hadist

" Barangsiapa kami angkat dia sebagai pegawai dan kami gaji, maka yang dia ambil selain itu adalah Ghulul ( mencuri dengan sembunyi atau korupsi )." ( HR Abu Dawud no 2943 bersumber dari Burdah Rhodiyallohuanhu, Hadits Shohih, lihat Majma' az Zawa'Id 4/151 dan Fathul Bari 5/162 )

Al-Hadist

" Barang siapa diantara kamu yang aku beri tugas untuk suatu pekerjaan, lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih, maka benda yang di korupsi itu akan dia bawa pada hari Kiamat kelak." ( HR Muslim no:1833 Kitab al Imaroh ber sumber dari Adi bin Imaroh al-Kindi Rhodiallohuanhu )

Al-Qur'an

Katakanlh: "jika bapa2, anak2, saudara2, isteri2, kaum keluargamu, harta kekayaan yg kamu usahakan, perniagaan yg kamu khawatiri kerugiannya, & tempat tinggal yg kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya & dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang2 yang fasik. (QS.9:24)

20 November 2009

Al-Qur'an

" Dan Allooh Subhanahu Wa Ta'ala perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada ke dua orang tuanya, Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan menyapinya dalam dua tahun, maka bersyukurlah kepada Allooh Subhanahu Wa Ta'ala dan kepada kedua orang Ibu Bapakmu, hanya kepada Allooh Subhanahu Wa Ta'ala kamu kembali." ( QS Lukman:14 )

17 November 2009

KEMATIAN !

Kematian, seberapapun keras usaha manusia untuk menghaluskan kata tersebut seperti “berpulang ke rahmatuLLAH”,”telah ditinggal pergi”,”meninggal dunia”,”menghadap Sang Pencipta”,… tetap saja tidak mampu mengurangi rasa yang sesungguhnya dari sebuah kematian. Nyawa atau ruh adalah peluru yang sesungguhnya setelah ditembakkan meninggalkan selongsongnya. Selebihnya adalah jasad, wadah yang digunakan oleh ruh untuk berbuat di dunia. Kematian adalah pintu masuk kealam barzah dari alam dunia, demikian kata ustadz yang suka berpakaian serba putih itu dalam khutbahnya di TV.

Kematian begitu menakutkan banyak orang (termasuk penulis sendiri), baik bagi yang menghadapi kematian maupun yang ditinggal mati. Pertanyaannya adalah apa sebenarnya yang membuat kematian itu begitu menakutkan? Mari kita simak! Kalaulah anda lihat orang orang yang ditinggal mati bersedih lalu berkata ‘tiada lagi tempat kami mengadu’ atau “dulu aku selalu ada yang menemani, kini tinggal aku sendiri’, atau “bagaimana dengan sekolahku, siapa yang akan membiayai?’ dan kalimat kalimat yang sejenis maka ketahuilah bahwa sifat egois telah menguasai orang orang yang ditinggal mati tersebut, dan memang seperti inilah kebanyakan yang kita jumpai. Orang orang yang gembira terhadap kematian orang lain karena berharap akan jatuhnya klaim asuransi juga digolongkan dalam kelompok ini.

Apa sebenarnya yang membuat orang yang menghadapi kematian begitu menakutkan? Bagaimana reaksi perasaan anda ketika anda divonis mati oleh hakim atau dokter? Mungkin anda pernah melihat bagaimana terdakwa kriminal bersikap terhadap putusan ini? Atau seorang pasien kanker ganas yang takkan terobati dan tinggal menunggu waktu maut menjemput? Kenapa takut? Mereka gelisah, apa sebabnya? Makan tak sedap, tidur tak nyenyak, hidup tak bergairah, sampai sampai seorang terpidana mati yang baru baru ini dieksekusi menulis ‘bukan kematian yang aku takutkan tapi menunggu keputusan yang sangat menyiksa’, sesungguhnya dia juga takut mati karena yang dia tunggu adalah keputusan hukuman mati atau tidak.Bisa jadi bagi mereka kehidupan di dunia sekarang adalah segala-galanya, walaupun pengetahuan setelah kematian ada kehidupan lain sudah dijejal ke otak mereka, sikap ketakutan akan kematian telah memperlihatkan secara jelas siapa sebenarnya dirinya. Seperti pepatah barat mengatakan “everyone wish to heaven, but no one willing to die (semua orang ingin masuk surga, tapi tidak ada seorangpun yang mau mati)”, ironis memang…

Atau bagi yang merasa setelah kematian ada kehidupan, merasa amal perbuatannya masih belum cukup alias masih banyak dosa dan sedikit pahala. Apakah anda pernah menjadi saksi jiwa jiwa yang sedang sekarat, mulut menganga mata melotot, nafas terhenti satu satu seperti tercekik? Sebagian memang terlihat mengerikan dan anda takut karena teringat hal hal yang menyeramkan saat tubuh merenggang nyawa, dan anda semakin takut mereka-reka siksa kubur oleh Nunkar dan Nankir yang super dahsyat menunggu anda, sampai kiamat untuk menerima azab sesungguhnya yang abadi! Wow!!!

Pertanyaan selanjutnya adalah kenapa kita semua tidak beralih kepada kematian yang menyenangkan, menyenangkan bagi yang menghadapi kematian dan menyenangkan bagi yang ditinggalkan. Lho kok bisa..?! Logikanya sederhana, bukankah sebaiknya anda sesegera mungkin mati jika anda mengetahui pada detik ini seluruh dosa dosa anda diampuni dan anda dijamin masuk surga, sebelum anda melakukan dosa berikutnya? Apakah ada orang orang yang memiliki riwayat mati menyenangkan? Para sahabat di zaman Nabi yang berjihad untuk ALLAH tidak hanya senang mati, tapi mereka memang mencari mati! Tapi tentu saja mereka tidak bunuh diri dengan membiarkan tubuh mereka ditombak dipanah dibacok begitu saja oleh musuh ALLAH. …dan kita juga mengetahui bahwa TUHAN menjanjikan surga buat mereka.

Menyenangkan bagi orang yang menghadapi kematian karena dia tahu bakalan masuk surga dan menyenangkan bagi orang orang yang ditinggal mati karena tahu orang yang mereka cintai masuk surga. Bagi mereka yang akan menjalani proses sakratul maut juga tak perlu resah karena mati seperti orang yang berangkat tidur, rebah dikasur lalu dengan sekali tarikan nafas panjang langsung terlelap, bedanya cuma terlelap untuk selama lamanya.

Saya mengajak anda bukan sebagai orang yang sudah berpengalaman, saya mengajak anda karena hal tersebut masih sangat mungkin dicapai. Contoh orang berjihad dengan Nabi adalah klasik dan jihad bukan satu satunya jalan untuk mencapai Khusnul Khatimah apalagi jihad yang sekarang banyak disangsikan. Mari kita menatap zaman di mana kita hidup sekarang.

Orang sakit, terbunuh, tenggelam, kecelakaan lalu lintas,… adalah alasan alasan agar TUHAN mencabut nyawa terdengar logis bagi manusia. TUHAN bisa saja mencabut nyawa anda seketika ketika anda sedang berdiri, duduk, berbaring apalagi sedang mengendarai mobil di lintasan Formula One! Bahkan bagi orang sakitpun yang berusaha keras berobat untuk sembuh, kalau anda tahu ilmunya maka ‘tidak semua orang yang sakit harus sembuh!’

Maaf kawan, bukan saya tak hendak berbagi ilmu, mengutip kalimat Robert T. Kiyosaki dalam bukunya Guide To Investing dalam pendidikan dasar CashFlow-nya, saya ingin mengatakan bahwa “Ilmu ini tidak bisa dipelajari dengan membaca”.

Lalu bagaimana agar mati bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan? GURU saya mengatakan “Matikanlah dirimu sebelum engkau mati!”. Oh apakah ini proses latihan? Maksudnya? GURUnya GURU saya (NENEK GURU) dalam sebuah kesempatan saya dengar rekaman fatwaNYA mengatakan “Kalau engkau tidak bisa berenang, kemanapun engkau pergi kau tak kan bisa berenang! Kalau kau tak kenal Tuhan di dunia, maka diakhiratpun kau tak kenal Tuhan!” Pelajarannya adalah ‘Kau tak akan masuk surga jika tak kenal yang punya surga!’ masalahnya TUHAN diakhirat nanti adalah TUHAN di dunia sekarang. Kesimpulannya, wajar saja kau takut mati dan atau ditinggal mati sebab kau tak kenal Tuhan! NENEK GURU juga mengkritik para ustadz ustadz yang mengatakan ‘shalatlah yang khusuk insya allah masuk surga’, masalahnya adalah ustadz ustadz itu tidak mampu mengajarkan bagaimana yang dimaksud dengan shalat yang khusuk. “Ajaran kok spekulatif dengan insya allah masuk surga, kalau tidak, apa mau kembali ke dunia?” demikian kata NENEK GURU saya. Bagi saudara saudara yang sangat yakin akan masuk surga karena amal ibadah saudara, ketahuilah jika masuk surgapun anda bukan karena banyaknya amal ibadah anda! Umatku tidak masuk surga karena ibadahnya, melainkan karena Ridha ALLAH SWT, demikian hadisnya bung! Jadi sebaiknya anda tidak usah menghitung-hitung pahala! Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana TUHAN meridhai anda jikalau anda berdua belum saling mengenal?

Anda akan merindui kematian bila anda mengenal TUHAN anda yang menjamin seluruh dosa anda diampuni dan memastikan anda masuk surga! Saya tambahkan GURU saya juga berucap “Orang orang berTUHAN yang mati sesungguhnya tidaklah mati, mereka tetap hidup…”

Kisah Nenek Pemungut Daun

Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.

Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang.

Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapu sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. “Jika kalian kasihan kepadaku,” kata nenek itu, “Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya.” Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa. Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup. Sekarang ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu.

“Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai,” tuturnya. “Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya.“

Kisah ini saya dengar dari Kiai Madura yang bernama Zawawi Imran, membuat bulu kuduk saya merinding. Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Allah swt. Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Allah. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat semua alam selain Rasulullah SAW?

09 November 2009

Hukum Gambar Makhluk Bernyawa

Hukum Gambar Makhluk Bernyawa
Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husen Al-Atsariyyah
Sakinah, Mutiara Kata, 09 - April - 2006, 09:06:12


Bagian 1
Tanpa disadari, banyak keseharian kita yang dikelilingi hal-hal yang bertentangan dengan syariat. Salah satunya adalah dipajangnya gambar atau patung makhluk bernyawa di rumah kita. Foto keluarga hingga tokoh atau artis idola telah menjadi sesuatu yang sangat lazim dijumpai di rumah-rumah kaum muslimin. Bagaimana kita menimbang masalah ini dengan kacamata syariat?

Saudariku muslimah ….
Di rumah kita mungkin masih banyak bentuk/ gambar makhluk hidup, baik gambar dua dimensi ataupun tiga dimensi berupa patung, relief, dan semisalnya. Gambar–gambar itu seolah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan kita, karena di mana-mana kita senantiasa menjumpainya. Di dinding rumah ada kalender bergambar fotomodel dengan pose seronok. Di tempat yang sama, ada lukisan foto keluarga. Di atas buffet, ada foto si kecil yang tertawa ceria. Di ruang tamu ada patung pahatan dari Bali.
Sedikit ke ruang tengah ada ukiran Jepara berbentuk burung-burung. Lebih jauh ke ruang keluarga ada lukisan bergambar manusia ataupun hewan. Begitu pula di kamar, di dapur bahkan di teras rumah, atau jauh di halaman ada patung dua ekor singa besar di kanan dan kiri pintu gerbang menyambut kehadiran anggota keluarga ataupun tamu yang hendak masuk rumah, seolah-olah merupakan patung selamat datang atau bahkan diyakini sebagai penjaga rumah dari marabahaya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Belum lagi koleksi album foto keluarga, handai taulan, teman dan sahabat bertumpuk di meja tamu. Belum terhitung koran, majalah1, tabloid yang penuh dengan gambar dan lukisan dari yang sopan sampai yang paling tidak bermoral. Ini baru cerita di rumah kita, di rumah saudara, dan tetangga kita. Belum di tempat-tempat lain seperti di sekolah, di kantor, di toko, di perpustakaan, di pasar, di kampus, dan sebagainya. Benar-benar musibah yang melanda secara merata, wallahu al-musta’an.
Saudariku muslimah…
Kenapa kita katakan tersebarnya gambar tersebut sebagai musibah? Karena di sana terdapat pelanggaran terhadap aturan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam, menyimpang dan berpaling dari hukum yang diturunkan dari langit. Untuk lebih memperjelas permasalahan ini, kami nukilkan secara ringkas (dan bersambung) beberapa pembahasan berikut dalil yang disebutkan Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abu Abdurrahman Muqbil bin Hadi Al-Wadi‘i rahimahullahu dalam kitabnya yang sangat berharga Hukmu Tashwir Dzawatil Arwah yang bisa kita maknakan dalam bahasa kita “Hukum Gambar/ Menggambar Makhluk Yang Memiliki Ruh.”
Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa yang dimaksud gambar bernyawa/ mempunyai ruh di sini adalah gambar manusia dan hewan. Adapun gambar pohon dan benda-benda mati lainnya tidaklah terlarang dan tidak masuk dalam ancaman yang disebutkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Perintah Menghapus Gambar Makhluk yang Bernyawa
‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu berkata kepada Abul Hayyaj Al-Asadi: “Maukah aku mengutus-mu dengan apa yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutusku? (Beliau mengatakan padaku):

أَلاَّ تَدَع تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ

“Janganlah engkau membiarkan gambar kecuali engkau hapus dan tidak pula kubur yang ditinggikan kecuali engkau ratakan.”2
Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma berkata: “Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat ada gambar-gambar di dalam Ka’bah, beliau tidak mau masuk ke dalamnya sampai beliau memerintahkan agar gambar tersebut dihapus. Dan beliau melihat gambar Nabi Ibrahim dan Isma’il 'alaihimassalam di mana di tangan keduanya ada azlam (batang anak panah yang digunakan oleh orang-orang jahiliyyah untuk mengundi guna menentukan perkara/ urusan mereka). Beliau bersabda:

قَاتَلَهُمُ اللهُ! وَاللهِ إِنِ اسْتَقْسَمَا بِاْلأَزْلاَمِ قَطُّ

“Semoga Allah memerangi mereka! Demi Allah, keduanya sama sekali tidak pernah mengundi nasib dengan azlam.”3
Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masuk kota Makkah pada hari Fathu Makkah, beliau dapatkan di sekitar Ka’bah ada 360 patung/ berhala, maka mulailah beliau menusuk patung-patung tersebut dengan kayu yang ada di tangan beliau seraya berkata:

جَاءَ الَحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ, جَاءَ الْحَقُّ وَمَا يُبْدِئُ الْبَاطِلُ وَمَا يُعِيْدُ

“Telah datang al-haq (kebenaran) dan musnahlah kebatilan. Telah datang al-haq dan kebatilan itu tidak akan tampak dan tidak akan kembali.”4

Larangan Membuat Gambar
Jabir radhiallahu 'anhu berkata:

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الصُّوْرَةِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذلِكَ

“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang mengambil gambar (makhluk hidup) dan memasukkannya ke dalam rumah dan melarang untuk membuat yang seperti itu.”5

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam Melaknat Pembuat/ Pelukis Gambar Makhluk yang Bernyawa
‘Aun bin Abi Juhaifah mengabarkan dari ayahnya bahwa ayahnya berkata:

إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الدَّم وَثَمَنِ الْكَلْبِ وَكَسْبِ الأَمَة. وَلَعَنَ الْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ, وَآكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَلَعَنَ الْمُصَوِّرَ

“Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang dari harga darah, harga anjing6, dan dari penghasilan budak perempuan (yang disuruh berzina). Beliau melaknat wanita yang membuat tato dan wanita yang minta ditato, demikian juga pemakan riba dan orang yang mengurusi riba. Sebagaimana beliau melaknat tukang gambar.”7

Gambar Bisa Disembah oleh Pengagungnya
‘Aisyah radhiallahu 'anha mengabarkan: “Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang sakit, sebagian istri-istri beliau8 ada yang bercerita tentang sebuah gereja bernama Mariyah yang pernah mereka lihat di negeri Habasyah. Mereka menyebutkan keindahan gereja tersebut dan gambar-gambar yang ada di dalamnya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pun mengangkat kepalanya seraya berkata:

أُوْلئِكَ إِذَا مَاتَ مِنْهُمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلى قَبْرِهِ مَسْجِدًا, ثُمَّ صَوَّرُوا فِيْهِ تِلْكَ الصُّوْرَة, أُوْلئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللهِ

“Mereka itu, bila ada seorang shalih di kalangan mereka yang meninggal dunia, mereka membangun masjid/ rumah ibadah di atas kuburannya. Kemudian mereka membuat gambar-gambar itu di dalam rumah ibadah tersebut. Mereka itulah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah.8

Semua Pembuat/ Pelukis Gambar Makhluk Bernyawa Tempatnya di Neraka
Seseorang pernah datang menemui Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma. Orang itu berkata: “Aku bekerja membuat gambar-gambar ini, aku mencari penghasilan dengannya.” Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma berkata: “Mendekatlah denganku.” Orang itupun mendekati Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma. Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma berkata: “Mendekat lagi.” Orang itu lebih mendekat hingga Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma dapat meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut, lalu berkata: “Aku akan beritakan kepadamu dengan hadits yang pernah aku dengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku mendengar beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ

“Semua tukang gambar itu di neraka. Allah memberi jiwa/ ruh kepada setiap gambar (makhluk hidup) yang pernah ia gambar (ketika di dunia). Maka gambar-gambar tersebut akan menyiksanya di neraka Jahannam.”
Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma berkata kepada orang tersebut: “Jika kamu memang terpaksa melakukan hal itu (bekerja sebagai tukang gambar) maka buatlah gambar pohon dan benda-benda yang tidak memiliki jiwa/ ruh.”9
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً فِي الدُّنْيَا كُلِّفَ أَنْ يَنْفُخَ فِيْهَا الرُّوْحَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, وَلَيْسَ بِنَافِخٍ

“Siapa yang membuat sebuah gambar (makhluk hidup) di dunia, ia akan dibebani untuk meniupkan ruh kepada gambar tersebut pada hari kiamat, padahal ia tidak bisa meniupkannya.”10
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu menerangkan bahwa pembuat gambar makhluk hidup mendapatkan cercaan yang keras dengan diberi ancaman berupa hukuman yang ia tidak akan sanggup memikulnya, karena mustahil baginya untuk meniupkan ruh pada gambar-gambar yang dibuatnya. Ancaman yang seperti ini lebih mengena untuk mencegah dan menghalangi orang dari berbuat demikian serta menghentikan pelakunya agar tidak terus melakukan perbuatan tersebut. Adapun orang yang membuat gambar makhluk bernyawa karena menghalalkan perbuatan tersebut maka ia akan kekal di dalam azab. (Fathul Bari, 10/484)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Faedah: Asy-Syaikh Abdurrahman Al-’Adni berkata: “Masalah: membeli majalah dan koran yang di dalamnya ada gambar (makhluk hidup). Dalam hal ini ada dua jenis: Pertama, majalah dan koran pornografi, di mana gambar di dalamnya merupakan hal inti (yang diinginkan), yang bertujuan untuk membuat fitnah; Kedua, majalah dan koran yang berisi berita harian biasa dan berita politik. Jenis yang pertama, tidak boleh memperjualbelikannya dan ini merupakan keharaman yang nyata. Adapun jenis kedua, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahumallah mengatakan tidak mengapa membeli majalah dan koran yang seperti ini, dan gambar di sini bukanlah hal yang diinginkan ketika membelinya.” (Lihat Syarhul Buyu’ war Riba min Kitab Ad-Darari hal. 21, ed)
2 HR. Muslim no. 2240, kitab Al-Jana`iz, bab Al-Amr bi Taswiyatil Qabr
3 HR. Al-Bukhari no. 3352, kitab Ahaditsul Anbiya‘, bab Qaulullahi ta’ala: Wattakhadzallahu Ibrahima Khalila
4 HR. Al-Bukhari no. 4287, kitab Al-Maghazi, bab Aina Rakazan Nabiyyu Ar-Rayah Yaumal Fathi dan Muslim no. 4601, kitab Al-Jihad was Sair, bab Izalatul Ashnam min Haulil Ka’bah
5 HR. At-Tirmidzi no. 1749, kitab Al-Libas ‘An Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bab Ma Ja`a fish Shurah. Dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam Hukmu Tashwir, hal. 17
6 Larangan memperjualbelikan darah dan anjing.
7 HR. Al-Bukhari no. 2238, kitab Al-Buyu’, bab Tsamanul Kalb
8 Yakni Ummu Salamah dan Ummu Habibah radhiallahu 'anhuma yang pernah berhijrah ke Habasyah.
8 HR. Al-Bukhari no. 1341, kitab Al-Jana`iz, bab Bina‘ul Masajid ‘alal Qabr dan Muslim no. 1181, kitab Al-Masajid wa Mawadhi’ush Shalah, bab An-Nahyu ‘an Bina‘il Masajid ‘alal Qabr wat Tikhadzish Shuwar
9 HR. Muslim no. 5506, kitab Al-Libas waz Zinah, bab Tahrimu Tashwiri Shuratil Hayawan …
10 HR. Al-Bukhari no. 5963, kitab Al-Libas, bab Man Shawwara Shurawan Kullifa Yaumal Qiyamah An Yunfakhu fihar Ruh dan Muslim no. 5507, kitab Al-Libas waz Zinah, bab Tahrimu Tashwiri Shuratil Hayawan …


Bagian 2
Dalam edisi lalu telah disebutkan sejumlah dalil yang menujukkan keharaman gambar makhluk bernyawa yakni manusia dan hewan. Berikut kelanjutannya.

Saudariku Muslimah… semoga Allah memberi taufiq kepada kami dan kepadamu…
Dalam edisi yang lalu kita telah mengetahui beberapa dalil1 yang menunjukkan larangan menggambar makhluk hidup, dalam hal ini gambar manusia dan hewan, baik dua dimensi maupun tiga dimensi. Serta tidak bolehnya menyimpan gambar-gambar tersebut karena syariat justru memerintahkan agar gambar-gambar itu dihapus/ dihilangkan. Dan sebenarnya cukuplah laknat dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beserta ancaman neraka untuk menghentikan para pembuat gambar makhluk hidup, pelukis, pemahat dan pematung dari perbuatan mereka. Kalaupun terpaksa tetap pada profesi/ pekerjaannya, mereka harus menghindari membuat gambar/ patung/ pahatan makhluk bernyawa. Ketika seorang pembuat gambar berkata kepada Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma: “Aku bekerja membuat gambar-gambar ini, aku mencari penghasilan dengannya.” Maka Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma berkata kepadanya: “Mendekatlah kepadaku.” Orang itupun mendekati Ibnu ‘Abbas. Ibnu ‘Abbas berkata lagi: “Mendekat lagi.” Orang itu lebih mendekat hingga Ibnu ‘Abbas dapat meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut, lalu berkata: “Aku akan beritakan kepadamu dengan hadits yang pernah aku dengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku mendengar beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ, يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ

“Semua tukang gambar (makhluk bernyawa) itu di neraka. Allah memberi jiwa/ ruh kepada setiap gambar (makhluk hidup) yang pernah ia gambar (ketika di dunia), maka gambar-gambar tersebut akan menyiksanya di neraka Jahannam.”
Kemudian, setelah menyampaikan hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma menasehatkan: “Jika kamu memang terpaksa melakukan hal itu (bekerja sebagai tukang gambar), maka buatlah gambar pohon dan benda-benda yang tidak memiliki jiwa/ruh.”2
Dalil berikut ini lebih mempertegas lagi haramnya gambar makhluk bernyawa: ‘Aisyah radhiallahu 'anha berkata: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam datang dari safar (bepergian jauh) sementara saat itu aku telah menutupi sahwah3ku dengan qiram (kain tipis berwarna-warni) yang berlukis/ bergambar. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melihatnya, beliau menyentakkannya hingga terlepas dari tempatnya seraya berkata:

أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِيْنَ يُضَاهُوْنَ بِخَلْقِ اللهِ

“Manusia yang paling keras siksaan yang diterimanya pada hari kiamat nanti adalah mereka yang menandingi (membuat sesuatu yang menyerupai) ciptaan Allah.”
Kata Aisyah: “Maka kami pun memotong-motong qiram tersebut untuk dijadikan satu atau dua bantal.”4
Dalam riwayat berikut disebutkan bentuk gambar itu, seperti yang diberitakan ‘Aisyah radhiallahu 'anha:

قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ سَفَرٍ, وَقَدْ سَتَرْتُ عَلَى بَابِي دُرْنُوْكًا فِيْهِ الْخَيْلُ ذَوَاتُ اْلأَجْنِحَةِ, فَأَمَرَنِي فَنَزَعْتُهُ

“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam datang dari safar sementara aku menutupi pintuku dengan durnuk (tabir dari kain tebal berbulu, seperti permadani yang dipasang di dinding, –pent.), yang terdapat gambar kuda-kuda yang memiliki sayap. Maka beliau memerintahkan aku untuk mencabut tabir tersebut, maka akupun melepasnya.”5
Masih hadits 'Aisyah radhiallahu 'anha,ia mengabarkan pernah membeli namruqah6 bergambar makhluk bernyawa. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri di depan pintu dan tidak mau masuk ke dalam rumah. "Aisyah pun berkata: “Aku bertaubat kepada Allah, apa dosaku?” Nabi berkata: “Untuk apa namruqah ini?” Aku menjawab: “Untuk engkau duduk di atasnya dan bersandar dengannya.”
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, يُقَالُ لَهُمْ: أَحْيُوْا مَا خَلَقْتُمْ, وَإِنَّ الْمَلائِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيْهِ الصُّوْرَة

“Sesungguhnya pembuat gambar-gambar ini akan diazab pada hari kiamat, dikatakan kepada mereka: ‘Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan, dan sungguh para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada gambar’.”7
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu menyebutkan bahwa Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam Shahih-nya mengisyaratkan, kedua hadits di atas8 tidaklah saling bertentangan bahkan satu dengan lainnya bisa dikumpulkan. Karena bolehnya memanfaatkan bahan yang bergambar (makhluk bernyawa) untuk diinjak atau diduduki9 tidak berarti boleh duduk di atas gambar. Maka bisa jadi yang dijadikan bantal oleh Aisyah radhiallahu 'anha adalah pada bagian qiram yang tidak ada gambarnya. Atau gambar makhluk hidup pada qiram tersebut telah terpotong kepalanya atau terpotong pada bagian tengah gambar sehingga tidak lagi berbentuk makhluk hidup, maka Nabi pun tidak mengingkari apa yang dilakukan Aisyah radhiallahu 'anha. (Fathul Bari, 10/479)
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu berkata: “Dalil-dalil ini menunjukkan haramnya seluruh gambar makhluk bernyawa, baik yang memiliki bayangan (tiga dimensi) atau tidak memiliki bayangan (dua dimensi). Hadits qiram menunjukkan haramnya gambar makhluk hidup yang tidak memiliki bayangan. Demikian pula perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menghapus gambar-gambar yang ada di dinding Ka'bah, maka gambar-gambar tersebut dihapus dengan menggunakan kain perca dan air.”
Beliau rahimahullahu juga berkata: “Lebih utama bila rumah dibersihkan dari gambar-gambar yang dihinakan sekalipun (seperti gambar yang ada di keset, yang diinjak-injak oleh kaki-kaki manusia) agar malaikat tidak tercegah/tertahan untuk masuk ke dalam rumah. Dan juga Nabi memerintahkan agar gambar-gambar yang ada pada namruqah dipotong, dan bisa jadi gambar-gambar yang ada pada hamparan itu telah terpotong gambarnya sehingga bentuknya menjadi seperti pohon.” (Hukmu Tashwir, hal. 31)
Abu Hurairah radhiallahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Jibril datang menemuiku, beliau berkata: ‘Sesungguhnya aku semalam mendatangimu, namun tidak ada yang mencegahku untuk masuk ke rumah yang engkau berada di dalamnya melainkan karena di pintu rumah itu ada patung laki-laki, dan di dalam rumah itu ada qiram bergambar yang digunakan sebagai penutup, di samping itu pula di rumah tersebut ada seekor anjing. Maka perintahkanlah kepada seseorang agar kepala patung yang ada di pintu rumah itu dipotong sehingga bentuknya seperti pohon, perintahkan pula agar kain penutup itu dipotong-potong untuk dijadikan dua bantal yang bisa dibuat pijakan, dan juga perintahkan agar anjing itu dikeluarkan’.” Rasulullah pun melaksanakan instruksi Jibril tersebut. (HR. At-Tirmidzi no. 2806, kitab Al-Libas 'an Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bab Ma Ja`a Annal Malaikah la Tadkhulu Baitan fihi Shurah wa la Kalb, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami`ush Shahih, 4/319)
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma berkata: “Gambar itu dikatakan hidup bila memiliki kepala. Maka jika kepalanya dipotong tidak lagi teranggap gambar hidup.”
Riwayat mauquf10 ini dibawakan Al-Baihaqi rahimahullahu dalam Sunan-nya (7/270) dan isnadnya shahih sampai Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, kata Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu.11 (Hukmu Tashwir, hal. 55)

Gambar Makhluk Hidup untuk Kepentingan Belajar Mengajar
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu berkata: “Pendapat yang membolehkan gambar untuk kepentingan pengajaran tidaklah ada dalilnya. Bahkan hadits tentang dilaknatnya tukang gambar yang telah lewat penyebutannya sudah meliputi hal ini. Dan juga bila hal ini dibolehkan akan menumbuhkan sikap meremehkan perbuatan maksiat tashwir (membuat gambar) di jiwa para pelajar. Sehingga mereka akan meniru perbuatan tersebut yang berakibat mereka bersiap-siap menghadapi laknat Allah bila mereka belum baligh dan mereka dilaknat bila sudah baligh. Mereka akan menolong perbuatan maksiat bahkan akan membelanya. Bila demikian, di manakah rasa tanggung jawab (para pendidik)? Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya.”12

مَا مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً فلَمْ يَحُطْهَا بِنُصْحِهِ إِلاَّ لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ الْجَنّةَ

“Tidak ada seorangpun yang dijadikan sebagai pemimpin oleh Allah namun dia tidak memimpin rakyatnya tersebut dengan penuh nasihat (tidak mengemban amanah dengan baik malah berkhianat kepada rakyatnya, –pent.) melainkan sebagai ganjarannya dia tidak akan mendapatkan (mencium) wanginya surga.”13
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sungguh sangat memperhatikan pendidikan anak-anak dengan tarbiyyah diniyyah (pendidikan agama). Beliau pernah bersabda:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak itu dilahirkan di atas fithrah, maka kedua ibu bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”14
Beliau juga bersabda dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkannya dari Rabbnya:

إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِيْ حُنَفَاءَ فَاجْتَالَتْهُمُ الشَّيَاطِيْنُ

“(Allah berfirman:) sesungguhnya Aku menciptakan hamba-Ku dalam keadaan hanif15 lalu setan membawa pergi/ mengalihkan mereka (dari kelurusannya).”16
Dengan demikian haram bagi guru/ pendidik dan bagi pemerintah/ penguasa untuk memberi kesempatan dan kemungkinan bagi para pelajar untuk menggambar (makhluk hidup). (Hukmu Tashwir, hal. 34-35)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Sebagaimana kami nyatakan dalam edisi yang lalu, tulisan ini kami susun dengan menukil secara ringkas dari kitab Hukmu Tashwir Dzawatil Arwah karya Asy-Syaikh Al-Muhaddits negeri Yaman, Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i‘ rahimahullahu, pada beberapa tempat dari pembahasan beliau, yakni tidak secara keseluruhan. Karena maksud kami adalah menyampaikan secara ringkas untuk pembaca yang budiman. Wabillahi at-taufiq.
2 HR. Muslim no. 5506, kitab Al-Libas waz Zinah, bab Tahrimu Tashwiri Shuratil Hayawan …
3 Ada beberapa makna yang disebutkan tentang Sahwah. Namun yang lebih tepat, wallahu a‘lam, sahwah yang dimaukan ‘Aisyah dalam haditsnya adalah rumah kecil yang posisinya melandai ke tanah dan tiangnya tinggi seperti almari kecil tempat menyimpan barang-barang. Di atas pintu rumah kecil inilah ‘Aisyah menggantungkan tirainya. Demikian penjelasan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu dalam Fathul Bari (10/475)
4 HR. Al-Bukhari no. 5954, kitab Al-Libas, bab Ma Wuthi’a minat Tashawir dan Muslim no. 5494, kitab Al-Libas waz Zinah, bab Tahrimu Tashwiri Shuratil Hayawan ….
Disebutkan pula dalam Ash-Shahihain bahwa Nabi menjadikan bantal tersebut sebagai alas duduk beliau di rumah atau sebagai sandaran
5 HR. Al-Bukhari no. 5955 dan Muslim no. 5489, dalam kitab dan bab yang sama dengan di atas.
6 Namruqah adalah bantal-bantal yang dijejer berdekatan satu dengan lainnya atau bantal yang digunakan untuk duduk. (Fathul Bari, 10/478)
7 HR. Al-Bukhari no. 5957, kitab Al-Libas, bab Man Karihal Qu‘ud ‘alash Shuwar dan Muslim no. 5499.
8 Yaitu hadits yang menyebutkan bahwa 'Aisyah radhiallahu 'anha memotong-motong qiramnya menjadi satu atau dua bantal dan hadits yang menyebutkan pengingkaran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap perbuatan Aisyah radhiallahu 'anha yang membeli namruqah (bantal-bantal) untuk tempat duduk beliau. Hadits pertama menunjukkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mau menggunakan bantal yang dibuat dari potongan-potongan kain bergambar sedangkan hadits kedua menunjukkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sama sekali tidak mau menggunakan bantal-bantal yang dibeli Aisyah radhiallahu 'anha karena ada gambar padanya.
9 Seperti dijadikan bantal duduk atau keset/ lap kaki.
10 Ucapan, perbuatan atau penetapan (taqrir) dari shahabat
11 Adapun hadits yang marfu‘ (sampai kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) dengan lafadz seperti ini tidak ada yang shahih, bahkan dhaif jiddan (lemah sekali) (Hukmu Tashwir, hal. 54)
12 HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Umar radhiallahu 'anhu
13 HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ma’qil bin Yasar radhiallahu 'anhu
14 HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu
15 Lurus hanya tunduk kepada Allah, tidak cenderung kepada syirik dan maksiat lainnya.
16 HR. Muslim dari ‘Iyadh bin Himar Al-Mujasyi‘i


Bagian 3
Tema gambar, lukisan, atau patung makhluk bernyawa memang salah satu permasalahan yang membutuhkan pembahasan yang panjang. Edisi kali ini pun masih menyinggung hal tersebut. Ini dilakukan agar permasalahan menjadi lebih jelas dan tidak menumbuhkan keraguan di hati anda, pembaca.

Saudariku, dalam edisi yang lalu kita telah mengetahui larangan menggambar makhluk bernyawa dan menyimpannya. Pembahasan edisi inipun masih menyinggung tentang gambar makhluk bernyawa sehingga diharapkan permasalahan menjadi lebih gamblang lagi.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata: “Teman-teman kami (dari madzhab Syafi’iyyah, –pent.) dan selain mereka berkata: Menggambar makhluk yang bernyawa haram dengan sebenar-benarnya keharaman, termasuk dosa besar, karena diancam dengan ancaman yang keras sebagaimana tersebut dalam hadits-hadits. Baik orang yang membuat gambar itu bertujuan merendahkannya ataupun selainnya, perbuatannya tetap saja dihukumi haram, apapun keadaannya. Karena perbuatan demikian menandingi ciptaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Baik gambar itu dibuat pada kain/ baju, hamparan/ permadani, dirham atau dinar, uang, bejana, tembok/ dinding, dan selainnya. Adapun menggambar pohon, pelana unta dan selainnya yang tidak mengandung gambar makhluk bernyawa, tidaklah diharamkan. Ini hukum gambar itu sendiri. Adapun mengambil gambar makhluk bernyawa untuk digantung di dinding, pada pakaian yang dikenakan, atau pada sorban dan semisalnya yang tidak terhitung direndahkan (bukan untuk diinjak-injak atau diduduki misalnya, –pent.) maka hukumnya haram. Bila gambar itu ada pada hamparan yang diinjak, pada bantalan dan semisalnya yang direndahkan maka tidaklah haram.”1
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu melanjutkan: “Tidak ada perbedaan dalam hal ini antara gambar yang memiliki bayangan dengan yang tidak memiliki bayangan (dua atau tiga dimensi, –pent.). Demikianlah kesimpulan madzhab kami dalam masalah ini. Jumhur ulama dari kalangan shahabat, tabi’in dan orang-orang setelah mereka juga berpendapat yang semakna dengan ini. Pendapat ini dipegangi Ats-Tsauri, Malik, Abu Hanifah, dan selain mereka.”
Az-Zuhri rahimahullahu menyatakan bahwa larangan menggambar ini umum, demikian pula penggunaannya, baik gambar itu berupa cap/ stempel/ lukisan pada baju/ kain ataupun bukan stempel. Baik gambar itu di dinding, kain, pada hamparan yang direndahkan (misal: permadani, red.), ataupun yang tidak direndahkan, sebagai pengamalan dzahir hadits, terlebih lagi hadits namruqah yang disebutkan Al-Imam Muslim. Ini pendapat yang kuat, kata Al-Imam An-Nawawi. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 14/307-308)
Dalam masalah gambar yang berupa stempel/ lukisan pada kain, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu menguatkan pendapat yang menyatakan jika gambar tersebut utuh dan jelas bentuknya maka haram. Namun jika gambar itu dipotong kepalanya, atau terpisah-pisah bagian tubuhnya maka boleh. (Fathul Bari, 10/480)2

Malaikat Tidak Masuk ke dalam Rumah yang Ada Gambar Makhluk Hidupnya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَدْخُلُ الْمَلائِكَةُ بَيْتًا فِيْهِ كَلْبٌ وَلاَ تَصَاوِيْرُ

“Malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar-gambar.”3
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata: “Ulama berkata: Faktor penyebab terhalangnya mereka (para malaikat) untuk masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat gambar adalah karena membuat dan menyimpan gambar merupakan perbuatan maksiat, perbuatan keji, dan menandingi ciptaan Allah Subhanahu wa Ta'ala serta di antara gambar itu ada yang diibadahi selain ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Adapun sebab tercegahnya para malaikat itu untuk masuk rumah yang di dalamnya terdapat anjing karena anjing itu banyak memakan benda-benda yang najis. Dan juga di antara anjing itu ada yang dinamakan setan sebagaimana disebutkan dalam hadits.4 Sementara malaikat adalah lawan setan. Di samping itu, anjing memiliki aroma tidak sedap sedangkan malaikat tidak menyukai bau yang busuk, dan ada larangan dalam syariat ini untuk memelihara anjing5. Maka orang yang memelihara anjing di dalam rumahnya diberikan hukuman dengan diharamkannya para malaikat untuk masuk ke dalam rumahnya. Juga terhalang dari mendapatkan shalawat dan istighfar para malaikat, berikut keberkahannya dan penolakannya dari gangguan setan. Malaikat yang tidak masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada anjing atau gambar ini adalah malaikat yang berkeliling menyampaikan rahmah, barakah, dan mendoakan istighfar. Adapun malaikat hafazhah tetap masuk ke dalam semua rumah dan tidak pernah meninggalkan anak Adam dalam segala keadaan. Karena mereka diperintahkan untuk menghitung amalan anak Adam dan mencatatnya. Al-Khaththabi berkata: ‘Para malaikat itu hanyalah tidak masuk ke dalam rumah yang ada anjing atau gambar yang memang diharamkan. Adapun yang tidak diharamkan seperti anjing pemburu, anjing yang ditugasi menjaga sawah ladang dan hewan ternak, atau gambar yang dihinakan/ direndahkan yang ada di hamparan, bantal dan selainnya (yang diinjak/ diduduki), maka tidaklah mencegah masuknya para malaikat.’
Al-Qadhi mengisyaratkan semisal apa yang dikatakan Al-Khaththabi. Namun yang dzahir, ini meliputi seluruh anjing dan seluruh gambar makhluk hidup. Para malaikat tercegah untuk masuk karenanya, disebabkan hadits-hadits yang ada dalam masalah ini mutlak (tidak disebutkan adanya pengecualian atau pengkhususan, –pent.) Dan juga anjing kecil yang pernah ada di dalam rumah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tersembunyi di bawah tempat tidur. Ini merupakan udzur/ alasan yang besar tentunya, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengetahuinya. Namun ternyata tetap mencegah malaikat Jibril 'alaihissalam untuk masuk ke rumah beliau. Seandainya udzur/ alasan adanya gambar dan anjing bisa diterima sehingga tidak mencegah masuknya para malaikat, niscaya malaikat Jibril pun tidak tercegah untuk masuk, wallahu a’lam.” (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 14/309-310)

Mainan Anak-anak
Dikecualikan dari larangan mengambil gambar ini adalah mainan anak-anak/ boneka yang terbuat dari bulu/ wol dan kain, kata Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu6, dengan dalil berikut ini:
Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz radhiallahu 'anha berkata: “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim utusan pada pagi hari ‘Asyura` (10 Muharram) ke kampung-kampung Anshar untuk mengumumkan:

مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيَصُمْ

“Siapa yang berpagi hari (di hari ini) dalam keadaan berbuka (tidak puasa) maka hendaklah ia sempurnakan sisa harinya (dengan berpuasa) dan siapa yang berpagi hari dalam keadaan puasa maka hendaklah ia terus puasa.”
Ar-Rubayyi’ berkata:

فَكُنَّا نَصُوْمُهُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا وَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حَتَّى يَكُوْنَ عِنْدَ اْلإِفْطَارِ

“Kami pun puasa pada hari ‘Asyura` tersebut dan melatih anak-anak kami untuk puasa. Kami membuatkan untuk mereka mainan anak-anakan (boneka) dari bulu/ wol. Bila salah seorang dari mereka menangis minta makan, kami memberikan mainan tersebut kepadanya, demikian sampai saatnya berbuka puasa.”7
‘Aisyah radhiallahu 'anha berkisah:

أَنَّهَا كَانَتْ تَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَتْ: وَكَانَتْ تَأْتِيْنِي صَوَاحِبِيْ فَكُنَّ يَنْقَمِعْنَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَتْ: فَكاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ

“Ia biasa bermain boneka anak perempuan di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia berkata: ‘Teman-teman kecilku biasa datang untuk bermain bersamaku. Namun bila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam datang, mereka sembunyi (karena segan dan malu kepada beliau) dan beliau pun menggiring mereka kepadaku’.”8
Al-Qadhi ‘Iyadh berkata: “Dalam hadits ini menunjukkan bolehnya bermain boneka/ anak-anakan.” Beliau juga mengatakan: “Boneka/ anak-anakan dikhususkan dari pelarangan yang ada dalam hadits ini, dan juga karena ingin memberikan pendidikan dini kepada wanita dalam mengatur perkara diri mereka, rumah, dan anak-anak mereka (kelak).” (Al-Minhaj, 15/200)
Demikian saudariku, penjelasan yang dapat kami bawakan untukmu sebagai nasehat bagimu berkaitan dengan gambar makhluk bernyawa. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Nampaknya An-Nawawi membolehkan membiarkan gambar tanpa dipotong asalkan tidak dipajang, yakni dihinakan seperti pada karpet dan sejenisnya (ed). Menurut penulis, tentunya setelah gambarnya tidak lagi utuh tapi dipotong-potong. Lihat pembahasan masalah ini dalam edisi yang lalu ketika Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu mendudukkan dua hadits Aisyah radhiallahu 'anha yang seakan bertentangan.
2 Namun bila masih ada kepalanya, maka tetap tidak boleh, karena Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Gambar itu dikatakan hidup bila memiliki kepala...” Lihat edisi 22, halaman 94. (ed)
3 HR. Al-Bukhari no. 5949 kitab Al-Libas, bab At-Tashawir dan Muslim no. 5481, 5482 kitab Al-Libas, bab Tahrim Tashwir Shurah Al-Hayawan…
4 Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
الْكَلْبُ اْلأَسْوَدُ شَيْطَانٌ
“Anjing hitam itu setan.” (HR. Muslim no. 1137, kitab Ash-Shalah, bab Qadru Ma Yasturul Mushalli)
5 Kecuali anjing pemburu dan anjing yang dilatih untuk tugas khusus.
6 Dalam kitabnya Hukmu Tashwir Dzawatil Arwah, hal. 59
7 HR. Al-Bukhari no. 1960 kitab Ash-Shaum, bab Shaumush Shibyan dan Muslim no. 2664 kitab Ash-Shiyam, bab Man Akala fi `Asyura` Falyakuffa Baqiyyata Yaumihi
8 HR. Muslim no. 6237 kitab Fadha`ilush Shahabah, bab Fi Fadhli `Aisyah radhiallahu 'anhu

07 November 2009

KEMUDAHAN SHOLAT

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Tidak bisa dipungkiri, sholat dianggap oleh kebanyakan dari umat Islam sebagai sebuah ritual yang sangat berat untuk dikerjakan apalagi untuk melengkapinya sejumlah lima waktu seperti yang diperintahkan oleh Allah melalui Nabi-Nya.; Belum lagi dengan banyaknya syarat-syarat yang ditetapkan oleh para ulama sehingga sholat dirasakan semakin kompleks dan penuh aturan. Padahal sebenarnya ajaran Islam tidak rumit apalagi bersifat memberatkan umatnya.
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menginginkan kesukaran bagimu - Qs. 2 al-Baqarah : 185
Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya - Qs. 6 al-an’aam: 152
Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, sabdanya : sesungguhnya Islam itu mudah ; dan barang siapa yang memperberatnya, ia akan dikalahkan oleh agamanya - Hadis Riwayat Bukhari
Islam sebagai agama wahyu merupakan ajaran rasional, tidak bertentangan dengan fitrah manusia yang diciptakan oleh Yang Maha pembuat wahyu itu sendiri.; karenanya, pembuat mobil Kijang tentu tidak akan memberikan buku petunjuk (manual book) untuk mobil Sedan, demikian juga sebaliknya.
Begitulah Islam, dia diturunkan oleh Allah yang menciptakan manusia, maka bagaimana mungkin Allah akan menurunkan buku petunjuk berisi pedoman yang tidak sesuai dengan karakteristik manusia itu sendiri ?
Sesuai isi hadis diatas, Nabi berpesan agar manusia tidak memperberat ajaran Islam sebab hanya akan membuat manusia itu dikalahkan oleh agama. Dimana akhirnya tidak akan ada amal yang sempat diperbuat oleh simanusia itu sendiri karena dia selalu memandang semua perintah agama itu sulit dan berat untuk dilakukan sehingga akhirnya tidak ada satupun kewajiban agama yang dijalankannya. Perintah sholat salah satu kewajiban yang memiliki banyak kemudahan dalam praktek pengamalannya, berikut beberapa poin penting kemudahan tersebut :
1.Jika saat waktu sholat tiba namun mata mengantuk, maka lebih utama untuk menundanya setelah bangun dari tidur :

Dari ‘Aisyah : Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : ‘Apabila seseorang dari kamu mengantuk dan dia hendak sholat maka tidurlah sampai kantuknya hilang. Karena apabila seseorang sholat dalam keadaan mengantuk, dia tidak sadar, bisa saja dia hendak meminta ampun kepada Tuhan tetapi dia malah memaki dirinya sendiri’- Hadis Riwayat Bukhari
2.Bila memang kita belum melakukan sholat namun ketiduran, maka sholat boleh dikerjakan saat bangun tidurnya :
Dari Abu Qatadah ia berkata : ‘Sahabat-sahabat menceritakan kepada Nabi Saw tentang tertidurnya mereka sebelum sholat, lalu Nabi Saw bersabda : sesungguhnya didalam tidur itu tidak ada kelalaian karena kelalaian itu hanyalah dalam keadaan terjaga karenanya apabila salah seorang diantara kamu lupa sholat atau tertidur maka sholatlah ketika ingat ! ‘ - Hadis Riwayat Nasai dan Tirmidzi
3.Bila bangun kesiangan tetapi sholat subuh belum ditunaikan, tetap syah mengerjakannya meskipun hari sudah tidak lagi subuh :
Dari Abu Rajak dari ‘Auf dari Imran, katanya : Adalah kami pada suatu perjalanan bersama dengan Nabi Saw dan kami berjalan malam hari dan ketika larut malam, tidurlah kami dan tidak ada tidur yang lebih nyenyak dari itu bagi orang musafir tidak ada yang membangunkan kami selain panas matahari.
Nabi Saw apabila beliau tidur tidak dibangunkan sampai beliau bangun sendirinya, kami tidak tahu apa yang sedang terjadi dalam tidurnya. Setelah umar bangun dan dilihatnya apa yang terjadi pada orang banyak (mereka masih tidur sementara matahari telah tinggi) maka umar yang berkepribadian keras lalu bertakbir dan dikeraskannya suaranya membaca takbir itu hingga bangunlah Nabi Saw;
Setelah Nabi bangun, mereka mengadukan kepada Nabi hal kesiangan mereka ; Jawab Nabi : tidak mengapa dan mari kita berangkat !
lalu Nabi berangkat dan setelah berjalan tidak seberapa jauh, Nabi berhenti dan meminta air untuk berwudhu’, lalu Nabi berwudhu’ dan orang banyakpun dipanggil untuk sholat, maka sholatlah Nabi bersama mereka – Hadis Riwayat Bukhari
4.Bila lupa mengerjakan sholat, maka boleh melakukannya setelah ingat.
Dari Anas, dari Nabi Saw sabdanya :’Barang siapa yang lupa mengerjakan sholat maka sholatlah setelah dia ingat tidak ada hukuman baginya selain dari itu dan kerjakanlah sholat untuk mengingat Tuhan.’
- Hadis Riwayat Bukhari
5.Bila tubuh sedang letih, boleh melakukan sholat sambil duduk
Nabi Saw datang kerumah zainab (salah seorang puteri beliau)
Kebetulan disitu ada tali terbentang antara dua tonggak; Nabi bertanya : tali apa ini ? Orang banyak menjawab : tali untuk zainab apabila ia letih mengerjakan sholat berpeganglah ia ditali itu ;
sabda Nabi : Tidak boleh, bukalah !
Hendaklah kamu mengerjakan sholat menurut kesanggupannya ; apabila telah letih, duduklah - Hadis Riwayat Bukhari
6.Bila cuaca sedang panas, bisa menunggu hingga sampai keadaan cuaca mereda
Dari Abu Dzar, ia berkata : ‘Kami pernah bersama Nabi Saw, ketika muadzin hendak azan Zhuhur, Nabi bersabda : Tunggulah sampai dingin ; Kemudian muadzin hendak azan lagi, Nabi bersabda kepadanya : ‘Tunggulah sampai dingin’ ! ; Sehingga kami melihat bayangan bukit, lalu Nabi bersabda : Sesungguhnya panas itu uap neraka, karenanya bila keadaan sangat panas maka akhirkanlah waktu sholat sampai dingin !’ - Hadis Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim
7.Bila saat sholat berbenturan dengan waktu makan, maka boleh mendahulukan makan sebab sholat dalam keadaan lapar sementara makanan sudah siap diatas meja hanya akan membuat pikiran tidak tenang dan konsentrasi sholat menjadi terganggu
Dari ‘Aisyah, bahwa Nabi Saw bersabda : ‘ Apabila akan didirikan sholat, sedangkan makan malam telah dihidangkan maka dahulukanlah makan malam itu’ - Hadis Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim
8.Bila sedang dalam perjalanan, kita boleh menyingkat sholat yang tadinya berjumlah empat raka’at menjadi dua raka’at saja
Dari Ibnu Umar, r.a, katanya : ‘Pernah saya menemani Nabi Saw dan sholat beliau dalam perjalanan tidak lebih dari dua raka’at’
- Hadis Riwayat Bukhari
9.Wanita yang sedang dalam keadaan menstruasi diperbolehkan untuk meninggalkan sholat mereka
Dari ‘Aisyah r.a : … (disingkat -pen) ; Nabi menjawab : ‘Karena itu, apabila datang darah haid, tinggalkan sholat dan bila darah haid itu habis maka mandilah untuk sholat ‘ - Hadis Riwayat Bukhari
10.Boleh mengerjakan sholat dimana saja tanpa harus melakukannya disurau, masjid dan sejenisnya :
Dari Jabir bin Abdullah r.a, katanya : ‘Rasulullah Saw pernah bersabda: dijadikan bumi untukku menjadi alat bersuci dan tempat sujud; karena itu, sholatlah kamu dimana saja kamu mendapati waktu sholat
- Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim
11. Kerjakanlah sholat sesuai kondisi tubuh :
Dari ‘Ali, r.a, katanya : bersabda Nabi Saw : ‘ Sholatlah orang yang sakit dengan berdiri jika ia bisa ; bila tidak mampu maka sholatlah dengan duduk ; jika tidak mampu untuk sujud, isyaratkan saja dengan kepala ; dan dijadikannya sujudnya itu lebih rendah dari ruku’nya ; jika tidak mampu sholat duduk, maka sholatlah sambil berbaring kekanan serta menghadap kiblat; jika tidak mampu juga maka sholatlah dengan menelentang ; sedang kedua kakinya membujur kearah kiblat’
Hadis Riwayat Daruquthni
12. Sholat tidak menghalangi kita untuk tetap menjaga balita
Dari Abu Qatadah al Anshari : Sesungguhnya Rasulullah Saw sholat sambil mendukung Umamah binti zainab binti Rasulullah; apabila Nabi sujud, diletakkannya Umamah itu dan saat ia berdiri didukungnya kembali - Hadis Riwayat Bukhari
Dari Abu Hurairah berkata : Kami Sholat Isya’ beserta Nabi ; Apabila beliau bersujud, Hasan dan Husen melompat atas punggungnya; Karena itu, apabila Nabi mengangkat kepalanya beliau mengangkat Hasan dan Husen dari punggung dengan lembut dan mendudukkannya ke lantai; ketika Nabi kembali sujud, Hasan dan Husen kembali menduduki punggungnya ; demikian keadaan itu berlangsung hingga selesai sholat
sesudah selesai sholat, Nabi mendudukkan salah seorangnya keatas pahanya - Hadis Riwayat Ahmad
13. Meskipun sholat berjemaah itu baik, namun bila sebagai makmum kita datang terlambat padahal imam sudah memulai raka’at sholatnya, tidak perlu berlari mengejar ketinggalan :
Dari Abu Hurairah, katanya : Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda : ‘Apabila kamu mendapati orang telah sholat, janganlah kamu berlari-lari mengejarnya berjalanlah seperti biasa dan hendaklah kamu bersikap tenang diraka’at mana kamu dapatkan, teruskanlah dan mana yang ketinggalan maka sempurnakanlah – Hadis Riwayat Bukhari
14. Hujan dan becek tidak menghalangi sholat
Kata Abu Sa’id al Khudri : ‘Datang awan gelap, maka hujanlah hari sampai bocor atap masjid dan atap itu dari pelepah batang korma ; lalu orang sholat dan kulihat Rasulullah Saw sujud diatas air dan tanah hingga kulihat bekas-bekas tanah dikeningnya – Hadis Riwayat Bukhari
Demikianlah beberapa poin kemudahan yang ada dalam sholat yang sudah diberikan Allah melalui Rasul-Nya dan telah diteladani pula oleh keluarga dan sahabatnya, sehingga tidak ada alasan bagi kita selaku umat Islam untuk melalaikan sholat apalagi sampai membuatnya seolah suatu ritual yang sangat rumit dan tidak manusiawi.
Sholatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku sholat
Hadis Riwayat Ahmad dan Bukhari dari Malik bin al-huwairits

Wassalam

TENTANG SHOLAT

1.SANKSI MENINGGALKAN SHOLAT
Rasulullah SAW. bersabda, "Barangsiapa menjaga shalat, niscaya di muliakan oleh Allah dengan lima kemuliaan" :
1.Allah menghilangkan kesempitan hidupnya
2.Allah hilangkan siksa kubur darinya
3.Allah akan memberikan buku catatan amalnya dengan tangan Zanannya
4.Dia akan melewati jembatan (Shirat) bagaikan kilat
5.Akan masuk syurga tanpa hisab

Dan barangsiapa yang menyepelekan shalat, niscaya Allah akan mengazabnya dengan lima belas siksaan ; enam siksa di dunia, tiga siksaan ketika mati, tiga siksaan ketika masuk liang kubur dan tiga siksaan ketika bertemu dengan Tuhannya (akhirat).

Adapun siksa di dunia adalah :
1.Dicabut keberkahan umurnya
2.Dihapus tanda orang saleh dari wajahnya
3.Setiap amal yang dikerjakan, tidak diberi pahala oleh Allah
4.Tidak diterima do'anya
5.Tidak termasuk bagian dari do'anya orang-orang saleh
6.Keluar ruhnya (mati) tanpa membawa iman

Adapun siksa ketika akan mati :
1.Mati dalam keadaan hina
2.Mati dalam keadaan lapar
3.Mati dalam keadaan haus, yang seandainya diberikan semua air laut tidak akan menghilangkan rasa hausnya

Adapun siksa kubur :
1.Allah menyempitkan liang kuburnya sehingga bersilang tulang rusuknya
2.Tubuhnya dipanggang di atas bara api siang dan malam
3.Dalam kuburnya terdapat ular yang bernama Suja'ul Aqro' yang akan menerkamnya karena menyia-nyiakan shalat. Ular itu akan menyiksanya, yang lamanya sesuai dengan waktu shalat

Adapun siksa yang menimpanya waktu bertemu dengan Tuhan:
1.Apabila langit telah terbuka, maka malaikat datang kepadanya dengan membawa rantai. Panjang rantai tsb. tujuh hasta. Rantai itu digantungkan ke leher orang tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya dan keluar dari duburnya. Lalu malaikat mengumumkan : 'Ini adalah balasan orang yang menyepelekan perintah Allah'. Ibnu Abbas r.a berkata, 'seandainya lingkaran rantai itu jatuh ke bumi pasti dapat membakar bumi'.
2.Allah tidak memandangnya dengan pandangan kasih sayang-Nya
3.Allah tidak mensucikannya dan baginya siksa yang pedih.
Menjadi hitam pada hari kiamat wajah orang yang meninggalkan shalat, dan sesungguhnya dalam neraka Jahannam terdapat jurang yang disebut "Lam-lam". Di dalamnya terdapat banyak ular, setiap ular itu sebesar leher unta, panjangnya sepanjang perjalanan sebulan. Ular itu menyengat orang yang meninggalkan shalat sampai mendidih bisanya dalam tubuh orang itu selama tujuh puluh tahun kemudian membusuk dagingnya.

2.SUNGAI PENGHAPUS DOSA
"Hendaklah kalian mengingat Tuhan kalian, dan shalatlah kalian di awal waktu. Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla melipatgandakan pahala kalian" ( HR.Al-Thabrani)

Shalat adalah "komunikasi langsung" dengan sang Khaliq. Langsung karena tidak boleh "diwakilkan" oleh orang lain. Atau, tidak boleh digantikan oleh amalan apapun, karena ia sarana percakapan hamba dengan penciptanya.

Sungguh indah kehidupan seorang muslim dengan Tuhannya. Setiap hari, lima kali ia menghadap kepada-Nya. Belum lagi shalat-shalat tambahan (nawafil), seperti dhuha, witir, tahajjud, hajat, dan sebagainya. Saat itulah sang hamba memuji Tuhannya, mensucikan, memohon pertolongan, meminta rahmat, hidayah dan ampunan kepada-Nya.

Shalat, menurut Rasulullah SAW seperti sungai yang mengalir di depan pintu rumah seorang Muslim. Dari Abu Hurairah r.a.: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, "Bagaimana pendapat kalian seandainya di depan pintu seorang dari kalian terdapat sebuah sungai. Setiap hari ia mandi lima kali di dalamnya. Apakah masih ada kotoran yang melekat di tubuhnya?" Mereka menjawab, "Tidak ada!" Rasulullah berkata, "Itulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapus semua kesalahan." (Muttafaq 'Alaih).

Dari Jabir r.a.: Rasulullah saw bersabda, "Perumpamaan shalat lima waktu seperti sebuah sungai yang melimpah, yang mengalir di depan pintu rumah seorang dari kalian. Ia mandi di dalamnya setiap hari lima kali." (HR Muslim).

SubhanAllah! Begitu pemurahnya Allah kepada kita. Dosa-dosa kita dihapus hanya dengan shalat lima waktu. Kesalahan kita berguguran di sungai "penghapus dosa". Tidak ada kenikmatan, selain kenikmatan bermunajat kepada Allah lewat shalat. Shalat dijadikan oleh Rasulullah SAW sebagai "permata hati" (qurah 'ain).

Dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah berkata kepada Bilal, "Ya Bilal! Aqim al-shalah wa arihna biha (Hai Bilal! Dirikanlah shalat dan rehatkan kami dengannya). Bahkan akhir dari wasiat beliau adalah "shalat" (HR Ibnu Mâjah).
Pertanyaannya adalah: shalat yang bagaimanakah yang berfungsi sebagai "sungai penghapus dosa" itu?

Pertama, shalat yang senantiasa dilakukan di awal waktunya. Shalat inilah yang dicintai oleh Allah Swt. Hal ini dijelaskan oleh Nabi saw dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Mas 'ud ra: Aku bertanya kepada Rasulullah s.a.w., "Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah?" Beliau menjawab, "Shalat pada waktunya!" Aku bertanya lagi, "Lalu apa?" "Berbakti kepada kedua orangtua," jawab beliau. Lalu aku bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah" (Muttafaq 'Alaih).

Kedua, shalat yang khusyu'. Shalat yang khusyu' adalah shalat seorang Mukmin yang benar-benar mendapat "kesuksesan" dari Allah. Karena khusyu' dalam shalat adalah dambaan setiap Muslim yang mengerjakan shalat (mushallî). Meskpun khusyu' itu boleh dikatakan tidak merata alias relatif. Namun, berusaha untuk khusyu' dalam shalat adalah usaha yang sangat baik. Allah Swt berfirman, "Telah beruntunglah orang-orang yang berikan. (Yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya." (Qs. Al-Mu'minun: 1-2).

Tentunya untuk khusyu' ada kiat-kiat khusus di dalamnya. Di antaranya adalah dengan cara "memperbaiki cara berwudhu". Wudhu yang tidak sempurnya, akan menimbulkan rasa was-was dalam hati. Wudhu yang asal jadi hanya menyia-nyiakan air. Itulah mubadzir, dan mubadzir adalah perbuatan syaitan.

"Tidak seorang Muslim pun yang berwudhu, kemudian ia memperbagus wudhu'nya, lalu ia mendirikan shalat dua rakaat. Dengan dua rakaat itu ia benar-benar menghadapkan hatinya dan wajahnya, melainkan ia wajib memperoleh surga." (HR Muslim).

Rasulullah SAW bersabda, "Seburuk-buruk manusia adalah yang mencuri shalatnya." Mereka bertanya, "Bagaimana seseorang mencuri shalatnya?" Beliau menjawab, "Ruku' dan sujudnya tidak sempurna"
(HR Ahmad). Inilah mungkin model shalat "patok ayam".

Selain itu, shalat yang khusyu' adalah "media" untuk menggapai ampunan Allah Swt. Nabi saw bersabda, "Barangsiapa yang berwudhu dan memperbagus wudhu'nya. Kemudian ia shalat sebanyak dua rakaat atau empat rakaat, baik itu shalat wajib (maktûbah) atau selainnya (shalat sunnah), dimana ia ruku dan sujud dengan baik kemudian meminta ampun kepada Allah, niscaya Allah mengampunkannya." (HR. Al-Thabrani).

Ketiga, shalat yang dilakukan dengan ikhlas. Amal adalah "jasad", dan ruhnya adalah "ikhlas". Shalat yang dilakukan dengan niat agar dilihat orang sebagai orang yang rajin shalat adalah shalat yang hanya menghabiskan energi. Dalam setiap ibadah, Allah senantiasa menganjurkan kita untuk "ikhlas" dan mengharap ridha dari-Nya. Shalat yang hanya sekedar "menggugurkan" kewajiban adalah shalat yang tidak banyak memberikan bekas dalam kehidupan.

Allah menjelaskan, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama..." (Qs. Al-Bayyinah: 5).

Insya Allah, shalat yang demikian adalah shalat yang diibaratkan oleh Rasulullah sebagai "sungai", sungai penghapus dosa, yang menghanyutkan kesalahan kita. Semoga shalat yang kita lakukan selama ini menjadi shalat yang benar-benar diterima oleh Allah Swt, sehingga dosa-dosa dan kesalahan kita "layak" untuk dihapus dan dihanyutkan.

3.BALASAN ORANG YG MENINGGALKAN SHOLAT
Diriwayatkan bahawa pada suatu hari Rasulullah S.A.W sedang duduk bersama para sahabat, kemudian datang pemuda Arab masuk ke dalam masjid dengan menangis. Apabila Rasulullah S..A.W melihat pemuda itu menangis maka baginda pun berkata, "Wahai orang muda kenapa kamu menangis?" Maka berkata orang muda itu, "Ya Rasulullah S.A.W, ayah saya telah meninggal dunia dan tidak ada kain kafan dan tidak ada orang yang hendak memandikannya.
" Lalu Rasulullah S.A.W memerintahkan Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. ikut orang muda itu untuk melihat masalahnya. Setelah mengikut orang itu, maka Abu Bakar r.a dan Umar r.s. mendapati ayah orang mudah itu telah bertukar rupa menjadi babi hitam, maka mereka pun kembali dan memberitahu kepada Rasulullah S.A.W, "Ya Rasulullah S.A.W, kami lihat mayat ayah orang ini bertukar menjadi babi hutan yang hitam." Kemudian Rasulullah S.A.W dan para sahabat pun pergi ke rumah orang muda dan baginda pun berdoa kepada Allah S.W.T, tiba-tiba mayat itu pun bertukar kepada bentuk manusia semula. Lalu Rasulullah S.A.W dan para sahabat menyembahyangkan mayat tersebut. Apabila mayat itu hendak dikebumikan, maka sekali lagi mayat itu berubah menjadi seperti babi hutan yang hitam, maka Rasulullah S.A.W pun bertanya kepada pemuda itu, "Wahai orang muda, apakah yang telah dilakukan oleh ayahmu sewaktu dia di dunia dulu?" Berkata orang muda itu, "Sebenarnya ayahku ini tidak mahu mengerjakan solat." Kemudian Rasulullah S.A.W bersabda, "Wahai para sahabatku, lihatlah keadaan orang yang meninggalkan sembahyang. Di hari kiamat nanti akan dibangkitkan oleh Allah S.W.T seperti babi hutan yang hitam."

Di zaman Abu Bakar r.a ada seorang lelaki yang meninggal dunia dan sewaktu mereka menyembahyanginya tiba-tiba kain kafan itu bergerak. Apabila mereka membuka kain kafan itu mereka melihat ada seekor ular sedang membelit leher mayat tersebut serta memakan daging dan menghisap darah mayat. Lalu mereka cuba membunuh ular itu. Apabila mereka cuba untuk membunuh ular itu, maka berkata ular tersebut, "Laa ilaaha illAllahu Muhammadu Rasulullah, menagapakah kamu semua hendak membunuh aku? Aku tidak berdosa dan aku tidak bersalah. Allah S.W.T yang memerintahkan kepadaku supaya menyeksanya sehingga sampai hari kiamat." Lalu para sahabat bertanya, "Apakah kesalahan yang telah dilakukan oleh mayat ini?" Berkata ular, "Dia telah melakukan tiga kesalahan, di antaranya :

1.Apabila dia mendengar azan, dia tidak mahu datang untuk sembahyang
berjamaah.
2.Dia tidak mahu keluarkan zakat hartanya.
3.Dia tidak mahu mendengar nasihat para ulama.
Maka inilah balasannya."

4.MENGAPA KITA HARUS SHOLAT ?
Shalat adalah salah satu rukun Islam.
Bahkan Muhammad SAW menjelaskan bahwa shalat adalah tiang agama.
Bila seseorang mengerjakannya berarti ia telah menegakkan agama. Sebaliknya bila ia meninggalkannya berarti ia telah meruntuhkan agamanya. (al-Hadis)

Paling tidak ada lima alasan mengapa kita harus shalat:
Sebagai konsekuensi dari keimanan kita kepada Allah Swt, maka kita harus mengabdi kepada-Nya. Shalat adalah cara paling sempurna dan paling lengkap dalam mengabdi kepada Allah.
Dalam kehidupan, kita selalu membutuhkan pertolongan dari Tuhan, apalagi kalau kita sedang menghadapi kesulitan. Komunikasi yang paling efektif dengan-Nya untuk meminta pertolongan adalah shalat.
Shalat adalah identitas pembeda antara orang yang beriman dengan yang tidak.
Shalat dapat menjadi perisai bagi seseorang dari keterjerumusannya pada hal-hal dan prilaku negatif. Jika seseorang terlanjur terjerumus, dengan shalat selalu ada "jendela" baginya untuk taubat dan keluar dari keterjerumusannya.
Dengan shalat hati seseorang akan menjadi lapang serta kerumitan pikiran pun akan menjadi longgar.
Dari alasan-alasan itu, maka shalat sebenarnya adalah kebutuhan manusia kontemporer, bukan beban bagi mereka. Sebab bagaimana pun hebat dan tingginya kemampuan seseorang, selalu ada titik lemah yang membuatnya membutuhkan pertolongan. Pertolongan paling bermakna adalah pertolongan Tuhan. Cara paling baik meminta pertolongan kepada Tuhan adalah dengan shalat. Semoga kita menjadikan shalat sebagai penolong dan perhiasan dalam kehidupan kita.

5. ALLAH MAHA PENGAMPUN
Pada zaman Nabiullah Musa As, datanglah kepada Beliau seorang wanita untuk bertobat kepada Allah atas semua kesalahan yang telah dia perbuat selama ini.
Wanita tersebut berkata:" Wahai Nabiullah, saya jauh-jauh datang kesini hanya untuk bertaubat kepada Allah, mohonkan Taubatku diterima oleh-Nya". Nabi Musa AS, berkata:" Gerangan dosa apakah yang telah engkau perbuat, hingga engkau ingin bertaubat kepada Allah Swt?". Wanita tersebut berkata kembali:" Aku telah berzina dengan seseorang dan telah melahirkan seorang bayi, karena rasa malu dan takut diketahui oleh orang lain, maka aku bunuh bayi terserbut".

Demi mendengar itu semua, Nabi Musa sangatlah marah, lalu Beliau berkata:" Pergilah engkau, jangan kau bakar aku dengan api neraka yang diakibatkan oleh perbuatanmu itu!!". Wanita tersebut menangis lalu berkata:" Wahai Nabi Allah, tidakkah aku dapat bertaubat kepada Allah, dan aku berjanji tidak akan mengulangi semuanya itu". Nabi Musa AS, masih dalam keadaan marah mengusir wanita tersebut sambil berkata:" Dosamu terlalu besar dan tidak bisa dimaafkan".

Lalu pulanglah wanita tersebut sambil menangis. Tidak lama dari kejadian tersebut, datanglah Malaikat jibril kepada Nabi Musa AS. Jibril berkata:" Wahai Musa, Allah telah menengurmu, mengapa engkau tolak tobatnya wanita tersebut, padahal wanita tersebut telah benar-benar mengakui kesalahan dan menyesal atas semua kesalahannya itu, dia ingin kembali ke jalan yang benar, harusnya Engkau membimbingnya bukannya mengusirnya!!!".

Demi mendengar itu semua, Nabi Musa berkata:" Dosa wanita tersebut terlalu besar wahai Jibril, dan Aku tidak yakin Allah akan mengampuni dosa tersebut". Jibril berkata:" Allah maha pengampun lagi maha mendengar taubat dari Hamba-Nya yang benar-benar ingin bertaubat, Bahkan dosa yang lebih besar dari itupun Allah pasti akan mengampuninya".

Berkata Nabi Musa AS:" Dosa apakah yang lebih besar daripada dosa wanita yang telah berzina dan membunuh anak dari hasil perzinahan tersebut, Ya Jibril???". Jibril menjawab :" Seseorang yang meninggalkan Sholat dengan sengaja". Mendengar itu semua Nabi Musa menangis dan dia menyesal atas kekeliruan yang telah Beliau lakukan kepada wanita yang benar-benar ingin bertaubat.

RENUNGAN
1. Allah Swt adalah dzat yang Maha pengampun kepada Hamba-Nya yang benar-benar ingin bertaubat.
Tidak ada manusia yang tidak punya dosa, karena manusia selalu dihinggapi dosa. Dan manusia yang baik bukanlah manusia yang tanpa dosa, tetapi manusia yang apabila dia melakukan dosa, dia menyadari kesalahan dan bertaubat kepada Allah.

Oleh karena itu sebelum terlambat, marilah kita memohon ampun kepada Allah, sering-seringlah ber"istighfar". Mudah-mudahan semua dosa kita bisa diampuni oleh Allah Swt. Amien.

2. Meninggalkan Sholat dengan sengaja adalah sebuah dosa yang amat besar, melebihi dosa seorang penzinah dan pembunuh.
Oleh karena itu janganlah kita dalam hidup ini meninggalkan sholat yang 5 waktu. Sesibuk apapun kita, kita harus tetap menjalankan sholat karena itulah jalan kita untuk mengingat Allah, dan itu adalah kewajiban kita sebagai umat Islam.

Nabi Muhammad SAW bersabda: Amal yang pertama di hisab Allah adalah sholatnya seorang hamba. Apabila baik sholatnya, maka baik pula amal yang lainnya. Dan apabila buruk Sholatnya, maka buruk pula amal yang lainnya.

Semoga tulisan sederhana ini membawa banyak manfaat bagi yang membacanya. Segala kesalahan adalah dari saya pribadi, untuk itu saya mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan kebeneran itu mutlak milik Allah Swt.

Syarat dan Rukun Sholat, Untuk Pengingat

Syarat-Syarat Shalat
1. Islam
2. Berakal
3. Tamyiz
4. Menghilangkan Hadats (Thaharah)
5. Menghilangkan Najis
6. Menutup Aurat
7. Masuk Waktu
8. Menghadap Kiblat
9. Niat

Rukun-Rukun Shalat
1. Berdiri tegak pada shalat fardhu bagi yang mampu
2. Takbiiratul-ihraam, yaitu ucapan: 'Allahu Akbar', tidak boleh dengan ucapan lain
3. Membaca Al-Fatihah
4. Ruku'
5. I'tidal (Berdiri tegak) setelah ruku'
6. Sujud dengan tujuh anggota tubuh
7. Bangkit darinya
8. Duduk di antara dua sujud
9. Thuma'ninah dalam semua amalan
10. Tertib antara tiap rukun
11. Tasyahhud Akhir
12. Duduk Tasyahhud Akhir
13. Shalawat atas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
14. Dua Kali Salam

Al-Hadist

Dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: Orang2 yg melukis gambar-gambar akan disiksa pada hari kiamat, kpd mereka difirmankan: Hidupkan apa yg telah kalian ciptakan. (Shahih Muslim No.3942); Dari Ibnu Abbas RA,Rasulullah SAW bersabda: Setiap tukang gambar itu akan masuk neraka. Allah akan menjadikan baginya dgn setiap gambar yg ia buat sesosok jiwa yg akan menyiksanya di neraka Jahanam. (Shahih Muslim No.3945)

06 November 2009

Gelas-Gelas Kristal; Manajemen Emosi Wanita (Bagian ke-2)

Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo - dakwatuna.com

Dalam manajemen emosi wanita untuk memperlakukan gelas-gelas kristal ini secara hati-hati dan lembut – agar tetap terawat dalam keindahannya dan dapat menikmati kebersamaan dengannya dengan kondisi tetap utuh bening berkilau – maka Islam menganjurkan suami berlemah lembut kepada istri (An-Nisa:19). Menurut Syeikh Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar, ayat ini berarti, “wajib bagi kalian kaum mukmin untuk mempergauli istri-istri kalian dengan baik, yaitu menemani hidup dan mempergauli mereka dengan ma’ruf yang lazim dan berkenan di hati mereka serta tidak melanggar aturan syariat, tradisi dan kesopanan. Karena itu, mempersempit jatah nafkah, menyakiti fisik dan perasaan pasangan dengan perbuatan dan perkataan, sikap dingin dan masam, semua itu tidak termasuk pergaulan yang ma’ruf.”

Dalam konteks perlakuan baik terhadap istri dan keluarga, Rasulullah saw pernah memantang para suami dengan sabdanya: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya (keluarganya) dan aku adalah sebaik-baik orang terhadap istriku (keluargaku).” (HR. Ibnu Majah).

Pada dasarnya, rumah tangga itu ditegakkan atas dasar mawaddah (kasih asmara), yakni hubb (cinta kasih). Cinta yang tulus akan memotivasi sikap kooperatif, kompromistis, dan apresiatif yang saling mementingkan pasangannya, sehingga masing-masing akan memberikan hak pasangannya melebihi kewajibannya, dan tidak hanya menuntut haknya sendiri. Namun untuk itu, suami-istri harus bersabar atas kelemahan dan kekurangan bahkan kesalahan masing-masing pasangannya. Dalam Tafsir Al-Manar menjelaskan maksud ayat dari surat An-Nisa:19 adalah bahwa, “kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, karena suatu cacat pada fisik atau wataknya yang tidak termasuk kategori dosa karena urusan itu di luar kekuasaannya, atau kurang sempurna dalam melaksanakan kewajibannya dalam mengatur dan mengurusi rumah tangga, karena tidak ada orang yang sempurna, atau ada kecenderungan dalam hatimu pada selain pasanganmu, maka bersabarlah dan jangan gegabah menjatuhkan keputusan dan vonis pada mereka dan jangan tergesa menceraikan mereka, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Manajemen emosi dengan baik dalam arti bersabar atas tabiat dan keadaan kodratinya bahkan perilaku pasangan dengan tetap mentarbiyah dengan ihsan dalam dinamika keluarga akan membuahkan sikap cinta yang tulus, murni dan tanpa dibuat-buat. Senyuman, belaian dan perlakuan kasih yang diberikan adalah tulus ibarat merekahnya bunga alami dan bukan seperti senyuman basa-basi bagaikan merekahnya bunga imitatif atau bunga plastik. Sesuatu kebajikan dan sikap baik harus tumbuh dari kesadaran nurani yang ikhlas bila ingin mendapatkan timbal balik yang tulus. Kebaikan dan kebahagiaan pasangan tidak dapat dijamin hanya dengan nafkah lahir materi, namun justru perlakuan dan sikap sehari-hari yang simpatik adalah yang lebih efektif dalam menggaet hati pasangan dan akan memaklumi segala kekurangan fisik dan materi yang ada. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya kalian tidak akan dapat memuaskan orang hanya dengan harta kalian, namun kalian akan dapat memuaskan orang dengan tatapan simpatik dan akhlaq yang baik.”

Keahlian manajemen emosi ini kita dapat melihat pada perilaku dan pola hubungan suami istri pada zaman Rasulullah saw. Kita melihat bagaimana Aisyah ra., ketika sedang emosi dan merasa jengkel terhadap Nabi saw, maka beliau tidak mengumbarnya, tetapi hanya diekspresikan melalui gaya bahasa yang berubah lain dari kebiasaan ketika sedang suka dan Nabi pun tanggap dengan cepat menangkap isyarat ketidaksukaan istrinya tersebut serta menyikapinya dengan penuh kesabaran dan introspeksi. Suatu hari Rasulullah saw mengatakan kepada istrinya, Aisyah ra, “saya sangat mengenal, jika kamu sedang suka padaku maupun jika kamu sedang jengkel.” Lalu Aisyah bertanya, “bagaimana engkau dapat mengetahuinya?” beliau menjawab, “jika kamu sedang suka, maka kamu menyatakan (dalam sumpah) ‘tidak, demi Rabb Muhammad’, namun jika kamu sedang jengkel, menyatakan, ‘tidak, demi Rabb Ibrahim’. (HR. Muslim).

Sikap demikian bukan merupakan kekurangan Aisyah, justru merupakan kelebihannya dalam mengelola emosi sehingga tidak melanggar norma kesopanan dan menggoyang keharmonisan keluarga. Sehingga Imam Muslim memasukkan hadits tersebut dalam judul ‘fadlu (keutamaan) Aisyah’ dari Bab Fadhail Shahabah.

Manajemen emosi di sini bukan berarti mematikan dan membekukan perasaan, tetapi justru kaum wanita harus dapat bersikap ekspresif, komunikatif dan proaktif, baik terhadap suami maupun keluarga. Dengan demikian, akan terbangun komunikasi sehat yang lancar tanpa ada sumbatan dan hambatan apapun. Inilah yang menyehatkan hubungan dalam rumah tangga. Sebagaimana aliran air dan tekanan udara yang terhambat, tersendat ataupun tersumbat akan beresiko mendatangkan malapetaka.

Di samping itu, dalam manajemen emosi diperlukan sikap arif kaum wanita untuk tidak memancing ego dan emosi suami untuk menggunakan kekerasan karena kejengkelan dan kebenciannya yang memuncak, sehingga dapat mematahkan tulang yang berlekuk tadi, atau memecahkan gelas kristal yang berdimensi tersebut. Artinya, bila tidak ingin dipatahkan atau dipecahkan, maka jangan menempatkan diri pada posisi menantang, melintang atau sembarangan sehingga mengundang perlakuan semena-mena atau kasar. Ibarat air maka sebenarnya yang dibutuhkan adalah alirannya dalam ketenangan dan kejernihannya sehingga dapat menghanyutkan perasaan pasangan dan mengalir ke satu arah dan bukan gemuruh riak yang memuakkan ataupun bukan ketenangan air yang menggenang yang membawa penyakit ataupun kotoran.

Pribadi yang shalihah adalah yang dapat mengelola emosi menjadi sebuah potensi yang membangun dan bukan merusak, merekatkan dan bukan meretakkan, mengokohkan dan bukan merobohkan serta mudah memberikan toleransi atau maaf pada orang lain. Sifat ini merupakan salah satu kunci kebahagiaan, kebaikan dan kelestarian rumah tangga. Allah berfirman: “dan orang-orang yang menahan amarah (emosi)nya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran:134)

Wallahu A’lam Wa Billahit Taufiq wal Hidayah.

Gelas-Gelas Kristal; Manajemen Emosi Wanita (Bagian ke-1)

Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo - dakwatuna.com

Allah berfirman: “Dan bergaullah bersama mereka (istri) dengan cara yang patut (diridhai oleh Allah). Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa:19).

Bila para pakar merasa kewalahan dan kebingungan untuk secara cermat dan pasti memahami hakikat manusia, seperti ekspresi Dr. Alexis Karel melalui bukunya Man is The Unknown yang menggambarkan akhir pencariannya pada frustasi, keputus-asaan dan jalan buntu dalam memahami hakikat dan perilaku manusia, maka tentunya manusia sendiri akan lebih sulit lagi meraba kejiwaan wanita yang pada aktualisasi emosinya bagaikan gelas-gelas kristal yang memiliki banyak dimensi, segi dan sudut sebagai bagian estetikanya namun pada saat yang sama secara embodied ia bersifat rawan pecah (fragile) perlu perlakukan lembut dan sensitif yang dalam bahasa Arab kaum wanita sering diistilahkan sebagai al-jins al-lathif (jenis lembut) terutama menyangkut dinamika kejiwaan, relung-relung emosional dan lika-liku perasaannya.

Dalam kodrat wanita terutama yang menyangkut emosinya yang demikian itu sebagai kelebihan sekaligus dapat pula berpotensi menjadi kekurangannya kadang kaum wanita sendiri sering salah paham dan sulit memahami dirinya apalagi mengendalikan dan mengelola emosinya secara baik. Padahal secara kodrati penamaan wanita sebagai terjemahan dari an-niswah dalam bahasa jawa merupakan kependekan dari wani ditata yang berarti berani ditata atau dikelola. Dengan demikian sebenarnya manusia itu sendiri sudah merasakan kodrat hidup dan apa yang dialaminya, sudah menangkap adanya sesuatu yang menjadi fitrah dan takdirnya sebagaimana Allah ungkapkan hal itu pada surat al-Qiyamah: 14. Namun secara empiris manusia lebih suka mencari jati dirinya di luar dirinya, lebih cenderung mencari faktor, oknum dan kambing hitam selain dirinya dengan menutup, menipu dan membodohi diri sendiri. Oleh karenanya Allah Sang Khalik mengingatkan umat manusia untuk melihat ke dalam, mengaca diri dan jujur pada diri sendiri sehingga dapat mengoptimalkan pengelolaan kekurangan dan kelebihannya tanpa dinodai upaya manipulasi dan distorsi. (QS. Adz-Dzariyat:21)

Ayat di atas sangat erat dan lekat dengan pasangan suami istri sebagai pesan pertama pernikahan. Ayat ini begitu agungnya melandasi ikatan perkawinan sehingga dicantumkan di halaman pertama buku nikah sebagai wasiat ilahi hubungan suami istri yang harus dilandasi kepada kesadaran tenggang rasa, ngrekso dan ngemong satu sama lain yang merupakan bahasa lain dari pengendalian perasaan dan manajemen emosi dalam rumah tangga.

Rasulullah bersabda:
“Terimalah wasiat tentang memperlakukan kaum wanita (istri) dengan cara yang baik. Karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang melekuk. Dan sesuatu yang paling melekuk itu adalah sesuatu yang terdapat pada tulang rusuk yang paling atas. Jika hendak meluruskannya secara paksa tanpa hati-hati, maka kalian akan mematahkannya. Sedang jika kalian membiarkannya, maka ia akan tetap melekuk. Oleh karena itu, terimalah wasiat memperlakukan wanita dengan baik.” (HR. Ahmad dan Al-Hafidz Al-Iraqi).

Pada riwayat lain dari hadits ini dijelaskan, bahwa sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk berlekuk. Jika kalian mencari kenikmatan darinya, maka kalian akan mendapatkannya. Sedangkan di dalam dirinya masih tetap ada sesuatu yang melekuk. Di mana jika kalian hendak meluruskannya, maka kalian akan mematahkannya. Patah di sini berarti perceraian. (HR. Muslim).

Syeikh Waliyullah Ad-Dahlawi dalam Hujjatullah al-Balighah (II/708) menjelaskan makna hadits di atas ialah: “terimalah wasiat dariku (rasulullah) dan gunakan untuk memahami wanita (isteri). Karena pada penciptaannya terdapat sesuatu yang ‘melekuk’. Sebagaimana lazimnya setiap sesuatu akan mewarisi sifat dasarnya. Jika seseorang ingin mengarungi bahtera rumah tangga bersama pasangannya, maka ia harus siap untuk mentolerir dan memaafkan perkara-perkara sepele yang terjadi dan menahan amarah karena sesuatu yang tidak disukainya.”

Dalam hal itu, Rasulullah saw tidak bermaksud memvonis bahwa wanita itu adalah makhluk yang berperangai buruk. Beliau hanya ingin menyampaikan fakta, fenomena dan realitas nyata agar kaum pria bersikap realistis dan siap berinteraksi, bergaul dengan mitra hidupnya dan bagi kaum wanita agar dapat mawas diri. Artinya, jika dalam diri istrinya didapati suatu letupan maupun ledakan emosi, serta menyaksikan ekspresi maupun luapan perasaan yang tidak berkenan di hatinya, maka ia akan menghadapinya dengan sabar dan bermurah hati, tanpa bersikap reaktif dan terpengaruh amarah sehingga menumbuhkan kebencian dan rasa muak, namun ia justru akan melihat sisi baik mitranya. Karena ia hanyalah seorang manusia yang mempunyai sisi baik dan sisi buruk sebagaimana dirinya. Karena itu, Rasulullah bersabda: “seorang mukmin hendaknya tidak membenci mukminat hanya karena satu perangai yang dianggap buruk. Sebab, jika ia membenci satu perangai, maka pastilah ada perangai lain yang akan ia sukai.”

Sejarah tidak pernah menjumpai dalam satu agama atau tradisi mana pun, suatu ajaran yang begitu care, apresiatif dan menghargai kodrat dan hak-hak wanita melebihi doktrin ajaran Islam. Adakah hikmah dibalik kehendak Allah menciptakan wanita dalam keadaan demikian? Memang, Allah tidak menciptakan sesuatu secara sia-sia (QS. Ali-Imran: 191) dan Dia mengamanahkan kepada kaum wanita tugas-tugas penting dan sensitif seperti hamil, menyusui dan mendidik anak. Untuk itu Allah saw mempercayakan kepada mereka sifat-sifat dan pemberian yang sesuai tugasnya, yang berbeda dari sifat kaum pria dan pembawaannya.

Dr. Frederick mengatakan bahwa kaum wanita mengalami proses stagnasi yang tidak hanya terjadi pada perubahan fisiknya saja, melainkan juga pada tabiat dan keadaan psikisnya. Karena seandainya ia tidak memiliki emosi dan sifat kemanjaan anak-anak, maka pastilah ia tidak mampu menjadi ibu yang baik. Ia bisa dipahami anak-anak karena perasaannya yang masih terdapat unsur kekanak-kanakan.

Menurutnya, ia akan tetap seperti anak-anak dalam kemanjaan dan emosinya, bahkan dalam perkembangannya wanita lebih banyak bersifat kekanak-kanakan. Kelembutan hatinya dan sensitivitas perasaannya cenderung semakin bertambah lebih cepat dibanding daya pikirnya. Praduga, perasaan dan emosinya lebih banyak dipakainya daripada rasionya. Karena ia terkondisikan untuk lebih banyak bersikap pasif daripada bersifat aktif dan lebih banyak menerima dengan sikap pasrah daripada bersikap menguasai. Ia secara kodrati tercipta untuk berada di tengah anak-anak dan suami. Demikianlah posisinya dalam keluarga, yaitu pada titik sentral, untuk menjaga keharmonisan anggota keluarga dengan segala kecenderungan masing-masing. (Hayatuna al Jinsiyah, hal. 70).

Jika suami mampu memahami, maka ia akan menerima kenyataan dan mendapat kesenangan dari istri dalam batas-batas fitrahnya. Tetapi, jika ia tidak mampu memahaminya, maka ia akan berusaha menjadikan istrinya berbuat sesuai dengan ego kelaki-lakiannya, dari segi berfikir, sehingga mungkin ia akan gagal. Mungkin saja ia akan menghancurkan keluarganya, tempat di mana ia menyandarkan hidupnya. Karena ia menuntut hal mustahil di luar kodratnya. Oleh karenanya, Nabi saw berusaha mengingatkan suami agar hendaknya mendampingi, membimbing, mendidik dan tidak menjatuhkan hukuman dan vonis kepada istrinya hanya karena memiliki suatu sifat yang jelek, sebab ia pun demikian.

Syeikh Muhammad al-Ghazali dalam bukunya Rakaiz al Iman Bayna al Aqlu wa al Qalbu, menegaskan bahwa Islam adalah agama yang agung, rahmatnya telah menyentuh kaum wanita dan melindunginya dari kesewenangan kaum pria. Ia telah memerdekakan perikemanusiaannya, baik jiwa maupun raga. Islam mengajarkan kepada pemeluknya mengenai posisi dan jati diri wanita untuk mengemban tugas dan fungsi keberadaannya. Oleh karena itu, mereka sebaiknya menjaga dan mengelola nilai-nilai kewanitaan yang ada pada diri mereka untuk menghadapi perlakuan yang dapat membuat mereka melepaskan eksistensi biologis dan psikologisnya.

Ketika fenomena dan realitas kewanitaan ini dipungkiri akan terjadi disharmoni dalam kehidupan keluarga dan masyarakat karena tidak mengindahkan sunnatullah. Oleh karena itu Rasulullah saw berpesan: “Sesungguhnya kaum wanita itu adalah saudara kaum pria, maka sayangilah mereka sebagaimana kalian menyayangi diri kalian sendiri.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Islam telah mengangkat harkat dan derajat kaum wanita serta menjadikan mereka sebagai saudara yang sejajar dengan kaum pria. Syariat Islam telah memelopori pengibaran bendera kesetaraan gender dengan menjadikan kaum wanita sebagai mitra suami dalam mengelola keluarga dan masyarakat.

Kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi wanita ini merupakan kunci pertalian cinta kasih pasangan suami istri yang menjadi jembatan menuju keluarga sakinah (QS.Ar-Rum:21). Dengan itu Allah menumbuhkan benih cinta di hati suami-istri sehingga dapat mendorong untuk menunaikan hak dan kewajiban masing-masing dalam bentuk yang paling sempurna tanpa ada perasaan tekanan dan kesan paksaan. Cinta suci tersebut merupakan perasaan tulus yang mendalam tanpa kedustaan dan kepura-puraan serta merasuki hidup sepanjang hayat. Nabi saw. pernah mengungkapkan kenangan cintanya pada Khadijah, “aku sungguh telah mendapatkan cinta sucinya.” (HR. Muslim).

Hal ini bukan berarti tumbuh secara tiba-tiba tanpa adanya upaya menanam dan merawat benih cinta, karena beliau memulai perkawinan dengan perasaan simpati yang netral. Namun benih cinta kasih pasangan suami istri yang shalih ini cepat tumbuh berkembang secara subur sebagai buah dari pergaulan yang baik (mu’asyarah bil ma’ruf), kesetiaan, akhlaq setia, saling memberi dan menerima dengan tenggang rasa yang tinggi. Bukankah doktrin ta’aruf dalam Islam adalah untuk menuju tawasahu bil haqqi dalam atmosfir toleransi dan kesabaran terhadap watak masing-masing. Dengan sikap demikian maka suami istri menikmati kehidupan bersama yang baik dan menyenangkan.