Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

02 Oktober 2009

Menjadi Pribadi Yang Bersyukur

Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA

“Mereka (Para Jin) bekerja untuk Sulaiman sesuai dengan apa yang dikehendakinya, di antaranya (membuat) gedung-gedung yang tinggi, patung-patung, piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk-periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah. Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur”. (Saba’:13)

Ayat ini mengabadikan anugerah nikmat yang tiada terhingga kepada keluarga nabi Daud as sebagai perkenan atas permohonan mereka melalui lisan nabi Sulaiman as yang tertuang dalam surah Shaad: 35, “Ia berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi”. Betapa nikmat yang begitu banyak ini menuntut sikap syukur yang totalitas yang dijabarkan dalam bentuk amal nyata sehari-hari.

Tampilnya keluarga Daud sebagai teladan dalam konteks bersyukur dalam ayat ini memang sangat tepat, karena dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw bersabda:
“Shalat yang paling dicintai oleh Allah adalah shalat nabi Daud; ia tidur setengah malam, kemudian bangun sepertiganya dan tidur seperenam malam. Puasa yang paling dicintai oleh Allah juga adalah puasa Daud; ia puasa sehari, kemudian ia berbuka di hari berikutnya, dan begitu seterusnya”.

Bahkan dalam riwayat Ibnu Abi Hatim dari Tsabit Al-Bunani dijelaskan bagaimana nabi Daud membagi waktu shalat kepada istri, anak dan seluruh keluarganya sehingga tidak ada sedikit waktupun, baik siang maupun malam, kecuali ada salah seorang dari mereka sedang menjalankan shalat. Dalam riwayat lain yang dinyatakan oleh Al-Fudhail bin Iyadh bahwa nabi Daud pernah mengadu kepada Allah ketika ayat ini turun. Ia bertanya: “Bagaimana aku mampu bersyukur kepada Engkau, sedangkan bersyukur itupun nikmat dari Engkau? Allah berfirman, “Sekarang engkau telah bersyukur kepadaKu, karena engkau mengakui nikmat itu berasal daripada-Ku”.

Keteladanan nabi Daud yang disebut sebagai objek perintah dalam ayat perintah bersyukur di atas, ternyata diabadikan juga dalam beberapa hadits yang menyebut tentang keutamaan bekerja. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seseorang itu makan makanan lebih baik dari hasil kerja tangannya sendiri. Karena sesungguhnya nabi Daud as senantiasa makan dari hasil kerja tangannya sendiri.”

Bekerja yang dilakukan oleh nabi Daud tentunya bukan atas dasar tuntutan atau desakan kebutuhan hidup, karena ia seorang raja yang sudah tercukupi kebutuhannya, namun ia memilih sesuatu yang utama sebagai perwujudan rasa syukurnya yang tiada terhingga kepada Allah swt.

Secara redaksional, yang menarik karena berbeda dengan ayat-ayat yang lainnya adalah bahwa perintah bersyukur dalam ayat ini tidak dengan perintah langsung “Bersyukurlah kepada Allah”, tetapi disertai dengan petunjuk Allah dalam mensyukuri-Nya, yaitu “Bekerjalah untuk bersyukur kepada Allah”. Padahal dalam beberapa ayat yang lain, perintah bersyukur itu langsung Allah sebutkan dengan redaksi fi’il Amr, seperti dalam firman Allah yang bermaksud, “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku”. (Al-Baqarah: 152), juga dalam surah Az-Zumar: 66, “Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”.

Redaksi seperti dalam ayat di atas menunjukkan bahwa esensi syukur ada pada perbuatan dan tindakan nyata sehari-hari. Dalam hal ini, Ibnul Qayyim merumuskan tiga faktor yang harus ada dalam konteks syukur yang sungguh-sungguh, yaitu dengan lisan dalam bentuk pengakuan dan pujian, dengan hati dalam bentuk kesaksian dan kecintaan, serta dengan seluruh anggota tubuh dalam bentuk amal perbuatan.

Sehingga bentuk implementasi dari rasa syukur bisa beragam; shalat seseorang merupakan bukti syukurnya, puasa dan zakat seseorang juga bukti akan syukurnya, segala kebaikan yang dilakukan karena Allah adalah implementasi syukur. Intinya, syukur adalah takwa kepada Allah dan amal shaleh seperti yang disimpulkan oleh Muhammad bin Ka’ab Al-Quradhi.

Az-Zamakhsyari memberikan penafsirannya atas petikan ayat, “Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah” bahwa ayat ini memerintahkan untuk senantiasa bekerja dan mengabdi kepada Allah swt dengan semangat motifasi mensyukuri atas segala karunia nikmat-Nya. Ayat ini juga menjadi argumentasi yang kuat bahwa ibadah hendaklah dijalankan dalam rangka mensyukuri Allah swt.

Makna inilah yang difahami oleh Rasulullah saw ketika Aisyah mendapati beliau senantiasa melaksanakan shalat malam tanpa henti, bahkan seakan-akan memaksa diri hingga kakinya bengkak-bengkak. Saat ditanya oleh Aisyah, “Kenapa engkau berbuat seperti ini? Bukankah Allah telah menjamin untuk mengampuni segala dosa-dosamu?” Rasulullah menjawab, “Tidakkah (jika demikian) aku menjadi hamba Allah yang bersyukur”. (HR. Al-Bukhari).

Pemahaman Rasulullah saw akan perintah bersyukur yang tersebut dalam ayat ini disampaikan kepada sahabat Mu’adz bin Jabal ra dalam bentuk pesannya setiap selesai sholat, “Hai Muaz, sungguh aku sangat mencintaimu. Janganlah engkau tinggalkan setiap selesai sholat untuk membaca do’a, “Ya Allah, tolonglah aku untuk senantiasa berzikir (mengingatiMu), mensyukuri (segala nikmat)Mu, dan beribadah dengan baik”. (HR. Abu Daud dan Nasa’i).

Dalam pandangan Sayid Qutb, penutup ayat di atas “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur” merupakan sebuah pernyataan akan kelalaian hamba Allah swt dalam mensyukuri nikmat-Nya, meskipun mereka berusaha dengan semaksimal mungkin, tetapi tetap saja mereka tidak akan mampu menandingi nikmat Allah swt yang dikaruniakan terhadap mereka yang tidak terbilang. Sehingga sangat ironis dan merupakan peringatan bagi mereka yang tidak mensyukurinya sama sekali. Dalam hal ini, Umar bin Khattab ra pernah mendengar seseorang berdo’a, “Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan yang sedikit”. Mendengar itu, Umar terkejut dan bertanya, “Kenapa engkau berdoa demikian?” Sahabat itu menjawab, “Karena saya mendengar Allah berfirman, “Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur”, makanya aku memohon agar aku termasuk yang sedikit tersebut.

Ciri lain seorang hamba yang bersyukur secara korelatif dapat ditemukan dalam ayat setelahnya bahwa ia senantiasa memandang segala jenis nikmat yang terbentang di alam semesta ini sebagai bahan perenungan akan kekuasaan Allah swt yang tidak terhingga, sehingga hal ini akan menambah rasa syukurnya kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Allah swt berfirman diantaranya, “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur”. (Saba’:19). Ayat yang senada dengan redaksi yang sama diulang pada tiga tempat, yaitu surah Ibrahim: 5, Luqman: 31, dan surah Asy-Syura’: 33.

Memang komitmen dengan akhlaqul Qur’an, di antaranya bersyukur merupakan satu tuntutan sekaligus kebutuhan di tengah banyaknya cobaan yang menerpa bangsa ini dalam beragam bentuknya. Jika segala karunia Allah swt yang terbentang luas dimanfaatkan dengan baik untuk kebaikan bersama dengan senantiasa mengacu kepada aturan Allah swt, Sang Pemilik Tunggal, maka tidak mustahil, Allah swt akan menurunkan rahmat dan kebaikanNya untuk bangsa ini dan menjauhkannya dari malapetaka, karena demikianlah balasan yang tertinggi yang disediakan oleh Allah swt bagi komunitas dan umat yang senantiasa mampu mensyukuri segala bentuk nikmat Allah swt:
“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui”. (An-Nisa’:147) Allahu A’lam.

Pemahaman Ahlus Sunnah tentang Dajjal

[1]. Siapakah Dajjal?
Dajjal adalah seorang anak Adam yang mempunyai ciri-ciri yang jelas, akan dapat dikenali oleh setiap mukmin apabila ia telah keluar, sehingga mereka tidak terkena fitnahnya. Fitnah Dajjal adalah fitnah yang paling besar di muka bumi.

[2]. Di Antara Ciri-Ciri Dajjal
Seorang yang masih muda, wajahnya merah, pendek, kakinya bengkok, rambutnya keriting, mata sebelah kanannya buta (menonjol keluar) bagaikan buah anggur yang mengapung, di atas mata kirinya ada daging tumbuh, tertulis di antara kedua matanya: (kafir) dapat dibaca oleh setiap Mukmin yang bisa baca tulis dan yang tidak bisa baca tulis. Dajjal adalah seorang yang mandul tidak mempunyai anak.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak ada seorang Nabi pun kecuali telah memperingatkan ummatnya tentang Dajjal yang buta sebelah lagi pendusta. Ketahuilah bahwa Dajjal matanya buta sebelah sedangkan Allah tidak buta sebelah. Tertulis di antara kedua matanya: (kafir) -yang mampu dibaca oleh setiap Muslim-.” [2]

[3]. Tempat Keluarnya Dajjal
Dajjal akan muncul dari arah timur dari Khurasan (sekarang terletak di Iran timur) dengan diiringi 70.000 orang Yahudi Ashbahan (sebuah kota di tengah Iran). [3]

[4]. Tempat yang Dimasuki Dajjal
Dajjal berjalan di muka bumi dengan cepat seperti hujan yang ditiup angin, ia masuk ke setiap negeri kecuali Makkah dan Madinah karena (kedua kota tersebut) dijaga para Malaikat. Ketika ia tidak dapat masuk Madinah, maka kota Madinah berguncang tiga kali, lalu keluarlah orang kafir dan munafiq, kaum munafiq laki-laki dan perempuan (keluar) menuju Dajjal. [4] Dalam riwayat lain, keluarlah orang munafiq laki-laki dan perempuan, dan fasiq laki-laki dan perempuan menuju Dajjal, itulah Yaumul Khalash (hari Pembebasan). [5] Di riwayat yang lain, Dajjal tidak dapat masuk ke empat masjid yaitu:
Masjid al-Haram, Masjid Nabawy, Masjid al-Aqsha, dan Masjid ath-Thuur. [6]

[5]. Keberadaan Dajjal di Muka Bumi
Dajjal berada di muka bumi selama 40 hari. Sehari seperti setahun, sehari seperti sebulan, sehari seperti sepekan, dan sisa-nya seperti hari-hari biasa. [7]

[6]. Fitnah Dajjal
Fitnah Dajjal merupakan fitnah yang paling besar sejak Allah ciptakan Adam sampai hari Kiamat. [8] Dajjal membawa dua sungai yang mengalir, salah satunya terlihat air putih, dan yang lainnya terlihat api yang menyala-nyala, apabila seseorang mendapati hal itu hendaklah ia masuk ke sungai yang tampak api, pejamkan mata, tundukkan kepala, minumlah! Itu adalah air yang sejuk. [9] Dajjal mengaku sebagai rabb, menyuruh hujan untuk turun, lalu turun, menyuruh bumi untuk menumbuhkan tanaman, lalu tumbuh tanaman, menghidupkan orang mati dan yang lainnya sebagai fitnah bagi kaum Muslimin. [10]

[7]. Dibunuhnya Dajjal
Dajjal akan dibunuh oleh Nabi ‘Isa Alaihissalam di Bab Ludd (suatu desa di dekat Baitul Maqdis, di Palestina). [11]

[8]. Penjagaan Diri dari Fitnah Dajjal
1. Berlindung kepada Allah dari fitnahnya, setiap selesai dari tasyahhud akhir setiap shalat.

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Apabila seseorang di antara kalian telah selesai tasyahhud akhir, maka berlindunglah kepada Allah dari empat hal: (1) dari adzab Jahannam, (2) dari adzab kubur, (3) fitnah hidup dan mati, serta (4) dari kejahatan fitnah al-Masih ad-Dajjal.” [12]

Do’a perlindungan dari fitnah Dajjal yang dibaca setelah tasyahhud akhir setiap shalat adalah sebagai berikut:

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah hidup dan mati, serta dari kejahatan fitnah al-Masih ad-Dajjal.” [13]

2. Menghafal sepuluh ayat pertama dari surat al-Kahfi.
rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang hafal sepuluh ayat pertama dari surat al-Kahfi, dia terjaga dari fitnah Dajjal.” [14]

Pada riwayat yang lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa di antara kalian yang mengetahui fitnah Dajjal, maka bacalah beberapa ayat pada awal surat al-Kahfi, karena sesungguhnya itu akan melindungi kalian dari fitnahnya (Dajjal).” [15]

3. Menjauhi tempat fitnah dan tidak mengikutinya.
4. Tinggal di Makkah dan Madinah.

Imam an-Nawawi Rahimahullah [16] di dalam Syarah Shahiih Muslim menukilkan perkataan al-Qadhi Iyadh Rahimahullahj: [17] “Hadits-hadits tentang Dajjal merupakan hujjah Ahlus Sunnah tentang keshahihan adanya Dajjal. Bahwa ia merupakan sosok tertentu yang dengannya Allah menguji para hamba-Nya.”

Allah membekalinya dengan kemampuan untuk melakukan banyak hal, seperti menghidupkan mayat yang telah dibunuhnya. Ia (Dajjal) seolah-olah dapat menciptakan segala kemewahan dunia, sungai-sungai, Surga dan Neraka, tunduknya segala kekayaan bumi padanya, memerintahkan langit untuk menurunkan hujan maka terjadilah hujan, memerintahkan bumi untuk menumbuhkan tumbuhan, maka tumbuhlah. Semua itu atas kehendak Allah. Kemudian ia dilemahkan, sehingga tidak mampu untuk membunuh seorang pun juga dan membatalkan perintahnya. Akhirnya terbunuh di tangan ‘Isa bin Maryam. Pemahaman ini ditentang dan diingkari oleh Khawarij dan Jah-miyah serta sebagian dari kaum Mu’tazilah.” [18]

_________
Footnotes
[1]. Keterangan lebih lanjut lihat an-Nihaayah fil Fitan wal Malaahim oleh Ibnu Katsir, Qishshatul Masiih ad-Dajjaal wa Nuzuuli ‘Isa Alaihissalam wa Qatlihi Iyyaahu oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dan Asyraathus Saa’ah oleh Dr. Yusuf al-Wabil (hal. 275-335).
[2]. HR. Al-Bukhari (no. 7131, 7408), Muslim (no. 2933), Abu Dawud (no. 4316, 4318), at-Tirmidzi (no. 2245), Ahmad (III/103, 173, 276, 290), dari Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu. Lafazh yang ada dalam kurung milik Muslim dan Ahmad. Lihat Qishshatul Masiihid Dajjaal oleh Syaikh al-Albani (hal. 53).
[3]. HR. Muslim (no. 2944), Ahmad (no. 13277) tahqiq Syaikh Ahmad Syakir, hadits ini derajatnya hasan, dari Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu.
[4]. HR. Al-Bukhari (no. 1881), Muslim (no. 2943), Ahmad (III/191, 206, 238, 292) dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu
[5]. HR. Ahmad (IV/338) dan Hakim (IV/543) dari Sahabat Mihjan bin al-Adru' Radhiyallahu 'anhu
[6]. HR. Ahmad. Imam al-Haitsamy berkata: “Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, rawi-rawinya shahih.” (Majma’uz Zawaa-id VII/343). Al-Hafizh Ibnu Hajar ber-kata: “Rawi-rawinya tsiqah.” (Fat-hul Baari XIII/105).
[7]. HR. Muslim no. 2937 (110), Abu Dawud no. 4321.
[8]. HR. Muslim (no. 2946) dari Sahabat ‘Imran bin Hushain Radhiyallahu 'anhu.
[9]. HR. Muslim (no. 2934 (105)) dari Sahabat Hudzaifah Radhiyallahu a'nahu
[10]. HR. Muslim (no. 2937 (110)).
[11] HR. At-Tirmidzi (no. 2244), Ibnu Hibban (no. 1901-Mawaariduzh Zham’aan), Ahmad (III/420), dari Sahabat Mujammi’ bin Jariyah al-Anshari z. At-Tir-midzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.”
[12]. HR. Muslim (no. 588 (130)) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.
[13]. HR. Muslim (no. 588 (128)) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu
[14]. HR. Muslim (no. 809) dan Ahmad (VI/449) dari Sahabat Abu Darda’ Radhiyallahu 'anhu. Hadits ini shahih, lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 582).
[15]. HR. Muslim (no. 2937 (110)), Abu Dawud (no. 4321) dari an-Nawwaas bin Sam’an al-Kilabi Radhiyallahu . Hadits ini shahih, lihat Shahiih Abi Dawud (no. 3631).
[16]. Nama lengkapnya adalah Yahya bin Syaraf bin Murri bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jum’ah bin Hizam, Abu Zakaria an-Nawawy. Seorang ahli fiqih dan hadits, lahir tahun 631 H. Di desa Nawa di Suriyah dan meninggal dunia tahun 676 H. Beliau adalah seorang yang menguasai ilmu hadits, fiqih, bahasa, seorang yang zuhud dan wara. Penulis dari kitab Riyaadhus Shaalihiin, Syarah Shahiih Muslim, al-Majmuu’ Syarhul Muhadzdzab, al-Adzkaar dan yang lainnya.
[17]. Nama lengkapnya al-Qadhi Iyadh bin Musa bin Iyadh bin ‘Umar al-Yahshabi as-Sabti t, seorang Imam yang faqih di negeri Maghrib, lahir 476 H, menjadi Imam di bidang hadits, nahwu, bahasa dan nasab. Menjadi Qadhi di negerinya (Sabtah) dalam waktu yang lama, kemudian menjadi Qadhi di Granada. Beliau meninggal dunia di Maroko tahun 544 H.
[18]. Syarah Shahih Muslim (XVIII/58).

Siksa Kubur

Semua kita hampir dapat dipastikan lalai tentang sebuah dimensi yang disebut alam kubur. Padahal dimensi ini, suka atau tidak semua orang akan menjadi penghuninya. Kesibukan di dunia telah banyak melalaikan orang dari mengingat kubur atau bahkan lupa untuk mempersiapkan diri memasuki alam ini. Firman Allah swt: \"Bermegah-megah telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur." (At Takatsur:1-2)


Alam kubur adalah suatu alam yang sukar dibayangkan dengan akal manusia. Akan tetapi alam ini dapat dilihat dengan mata hati setelah dipimpin dengan ilmu berlandaskan wahyu, iman dan keyakinan. Salah satu keunikan alam ini ialah ia mampu bertutur walaupun sesungguhnya suara kubur itu tidak terdengar manusia. Perkara ini hanya dimengertikan oleh hati yang penuh keyakinan. Allah swt telah menciptakan lidah (lisan) kepada kubur dan bertuturlah kubur dengan lidahnya itu katanya:

Hadits riwayat Hannad bin Sariq dari Abdillah bin Ubaid bin Umair, Rasulullah saw bersabda yang artinya: "Wahai anak Adam, bagaimanakah kamu hidup di dunia sedang engkau melupakan aku, tidakkah engkau tahu bahwa aku adalah tempat kediaman yang sepi dan perorangan, tempat yang dipenuhi ulat dan cacing."

Maka kita jangan melupakan alam kubur, karena manusia tidak dapat lari dari perjumpaan dengan ajalnya, seperti firman Allah, "Dan datanglah sakratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya." Kaum Muslimin yakin benar bahwa alam kubur, siksaan di dalamnya, dan pertanyaan dua malaikat adalah benar adanya berdasarkan dalil-dalil wahyu, dan dalil-dalil akal seperti berikut ini:
Dalil Tentang Adanya Alam Kubur, Azab dan Kenikmatannya.
"Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata), ‘Rasakan oleh kalian siksa neraka yang membakar,' (tentulah kamu akan merasa ngeri). Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tangan mereka sendiri, sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya." (Al Anfal: 50-51)

"Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), keluarkanlah nyawa kalian. Pada hari ini kalian dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kalian selalu mengatakan terhadap Allah ( perkataan) yang tidak benar dan (karena) kalian selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. Dan sesungguhnya kalian datang kepada Kaini sendiri-sendri sebagaimana kalian Kami ciptakan pada mulanya, dan kalian tinggalkan di belakang kalian (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepada kalian dan Kami tidak melihat beserta kalian pemberi syafaat yang kalian anggap bahwa mareka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kalian sungguh telah terputuslah (pertalian) antara kalian dan telah lennyap daripada kalian apa yang dahulu kalian anggap (sebagai sekutu Allah) '(Al-An'am: 93- 94).

"Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada adzab yang besar. '(At-Taubah: 101).

"Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat (Dikatakan kepada malaikat), Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras (Ghafir: 46).

"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. '(lbrahim: 27).

"Jika seorang hamba telah diletakkan di kuburnya, dan sahabat -sahabatnya telah meninggalkannya, serta a mendengar suara sandal mereka, maka dua malaikat datang kepadanya kemudian duduk padanya. Kedua malaikat tersebut berkata,"Apa yanq dulu engkau katakan tentang orang ini (Rasulullah shalalallahu alahi wasalam) Adapun orang mukmln ia berkata,'Aku bersaksi bahwa dia hamba Allah, dan Rasul-Nya, kemudian dikatakan kepadanya, lihatlah ke kursimu di neraka, Allah telah memberi ganti untukmu dengan kursi dari surga. 'Orang Mukmin tersebut bisa melihat kedua kursi tersebut. Adapun munafik, atau orang kafir, maka kedua malakat bertanya kepada keduanya,'Apa yang dulu enqkau katakan tentang orang ini (Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam)? '0rang munafik atau orang kafir tersebut berkata,'Aku tidak tahu. Dulu aku hanya berkata seperti yang dikatakan manusia. Dikatakan kepada 0rang kafir, atau orang munafik tersebut, Engkau tidak tahu, dan tidak mengikutinya? 'Kemudian orang kafir, atau orang munafik tersebut dlpukul dengan martil besi dengan pukulan yang membuatnya berteriak dengan teriakan yang bisa didengar makhluk-makhluk yang berdekatan dengannya kecuall manusia, dan jin." (Diriwayatkan Al- Bukhari, Muslim, An-Nasai, Abu Daud, dan Ahmad).

"Jika salah seorang dari kalian meninggal dunia, maka kursinya diperlihatkan padanya pagi-sore. Jlka ia termasuk pnghuni surga maka ia termasuk penghuni surga, dan jika ia termasuk penghuni neraka maka ia akan meniadi penghuni neraka. Dikatakan kepada nja,'Ini kursimu hingga Allah membangkitkanmu pada hari kia mat " (Al-Bukhari)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata dalam doanya,"Ya Allah, aku berlindung diri kepada Mu dan siksa kubur, dan siksa neraka, dan fitnah kehidupan, dan fitnah kematian, dan dan fitnah AI Masih Ad-Dajjal. "(Diriwayatkan Al-Bukhari).

Sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika berjalan mele wati dua kuburan,"SesunggLihnya dua orang di dua kuburan tersebut sedang disiksa, dan keduanya fidak disiksa karena dosa besar Ya, salah seorang daii keduanya beqalan dengan membawa adu domba, sedang orang sa~ tidak mengenakan tutup kefika buang air kecil " (Diriwa yatkan Al-Bukhari).

Keimanan seorang hamba kepada Allah swt, malaikat-malaikat -Nya, dan hari akhir mengharuskannya beriman kepada siksa alam kubur, kenikmatannya, dan apa saja yang terjadi di dalamnya. Sebab, itu semua termasuk perkara-perkara ghaib. Jika seseorang mem percayai sebagian sesuatu, maka menurut akal ia harus mengimani sebagian satunya. Alam kubur, kenikmatannya, pertanyaan dua malaikat bukan meru­pakan sesuatu yang mustahil menurut akal. Bahkan akal yang sehat mengakuinya dan memberi kesaksian terhadapnya.

Orang yang tidur terkadang bermimpi melihat sesuatu yang menye nangkan kemudian ia berbahagia dengannya, dan menikmatinya, namun ia sedih jika ia terbangun. Atau terkadang ia bermimpi melihat sesuatu yang dibencinya, kemudian ia murung karenanya dan ia senang sekali kalau ada orang yang membangunkannya. Kenikmatan dan siksa di alam mimpi tersebut betul-betul terjadi pada ruhani, dan ruhani terpengaruh dengannya tanpa ia rasakan dan bisa dilihat oleh kita, serta tidak ada seorang pun yang memungkirinya. Bagaimana terhadap siksa alam kubur dan kenikmatannya yang pada dasarnya sama persis dengan mimpi tersebut?

Sedikit Tentang Mati
Tidak perlu kita takut kepada mati. Selagi kita bertaqwa kepada Allah dan mengikut ajaran yang di tunjukan oleh Nabi besar kita Muhammad s.a.w. Tetapi jika sebaliknya ingatlah janji Allah yang menyediakan azab yang pedih. Ingatlah di akhirat nanti ada syurga dan neraka. Manusia dibagi kepada tiga peringkat berhubung dengan mati. Orang yang tidak berhajat kepada mati dan sangat takut kepada mati; Orang yang ingin kepada mati tetapi masih takut kepada mati; Orang yang ingat kepada mati dan ia tidak takut kepada mati.

Allah berfirman dalam surah Al-Jumu'ah ayat 8: "Katakanlah (wahai Muhammad): "Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, Kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu dia beritakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan".

Allah berfirman dalam surah Ali 'Imran ayat 185: "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia Telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan."

Allah berfirman dalam surah Al-Munaafiquun, ayat 10-11: "Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang Telah kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, Mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan Aku dapat bersedekah dan Aku termasuk orang-orang yang saleh? Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila Telah datang waktu kematiannya. dan Allah Maha mengenal apa yang kamu kerjakan."

Allah berfirman dalam surah Al-Mu'minun' ayat 99-100 : "(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah Aku (ke dunia). Agar Aku berbuat amal yang saleh terhadap yang Telah Aku tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan."

Allah berfirman dalam surah Al-Mulk ayat 29. : "Katakanlah: "Dia-lah Allah yang Maha Penyayang kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya-lah kami bertawakkal. kelak kamu akan mengetahui siapakah yang berada dalam kesesatan yang nyata".

Allah berfirman dalam surah Qiyamah ayat 26 hingga 30 : "Sekali-kali jangan. apabila nafas (seseorang) Telah (mendesak) sampai ke kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): "Siapakah yang dapat menyembuhkan?".Dan dia yakin bahwa Sesungguhnya Itulah waktu perpisahan (dengan dunia),. Dan bertaut betis (kiri) dan betis (kanan).Kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau."

Hadits Rasulullah s.a.w : Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud ra berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang mati dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu niscaya akan masuk Neraka. Maka aku berkata yaitu perawi Hadits: Aku dan orang-orang yang tidak mensyirikkan Allah dengan sesuatu, akan memasuki Syurga."

Diriwayatkan daripada Abu Zar r.a katanya: Nabi saw bersabda: Jibril as telah mendatangi aku lalu memberitahu berita gembira, iaitu sesiapa yang mati di kalangan umatku dalam keadaan tidak mensyirikkan Allah dengan sesuatu, niscaya dia akan dimasukkan ke dalam Syurga. Aku bertanya: Walaupun dia berzina dan mencuri? Rasulullah bersabda: Walaupun dia berzina dan mencuri."

Hadits Ma'qil bin Yasar r.a: "Diriwayatkan dari Hasan ra berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang ditaklifkan oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan ke atasnya Syurga."

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw pernah bersabda: "Apabila seseorang dari kamu berada dalam keadaan tasyahhud, maka hendaklah dia memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara dengan berdoa: yang artinya, Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon perlindungan kepadaMu dari siksaan Neraka Jahannam, dari siksa Kubur, dari fitnah selama hidup dan selepas mati serta dari kejahatan fitnah Dajjal."

Diriwayatkan dari Aisyah ra berkata: Nabi saw sering berdoa ketika sembahyangnya dengan berkata: "Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon perlindungan kepadaMu daripada siksa kubur dan aku memohon perlindungan kepadaMu daripada fitnah Dajjal. Aku juga memohon perlindungan kepadaMu daripada fitnah semasa hidup dan selepas mati. Ya Allah! Aku memohon perlindungan kepadaMu dari segala dosa dan hutang. Aisyah berkata lagi: Seseorang telah berkata kepada Rasulullah s.a.w: Alangkah banyaknya kamu memohon perlindungan dari beban hutang wahai Rasulullah! Lalu Rasulullah bersabda: Sesungguhnya seseorang yang sudah terkena beban hutang, apabila dia berkata-kata dia akan berdusta dan apabila berjanji dia akan mengingkari
Diriwayatkan daripada Abu Musa r.a katanya: Daripada Nabi s.a.w, baginda bersabda: "Perumpamaan rumah yang disebutkan nama Allah di dalamnya dengan rumah yang tidak disebutkan padanya nama Allah ialah seperti orang yang hidup dengan orang yang mati."

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: "Kiamat tidak akan berlaku sehinggalah seorang lelaki datang ke kubur seorang lelaki lain dan berkata: Kalau boleh aku ingin berada di tempat mayat itu (mati) ."

Diriwayatkan daripada Ibnu Umar r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: "Apabila seseorang itu mati, akan diperlihatkan tempatnya setiap pagi dan petang. Sekiranya dia di kalangan ahli Syurga, akan diperlihatkan kepadanya Syurga. Sekiranya dia dari kalangan ahli Neraka, akan diperlihatkan kepadanya Neraka. Diberitahu kepadanya: Inilah tempatmu sehingga kamu dibangkitkan oleh Allah pada Hari Kiamat ."

Diriwayatkan dari Saidatina Aisyah ra katanya: Rasulullah saw pernah bersabda: "Barangsiapa yang suka bertemu Allah, niscaya Allah juga suka bertemu dengannya. Begitu juga siapa saja yang tidak suka bertemu Allah, niscaya Allah juga tidak suka bertemu dengannya. Aku bertanya: Wahai Nabi Allah! Apakah kita perlu membenci mati? Di mana kami semua membenci mati. Baginda bersabda: Bukan begitu. Seseorang mukmin apabila diberitahu berita gembira dengan rahmat Allah, keredaanNya dan SyurgaNya nescaya dia pasti suka untuk bertemu Allah dan Allah juga suka bertemu dengannya. Sedangkan orang kafir apabila diberitahu adanya siksa serta murka Allah, dia tidak akan suka bertemu Allah dan Allah juga tidak suka bertemu dengannya. "

Diriwayatkan dari Saidatina Aisyah r.a katanya: Rasulullah saw pernah bersabda: "Barangsiapa yang suka bertemu Allah, niscaya Allah juga suka bertemu dengannya. Begitu juga sesiapa yang tidak suka bertemu Allah, nescaya Allah juga tidak suka bertemu dengannya. Aku bertanya: Wahai Nabi Allah! Apakah kita perlu membenci mati? Di mana kami semua membenci mati. Baginda bersabda: Bukan begitu. Seseorang mukmin apabila diberitahu berita gembira dengan rahmat Allah, keredaanNya dan SyurgaNya niscaya dia pasti suka untuk bertemu Allah dan Allah juga suka bertemu dengannya. Sedangkan orang kafir apabila diberitahu adanya siksa serta murka Allah, dia tidak akan suka bertemu Allah dan Allah juga tidak suka bertemu dengannya."

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: "Janganlah kamu bercita-cita supaya cepat mati dan janganlah kamu berdoa supaya mati sebelum kematian itu sendiri datang kepadamu. Sesungguhnya apabila kamu mati, akan terputuslah segala amalan kamu. Sebaliknya apabila dipanjangkan umur seorang mukmin bererti bertambahlah kebaikannya."

Dari keterangan di atas, ingatlah jangan sekali-kali mensyrikkan Allah dengan sesuatu. Semua makhluk di dunia ini akan menemui mati, tetapi keadaan kematiannya berlainan mengikut keimanan seseorang. Apakah ia mati dalam keimanan atau sebaliknya.

Persiapan Menghadapi Mati
Kubur mengeluh terhadap sikap manusia yang tidak sadar bahwa mereka bakal bersendirian dalam kubur. Manusia dianjurkan membawa teman setia mereka (amal yang shaleh di samping hati yang bersih). Manusia harus sadar, tatkala huru-hara dan kekacauan terjadi di dalam kubur, mereka amat memerlukan teman yang dapat memberikan pertolongan.
Kubur juga merasa sedih apabila manusia melupakannya. Hadits Nabi saw yang disampaikan oleh Malik dari Abdillah bin Umar: "Bahwa Kubur telah menangis sambil berkata dalam tangisannya. (Tidakkah kamu tahu) bahawa aku adalah rumah yang sunyi gelap-gelita, rumah yang perorangan dan rumah tempat ulat-ulat (yang bakal melumat daging-daging manusia)"

Walaupun kubur menangis mengenangkan nasib manusia, namun sayangnya. Manusia sendiri terus bergelut dalam tawa, seolah mereka tidak akan bertemu dengan kubur. Alangkah bahagianya jika manusia senantiasa mengingat kubur yang tidak pernah melupakan manusia. Ketika jenazah anak cucu Adam dibaringkan di dalam kubur, lantas kubur bertanya :
"Wahai anak cucu Adam. Tidakah kamu tahu bahawa aku adalah tempat manusia bersendiri tanpa teman. Tidakkah kamu tahu bahwa aku adalah rumah yang gelap-gelita, dan tidakkah kamu tahu bahawa aku adalah rumah yang haq (yaitu rumah yang pasti dihuni oleh keturunan Adam). Wahai anak cucu Adam, apakah yang telah memperdayakan engkau sehingga melupakan aku?" Kalaulah manusia sentiasa sadar bahawa kubur adalah tempat yang gelap, tentulah mereka datang dengan membawa obor dari amal sholeh mereka yang senantiasa bersinar. Malangnya, banyak manusia yang datang dengan tangan hampa tanpa perbekalan.

Tatkala berada dalam kubur, datang dua malaikat, iaitu Munkar dan Nankir yang akan berada di sisi mayat yang terbujur di dalam kubur. Munkar dan Nankir akan mengangkat mayat itu dari perbaringan dan meletakkannya dalam keadaan duduk. Malaikat Munkar dan Nankir dengan suara bagaikan halilintar mulai bertanya kepada ahli kubur. Siapakah Tuhan Kamu?, Siapakah nabimu?, Apakah agamamu? Apakah kiblatmu?... Kemampuan ahli kubur untuk menjawab terpulang kepada sejauh mana mereka menghayati empat perkara asas itu. Ada yang mendapat rahmat Allah mampu menjawab dengan mudah (Alhamdulillah) tetapi banyak yang pecnudang dan gagal memberi jawaban. Di masa manusia ditanya tentang ketuhanan, banyak yang tahu bahwa Allah tuhan mereka, sungguhpun persoalan ini dikemukakan kepada orang kafir. "Dan sesunggunya jika kamu tanyakan kepada mereka, Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan? Tentu mereka akan menjawab : Allah" (Surah Al-Ankabut : 61)

Namun demikian, tidak semua manusia tahu bahwa Allah itu Tuhan, akan bertuhankan Allah swt, sebagaimana orang kafir tahu bahwa yang menjadikan langit dan bumi itu ialah Allah, justeru mereka tidak beriman dengan apa yang mereka tahu. Sebaliknya, mereka mengambil tuhan-tuhan yang lain, ada yang menjadikan nafsu mereka sebagai tuhan mereka. Firman Allah: "Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya" (Surah Al-Furqan : 43)

Tidak kurang pula manusia yang hanya mengaku beriman dengan Allah tetapi hanya menyembah Allah dalam shalat saja akan tetapi di luar shalat, mereka tidak mematuhi Allah, enggan berpegang dan melaksanakan hukum Allah swt malah mereka ragu akan kebenaran hukum dan undang-undang Allah swt. Mereka berdalih dengan pelbagai alasan seperti hukum Islam tidak cocok diterapkan di negeri ini karena negeri kita masyarakatnya majemuk. Dalam keadaan penuh keraguan ini, tidak mudahlah baginya menjawab persoalan Munkar dan Nankir.

Tidak juga mudah untuk menjawab pertanyaan tentang 'rasul' jika kita tidak menjadi umat Muhammad saw yang patuh dan melaksanakan segala ajarannya dan mengikuti sunnahnya. Demikian pula soal kiblat, semua orang tahu bahawa kiblat orang Islam ialah Ka'bah tetapi mengapa banyak di antara kita menjalin hubungan sesama manusia berkiblatkan Barat. Kesemua pertanyaan yang dikemukakan oleh malaikat Munkar dan Nankir itu laksana soal-soal ujian yang bersisi tentang dasar hidup mereka semasa di dunia.

Golongan yang Selamat dari Siksa Kubur
Di kalangan ahli kubur yang mendapat taufiq Allah swt serta ditetapkan hatinya dengan kalimat Thayyibah "Lailahaillalah, Muhammadarasulullah" Mereka bukan hanya dapat menjawab pertanyaan Munkar dan Nankir malah dapat balik bertanya kepada kedua malaikat, adapun mereka adalah:
1. Para ulama yang terpilih oleh Allah swt disebabkan keimanan dan ketakwaannya yang memyebabkann mereka benar-benar ma'rifat akan Allah swt. Mereka ikhlas melakukan segala perintah Allah. Keadaan bagi mereka di kubur bagai berada di bawah sebuah kubah yang besar. Sebuah ruang yang terbuka luas dari kuburnya dan menghadap ke arah syurga. Ketika itu dihamparkan sutera-sutera syurga di tempat mereka bersimpuh, serta emerbak wewangian, ditambah nikmatnya hembusan angin yang lembut menyerpa dari taman syurga yang nyaman dan menyegarkan. Segala kesenangan yang dinikmati menjadikan mereka berada dalam keadaan yang sungguh nyaman dan mereka seringkali akan bertanya kepada Allah swt, bilakah Qiamat akan datang?

2. Golongan terpilih selepas ulama ialah orang-orang yang tergolong dalam kategori "Al-Mukmin al Amil", sungguhpun mereka tidak mempunyai amal yang banyak seperti ulama tadi. Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang akan menjadikan amal sholeh mereka menjadi seorang yang paling disayangi dan dihormati ketika di dunia dulu untuk menjadi temannya sepanjang masa di dalam kubur. Alangkah bahagianya bagi seseorang yang sedang kesepian duduk sendirian, tiba-tiba datang beberapa teman dari kalangan sahabat dan handai taulan yang dikasihi mendampinginya. Sebelum mereka tiba, telah sampai terlebih dahalu semerbak wewangian.

Bagi mukmin ‘Ashi (mukmin yang melakukan maksiat) segala perbuatan maksiat mereka akan dijelmakan oleh Allah s.w.t menjadi seekor Khinzir atau binatang buas. Segala kejahatan akan menjadi bala kepada mereka; menambahkan lagi azab sengsara di dalam kubur, di samping azab yang didatangkan oleh malaikat disebabkan kegagalan untuk menjawab pelbagai soalan yang dikemukakan.

Pelajaran dari Azab Kubur
Allah swt memberikan ganjaran kepada manusia setimpal dengan amalnya. Bagi mukmin yang bertaqwa, mereka akan mendapat pahala yang sangat istimewa. Adapun terhadap yang fujjar dan kuffar, mereka akan ditimpa azab yang tidak dapat dibayangkan oleh fikiran manusia kerana azab ini tidak pernah disaksikan atau berlaku di atas muka bumi. Dalam keadaan menanggung azab yang pedih, tiba-tiba Allah s.w.t memerintahkan agar dibuka pintu yang menghala ke lorong yang menuju neraka. Segala bau busuk dan bahang neraka meresap masuk ke dalam kubur mereka. Malaikat akan datang membawa bunga rampai api neraka dan menaburkan ke atas kafir dan fujjar yang berbaring. Sebelum datang smeua ini, Allah s.w.t mendatangkan pula sepasang pakaian daripada minyak yang mendidih, dibalutkan pakaian tersebut kepada mereka.

Ingatlah sungguhpun Allah menurunkan pelbagai bala seperti gempa bumi, angin ribut, taufan dan lain-lain, namun semua ini hanya bala Allah yang Maha Perkasa dengan tujuan agar manusia berfikir dan insaf. Dengan berbuat demikian, niscaya akan menambahkan lagi keyakinan dan keimanan terhadap kekuasaan Allah s.w.t.

Selain malaikat Munkar dan Nankir, akan datang sekumpulan malaikat yang buta dan tuli yang khusus bertugas memberi azab yang pedih. Di tangan mereka ada palu besi yang jika dipukulkan kepada gunung batu, niscaya akan hancur lebur dengan sekali pukul. Kubur tempat roh menerima hukuman. Oleh karena itu, wajiblah seseorang itu beriman dengan perkara yang akan dirasakan oleh roh. Roh seseorang akan senang dan riang apabila ditunjukkan segala amal perbuatannya yang sholeh dan roh seseorang itu akan merasa dukacita dan bersedih hati apabila melihat amalannya yang jahat. Wallahu a'lam


Pengirim : Aidil Heryana
Sumber : www.pk-sejahtera.org

Jangan Hinakan Nikmat Allah

Oleh: Muhammad Nuh - dakwatuna.com

Hidup kadang tak ubahnya seperti untaian benang panjang yang punya dua warna. Silih berganti warna itu menghias untaian benang. Ada warna suka, ada duka. Benang akan tampak menarik ketika terhias suka. Dan, akan dibenci ketika warna duka terlalui.
Namun demikian, sebagian orang kadang lupa bahwa seperti itulah warna kehidupan. Mungkin, keterbatasan rasa manusia yang bahagia ketika suka. Dan sedih ketika duka. Tak jarang, keterbatasan itu pun menggiring pandangannya kepada Pembuat Hidup. Bahwa, suka adalah kemuliaanNya. Dan, duka adalah penghinaanNya.

Dalam surah Al-Fajr ayat 15 dan 16, Allah swt berfirman, “Ada pun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakanNya dan diberiNya kesenangan, maka dia berkata, ‘Tuhanku telah memuliakanKu. Ada pun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata, ‘Tuhanku menghinakanku.”

Fakta takaran kemuliaan dan kehinaan dalam pandangan sebagian manusia berkait dengan seberapa besar anugerah Allah berupa kenikmatan. Semakin kaya seseorang, semakin besar kemuliaan yang ia terima. Dan semakin miskin seseorang, seperti itulah kehinaan yang Allah berikan.

Sebagian manusia mungkin merasa sulit untuk menterjemahkan bahwa hidup bukan dua takaran tadi. Teramat sulit buat mereka untuk menggunakan kacamata iman bahwa hidup adalah ujian. Dan ujian tidak melulu melekat pada satu warna. Dalam duka memang ada ujian. Pun, dalam suka ada ujian.

Penjelasannya begitu gamblang ketika Allah swt berfirman dalam surah Al-Anbiyaa ayat 35. “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.”

Seperti itulah Thalut ketika sang komandan ini ingin mendapatkan bukti kualitas pasukannya. Ia tidak ingin para pejuangnya berorientasi hanya pada kesenangan hidup. Dan tidak lagi punya semangat ketika hidup tak lagi mampu memberikan kesenangan. Karena itu, mereka harus diuji.

Ujian pun dimulai. Orang yang berkualitas biasanya akan menangkap sebuah isyarat tes. Terlebih ketika kisi-kisi tes itu sudah digambarkan begitu jelas: ketika kita melalui sungai, dilarang meminum airnya kecuali dengan cidukan tangan. Penjelasan yang begitu jelas. Tapi, begitulah orang yang tak berkualitas. Penjelasan tinggallah penjelasan. Kelakuan tak juga berubah. Kenyataannya, sedikit sekali dari pasukan itu yang menikmati air sungai dengan cidukan tangan. Selebihnya, larut dalam kenikmatan. (Al-Baqarah: 249)

Jadi, ketika nikmat Allah diterjemahkan hanya dari satu sisi yaitu kesenangan, di situlah orang terjebak dalam kedangkalan nalarnya sendiri. Mereka akan bersyukur dan berterima kasih kepada Allah, kepada Yang Maha Pencipta, atas segala nikmatNya. Namun, ketika anugerah menempati sisi lain yang tak sesuai harapan, syukur dan terima kasihnya lenyap. Syukurnya menguap bersama kecewanya: Allah menghinakan saya.
Padahal, cocok atau tidaknya sebuah harapan dengan kenyataan yang Allah berikan, kalkulasinya begitu luas. Mungkin, kita pernah kecewa ketika kereta yang kita kejar-kejar sehingga harus ditebus dengan lewatnya sarapan pagi, ternyata harus berlalu mendahului kita. Kita kecewa. Padahal, itulah nikmat Allah. Karena, kereta itu ternyata mengalami kecelakaan. Allah menyelamatkan kita dengan sesuatu yang sebelumnya kita anggap mengecewakan.

Kita mungkin pernah kecewa ketika calon suami atau isteri yang selangkah lagi akan syah menjadi pendamping, menyatakan pembatalan sepihak. Kita kecewa. Padahal, di saat itulah Allah sedang memberikan kebaikan. Karena ternyata, beberapa bulan kemudian sang calon meninggal dunia karena penyakit dalam yang kronis.
Kekecewaan-kekecewaan itu mungkin bisa dianggap wajar. Karena ada sesuatu yang belum kita peroleh. Dan sesuatu itu memang mahal. Bahkan, seorang Nabi Musa a.s. pun harus bersusah payah mendapatkan sesuatu itu. Dan sayangnya, ia sempat gagal di tengah jalan.

Pelajaran itu bisa kita lihat ketika Allah swt mengisahkan dua hambaNya yang mulia: Musa a.s. dan Khidr a.s. Dalam surah Al-Kahfi ayat 65 hingga 82, Allah swt. menggambarkan bagaimana Musa a.s. gagal menangkap maksud tiga tindakan yang tidak menyenangkan Khidr a.s. Yaitu, melubangi perahu-perahu nelayan, membunuh anak kecil, dan menegakkan dinding yang hampir roboh. Padahal, ketiga tindakan Khidr a.s. itu punya maksud yang amat baik. Di situlah Musa a.s. belajar tentang anugerah kebaikan dan keburukan.

Jadi, ridha atas segala sesuatu yang Allah berikan adalah pijakan awal dari lahirnya rasa syukur seorang hamba. Terhadap anugerah apa pun: besar atau kecil. Ridha dengan anugerah yang besar adalah kesiapan diri agar senantiasa menjaga amanah, agar nikmat tidak terselewengkan dalam maksiat. Dan ridha dengan yang kecil adalah kebersihan hati dari buruk sangka atas pemberian Allah.

Seorang sahabat Rasul pernah terperanjat ketika malam pertamanya tiba. Ia seperti hampir tak menerima kenyataan wajah isterinya. Ada keraguan terselip di situ. Bahkan, ketidaksukaan pun nyaris mendominasi hatinya. Seolah, hatinya bicara, “Ah, seperti inikah nikmat yang Allah berikan kepada saya?”

Namun, semua itu sirna seketika saat sang isteri mampu menangkap gelisah itu. Ia langsung membacakan sebuah ayat di surah An-Nisa. “Dan bergaullah dengan mereka (isteri-isteri) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa: 19)

Ketika ridha menutup segala prasangka, syukur terungkap dengan seketika. Ia muncul dari hati yang dalam. Bersih tanpa pamrih. Lahir dari kesadaran bahwa tak seorang pun yang pernah dan akan memiliki sesuatu. Tak semua kesenangan melahirkan bahagia. Dan tak semua kesusahan membawa celaka. Semuanya pinjaman dari Allah. Dan akan kembali kepada-Nya pula.

Jangan hinakan nikmat Allah. Syukurilah anugerah Allah apa adanya. Justru, dalam keridhaan dan syukur itulah kenikmatan terasa ganda. Kita tidak sedang menikmati anugerah fisik saja. Melainkan, belaian kasih sayang Allah yang tak hingga. Nikmatilah warna-warni hidup. Karena hidup memang penuh warna.