Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

20 Oktober 2010

TANDA IMAN

by Yusuf Mansur Network on Tuesday, October 19, 2010 at 5:12pm

Keyakinan orang beriman akan adanya kehidupan sesudah kematian menyebabkan dirinya selalu berada dalam mode standby menghadapi kematian. Ia memandang kematian sebagai suatu keniscayaan. Tidak seperti orang kafir yang selalu saja berusaha untuk menghindari kematian. Orang beriman sangat dipengaruhi oleh pesan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam yang bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ

“Banyak-banyaklah mengingat penghapus kenikmatan, yakni kematian.” (HR Tirmidzi 2229)

Sedangkan sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu pernah berkata: “Bila manusia meninggal dunia, maka pada saat itulah ia bangun dari tidurnya.” Subhanallah...! Berarti beliau ingin mengatakan bahwa manusia yang menemui ajalnya adalah manusia yang justru baru mulai menjalani kehidupan sebenarnya, sedangkan kita yang masih hidup di dunia ini justru masih ”belum bangun”. Sungguh, ucapan ini sangat sejalan dengan firman Allah ta’aala:

وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآَخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” (QS Al-Ankabut 64)

Pantas bilamana Ali radhiyallahu ’anhu pula yang berkata: “Dunia pergi menjauh dan akhirat datang mendekat. Karena itu, jadilah kalian anak-anak akhirat, jangan menjadi budak-budak dunia. Sekarang waktunya beramal, dan tidak ada penghisaban. Sedangkan besok waktunya penghisaban, tidak ada amal.”

Bagaimanakah kematian orang beriman? Dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:

عَنْ قَتَادَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَمُوتُ بِعَرَقِ الْجَبِينِ

“Orang beriman meninggal dengan kening penuh keringat.” (HR Ahmad 21886)

Penulis produktif Aidh Al-Qarni menulis: ”Saya menyeru setiap orang tua agar mengingat kematian. Sadar bahwa dirinya sudah mendekat maut serta tidak mungkin bisa lari darinya. Jadi, siapkan diri untuk menemui Allah. Karena itu, sudah sepantasnya ia menjauhi akhir kehidupan yang jelek dan memperbanyak amal kebaikan sehingga dapat berjumpa dengan Allah ta’aala dalam keadaan diridhai.”

Ambillah keteladanan dari kematian Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu. Ia ditikam oleh Abu Lu’luah saat sedang mengimami sholat subuh. Umarpun jatuh tersungkur bersimbah darah. Dalam keadaan seperti itu ia tidak ingat isteri, anak, harta, keluarga, sanak saudara atau kekuasaannya. Yang ia ingat hanyalah ”Laa ilaha illallah Muhammad rasulullah, hasbiyallah wa ni’mal wakil.” Setelah itu ia bertanya kepada sahabatnya: ”Siapakah yang telah menikamku?” ”Kau ditikam oleh Abu Lu’luah Al-Majusi.” Umar radhiyallahu ’anhu lalu berkata: ”Segala puji bagi Allah ta’aala yang membuatku terbunuh di tangan orang yang tidak pernah bersujud kepada-Nya walau hanya sekali.” Umar-pun mati syahid.

Ketika Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam menghadapi sakaratul maut beliau mengambil secarik kain dan menaruhnya di wajah beliau karena parahnya kondisi yang beliau hadapi. Lalu beliau berdoa:

لا إله الا الله... لا إله الا الله... لا إله الا الله إن للموت لسكرات... اللهم أعني على سكرات الموت... اللهم خفف علي سكرات الموت

“Laa ilaha illallah… Laa ilaha illallah… Laa ilaha illalla. Sungguh kematian itu sangat pedih. Ya Allah, bantulah aku menghadapi sakratul maut. Ya Allah, ringankanlah sakratul maut itu buatku.” (HR Bukhary-Muslim)

Aisyah radhiyallahu ’anha menuturkan: “Demi Allah, beliau mencelupkan kain itu ke air lalu meletakkannya di atas wajah beliau seraya berdoa:

اللّهُمَّ أَعِنيِّ عَلىَ سَكَرَاتِ الْمَوتِ

”Ya Allah, bantulah aku menghadapi sakratul maut.”

Saudaraku, marilah kita mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian yang bisa datang kapan saja. Kematian yang sungguh mengandung kepedihan bagi setiap manusia yang mengalaminya. Hingga kekasih Allah ta’aala saja, yakni Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam berdoa agar Allah ta’aala ringankan bagi dirinya sakaratul maut. Tidak ada seorangpun yang tidak bakal merasakan kepedihan sakratul maut.

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS Ali Imran 185)

Marilah saudaraku, kita mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan segera bertaubat memohon ampunan dan rahmat Allah ta’aala sebelum terlambat. Sebab begitulah kematian orang kafir. Suatu bentuk kematian yang diwarnai penyesalan yang sungguh terlambat.

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh (dinding) sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS Al-Mu’minun 99-100)

19 Oktober 2010

Ketika Bumi dan Qubur Memanggil

Ketahuilah setiap hari bumi tempat kita berdiri memanggil-manggil manusia 10 kali :

1. He anak cucu Adam; berjalanlah di atasku namun kalian semua akan masuk ke perutku.
2. He anak cucu Adam; berbuat ma’shiyatlah di atasku namun kalian akan disiksa di dalam perutku.
3. He anak cucu Adam; tertawalah kalian di atasku namun kalian semua akan menangis di dalam perutku.
4. He anak cucu Adam; makanlah kalian dengan barang haram di atasku namun kalian semua akan dimakan cacing di dalam perutku.
5. He anak cucu Adam; bersenang-senanglah kalian di atasku namun kalian semua akan sengsara selama-lamanya di dalam perutku hingga hari Qiyamat.
6. He anak cucu Adam; kumpulkanlah harta yang haram di atasku namun kalian semua akan hancur di dalam perutku.
7. He anak cucu Adam; sombongkan diri kalian di atasku namun kalian semua akan terhina didalam perutku.
8. He anak cucu Adam; berjalanlah kalian dengan senang hati di atasku namun kalian semua akan didera kesusahan di dalam perutku.
9. He anak cucu Adam; berjalanlah kalian ditempat yang terang di atasku namun kalian semua akan sendirian ditempat yang gelap gulita di dalam perutku.
10. He anak cucu Adam; bersenang-senanglah kalian bersama manusia lain di atasku namun kalian semua akan seorang diri di dalam perutku.

Selain itu Qubur memanggil-manggil sampai 5 kali setiap harinya :

1. Aku ini rumahnya orang sendiri maka carikan aku teman dengan membaca Al-Quran;
2. Aku ini rumah yang gelap gulita, supaya terang benderang sholatlah tahajud;
3. Aku ini rumah hanya berupa tanah maka carikan alas berupa amal kebaikan;
4. Aku rumahnya ular, kelabang, kalajengking dan lain-lain, bentengilah dengan Basmallah dan air akan mengalir karena taubat kepada Alloh Ta’alaa.;
5. Aku ini rumahnya Munkar dan Nakir maka banyak-banyaklah membaca kalimat toyyibah.

08 Oktober 2010

Siapa Mau Mendengarkan Mereka?

by Media Islam Online on Saturday, September 25, 2010 at 1:47pm

Malam itu saya tersentak ketika seorang kawan menceritakan berbagai kejadian di bulan Ramadhan yang baru saja berlalu. Ia kedatangan dua orang temannya yang mengeluhkan keadaan mereka masing-masing, tapi dengan tema yang sama; kelaparan. Tamu yang satu berterus terang bilang bahwa di rumahnya tidak ada hidangan berbuka, sedangkan yang seorang lagi bercerita bahwa ia tidak punya makanan untuk sahur. Kawan saya termangu menerima mereka. Karena ia sendiri sama-sama tengah dibelit masalah ekonomi, tapi yang ia temui adalah dua orang yang keadaannya jauh lebih mengenaskan. Dan keduanya adalah pejuang syariah.

Kali lain kawan saya bercerita ada seorang temannya yang dengan agak memaksa minta ikut berbuka puasa di rumahnya. “Aku ikut buka ya di rumahmu? Di rumahku nggak ada makanan untuk berbuka. Kau pasti punya makanan, kan?” pintanya. Kembali kawan saya tercenung. Ia sendiri hanya punya hidangan ala kadarnya dan nasi putih. Tidak tega menolak, ia menyanggupi permintaan kawannya tersebut. Untuk memuliakan tamu dan menyenangkan kawannya ia menambah lagi beberapa gorengan sebagai teman nasi putih. Hanya gorengan karena memang hanya itu yang sanggup ia beli.

Sentakan ke dada saya belum berhenti lagi, kali ini kawan saya yang lain bercerita ada seorang istri pejuang syariat yang nyaris diperkosa tetangganya sendiri. Rupanya pelaku tahu bahwa sang suami sering pulang malam mencari nafkah, dan ia memanfaatkan kesempatan itu untuk melampiaskan nafsu bejatnya. Alhamdulillah, Allah memberikan pertolongan dan menyelamatkan sang istri. Khawatir dengan keselamatan istrinya, sang dai muda ini berhenti kerja malam mencari pekerjaan lain. Kabarnya ia kini jadi pengangguran.

Saya pun teringat dengan sms dari seorang pejuang syariat lain di kota lain. Dengan nada mengenaskan ia bercerita bahwa toko tempatnya bekerja sudah bangkrut kini ia kebingungan mencari nafkah. Sementara itu seorang pejuang lain mengirim sms: “Alhamdulillah, pondasi rumah yang kami bangun tadi malam hancur tersapu banjir. Mohon doanya.” Kalimat hamdalah yang tidak pada tempatnya itu saya duga ekspresi tekanan batinnya yang amat berat. Pasalnya, rumahnya yang lama akan digusur, tapi ia tidak mendapatkan penggantian. Maka dengan sisa dana yang ada ia dan keluarganya mencari lokasi baru untuk membangun rumah. Tapi baru pondasi awal dipancangkan sudah hancur tersapu banjir. Innalillahi wa inna ilayhi raji’un.

Dunia memang ladang ujian. Dan Allah akan menguji keimanan seseorang sesuai kadar imannya masing-masing. Nabi saw. pernah ditanya oleh Sa’ad bin Abi Waqqash, “Siapakah orang yang paling berat ujiannya?” Rasulullah saw. menjawab :

الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ يُبْتَلَى الْعَبْدُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ وَمَا عَلَيْهِ مِنْ خَطِيئَةٍ

“Para nabi, kemudian orang tingkatan di bawahnya, dan di bawahnya. Seseorang diuji sesuai kadar agamanya, jika ia teguh dalam memegang agamanya maka dia mendapat ujian yang berat. Tapi jika ia lemah dalam memegang agamanya maka ia diuji sesuai kadar agamanya. Dan senantiasa ujian menimpa seorang hamba sampai Allah membiarkanya berjalan di muka bumi dan tidak ada padanya dosa.”(HR. Ibnu Majah).

Khususnya kepada mereka yang mengaku cinta kepada dien-Nya dan memperjuangkannya agar tegak di muka bumi, bersiap-siaplah untuk didera ujian.

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ

“Siapa yang dikehendaki oleh Allah mendapat kebaikan, dipercepat musibah yang menimpanya.”(HR. Bukhari).

Ujian kemiskinan, kemelaratan dan kelaparan yang menimpa sebagian saudara kita pastinya berkurang efek deritanya ketika sesama muslim, apalagi pejuang dien ini mau mendengarkan dan membantu. Karena siapa lagi di atas muka bumi ini yang bisa dan mau mendengarkan kesusahan hidup para pejuang dien selain sesama ikhwan wa akhwat fillah?

Tidak usahlah kita membandingkan dan mendiskusikan nasib saudara kita ini dengan para penguasa negeri ini yang semakin bebal mengurusi rakyatnya. Atau dengan sebagian pejabat dan wakil rakyat yang sudah disibukkan dengan kerakusan mereka dalam mengganyang uang rakyat. Tapi marilah bicara dari hati ke hati dengan sesama kalangan yang mengaku ikhwan fid-dien. Karena sebagian pejuang dien ini juga Allah limpahkan (baca: beri ujian) dengan gelimang rizki. Sebagian ikhwan dan akhwat fillah berlalu lalang di medan dakwah dengan gadget modern; ber-black berry, laptop canggih, naik turun mobil, dan berceramah dan mengisi training di gedung-gedung pertemuan yang berpendingin ruangan yang sejuk.

Sebagian muslim berdalih bahwa apa yang mereka lakukan adalah demi kemaslahatan dakwah, bukan gaya-gayaan atau lifestyle. “Masak dakwah Islam kalah dengan dakwah orang-orang sekuler dan kaum kafir?” sergah mereka. Maka piranti yang canggih dan gedung pertemuan yang sejuk seolah jadi syarat mutlak.

Sebagian dari ikhwan dan akhwat fillah juga sering pulang ‘berjuang’ dengan membawa amplop berisi uang pemberian jamaah. Jumlahnya pun subhanallah terbilang besar. Beberapa ratus ribu atau mungkin juta yang oleh sebagian ikhwan lainnya sama dengan penghasilan mereka dalam sebulan atau mungkin lebih.

Maka orang bisa tertawa kering ketika ada muslim yang sibuk mencari gadget terbaru dengan alasan ‘tuntutan kerja dan dakwah’, padahal yang lama pun masih mumpuni. Atau ada muslim yang masih sempat merawat tubuhnya dengan biaya ratusan ribu atau memasang kawat gigi dengan harga jutaan rupiah. Sementara ada dai yang tidak punya penganan untuk berbuka puasa. Inilah yang dicemaskan oleh Rasulullah saw. kepada umatnya kelak:

“Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan atas kalian sepeninggalku nanti, ialah terbuka lebarnya kemewahan dan kemegahan dunia ini padamu.”(HR. Bukhari, Muslim).

Menjadi kaya adalah boleh, tapi kaya hati adalah harus. Termasuk berempati dan tetap sadar bahwa keberlimpahan harta yang bertebaran di jalan dakwah adalah hasil tetesan keringat bahkan mungkin air mata sebagian ikhwan kita yang ekonominya terseok-seok.

Pernahkah ketika seorang dai pulang ke rumahnya dari mengisi ceramah, lalu panitia memberikan amplop berisi uang, ia menyadari bahwa uang itu adalah hasil patungan panitia atau sumbangan warga yang bisa jadi ekonominya di bawah rata-rata? Atau terbukakah mata kita bahwa di balik suksesnya sebuah acara yang terselenggara di gedung yang mewah, dan para pembicaranya serta panitianya mendapat makanan berlimpah, itu juga hasil pengorbanan sebagian keluarga-keluarga pejuang syariat yang keadaannya mengenaskan?

Beberapa tahun silam ada seorang kader parpol Islam kontestan pemilu yang anaknya meninggal karena ia tidak punya biaya untuk membawanya ke rumah sakit. Padahal parpolnya dan para elit partainya hidup berkecukupan setelah masuk ke gedung parlemen yang megah. Ala kulli hal, keadaan ini bisa terjadi di mana saja, dan kepada siapa saja. Bukan saja pada kelompok A, B, atau C. Tapi bisa menimpa seluruh bagian dari umat ini ketika kepekaan nurani terkikis kemilaunya dunia, meski itu di jalan dakwah.

Segeralah kita menyadari dan membangun kepekaan nurani. Saling mendukung di jalan dakwah ini. Kemenangan dakwah bukan ditentukan oleh sosok dainya yang glamor bak selebritis, membawa laptop dan lcd yang canggih, atau acaranya dibangun di tempat yang megah. Tapi kemenangan dakwah didapat dari ketakwaan dan kedekatan para pejuangnya kepada Allah.

Imam Tirmizi meriwayatkan bahwa ketika pasukan Romawi mengalami kekalahan di medan Perang Yarmuk, telah menimbulkan keheranan bagi Kaisar Romawi, Heraklius. Saat ia berada di Anthakiyah ia bertanya kepada para perwira militernya, “Celakalah kalian, beritahukan kepadaku tentang musuh kalian. Bukankah yang kalian hadapi adalah manusia juga seperti kalian?” mereka menjawab, “Ya!” Heraklius kembali bertanya, “Apakah jumlah kalian lebih banyak dari mereka atau sebaliknya?” mereka menjawab, “Jumlah kami berlipat ganda di setiap tempat.” Dengan heran Heraklius bertanya, “Lalu kenapa kalian kalah?”. Seorang yang dituakan oleh mereka lalu menjawab, “Kami dikalahkan mereka disebabkan mereka shalat di malam hari, berpuasa di siang hari, mereka menepati janji, mengingatkan dengan yang maruf dan mencegah yang mungkar dan saling jujur kepada sesama. Sedangkan kita gemar minum khamr, berzina, mengerjakan yang haram, menyalahi janji, menjarah harta, berbuat kezaliman, menyuruh kepada kemungkaran, melarang dari apa-apa yang diridloi Allah, dan berbuat kerusakan di bumi.”

Mendengar jawaban itu Heraklius berkata, “Engkau telah berkata benar.”



oleh : Ustadz Iwan Januar

Al-Hadist

“Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan atas kalian sepeninggalku nanti, ialah terbuka lebarnya kemewahan dan kemegahan dunia ini padamu.”(HR. Bukhari, Muslim).

CITA-CITA: Menikah Dengan Bidadari

by Media Islam Online on Thursday, October 7, 2010 at 9:41pm

***

Topik apakah yang paling memikat perhatian Orang (termasuk para aktivis) saat ini?. Sepertinya tidak salah jika kita menyimpulkan topik tersebut adalah tema tentang cinta dan turunan-turunannya (termasuk tentang pernikahan). Berdasarkan hasil pengamatan sederhana, Diskusi-diskusi dan tulisan seputar Ijtimaiyah lebih ramai daripada diskusi atau tulisan tentang politik dan kemaslahatan umat. Entah itu di dunia nyata maupun di dunia maya (wabil khusus di dunia fb). Status/Notes/Link tentang Cinta dan pernikahan, hampir pasti menjadi top news atau Trending topic di situs jejaring sosial.

Membahas dan memikirkan tentang cinta dan pernikahan memang penting, akan tetapi Dakwah memenuhi seruan Allah dan melakukan amaliyah praktis adalah JAUH LEBIH PENTING.

Perjalanan hidup Salah seorang Sahabat mulia, Saad as Sulamy RA, Mengingatkan kepada kita bahwa ketaatan kepada Allah adalah segala-galanya. Penggalan kisah hidup beliau ini semoga bisa mengispirasi dan ‘menyadarkan’ kita.

***

Suatu pagi sahabat mulia, Saad as Sulamy RA, menemui Rasulullah Saw, di Masjid Nabawi. Setibanya di sana beliau pun mengerjakan sholat kemudian mengikuti majelis Rasulullah Saw. Setelah Majelis selesai, beliu mendatangi Rasulullah Saw. Untuk menyampaikan keluhan, “Wahai Rasulullah Saw. aku telah berulang kali melamar kepada orang-orang yang tadi hadir disini dan juga kepada yang tidak hadir disini, namun mereka menolakku disebabkan kulit hitam dan buruk rupaku...”

Mendengar itu, Lalu nabi Saw. pun berucap, “Pergilah engkau ke rumah Amr bin Wahb. Ketuklah pintunya dan ucapkanlah salam. Bila engkau telah masuk, katakanlah bahwa Rasulullah menikahkan engkau dengan putri mereka!”

Sa’ad pun melaksanakan perintah Rasulullah Saw. Beliau menuju rumah itu. Dan setelah dipersilahkan masuk, beliau pun menyampaikan titah nabi Saw, “Sesungguhnya aku diutus oleh Rasullullah Saw. dan beliau berpesan kepada kalian bahwa beliau menikahkanku dgn putri kalian.”

Awalnya sahabat Amir bin Wahb menolak lamaran tersebut mengingat ia adalah orang terpandang serta Putrinya adalah wanita shalihah lagi cantik jelita. Kurang pas kiranya jika Saad menjadi suami putrinya. Mendapat penolakan, sahabat Saad pun pergi menemui Rasulullah Saw. untuk mengadukan hal ini.

Sang putri yang mendengar pembicaraan tadi segera mengingatkan sang Ayah, “Wahai ayah cepat laksanakan apa yang diperintahkan kepadamu sebelum Allah menurunkan wahyu tentangmu. bukankah Allah telah mengatakan:

“Dan tidak patut bagi laki-laki beriman dan juga bagi wanita-wanita beriman apabila Allah dan rasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah Dan rasulNya, maka sesungguhnya dia telah sesat, Sesesat-sesatnya.” (TQS Al-ahzab:36)

Sahabat Amr pun sadar bahwa putrinya lebih cerdas daripada dirinya. Maka segeralah ia menemui Rasulullah Saw. untuk meminta maaf dan melaksanakan perintahnya. Maka terjadilah akad pernikahan tersebut dihadapan Rasulullah Saw.

Dengan kegembiraan yang meluap-luap, Saad segera pergi ke pasar untuk membeli perlengkapan dan hadiah untuk istrinya. Namun, ketika akan memasuki pasar, tiba-tiba beliau mendengar panggilan, “Wahai tentara-tentara Allah, Berangkatlah dan bergembiralah dengan janji Surga!”

Itu adalah panggilan untuk berjihad. Tanpa berpikir panjang, Saad masuk ke dalam pasar. Bukannya membeli perlengkapan dan hadiah untuk sang istri, akan tetapi yang beliau beli adalah Kuda dan Senjata. Selanjutnya beliau segera menyusul para Mujahidin lainya ke medan perang. Di sana beliau berjibaku dan berhasil membunuh beberapa musuh sebelum akhirnya beliau terbunuh. Rasulullah Saw. mendatangi jasadnya, kemudian meletakkannya disisi beliau. Lalu Nabi Saw. mengirim senjata dan kudanya kepada sang istri yang menantinya di rumah.

“Katakan kepada mereka, bahwa Allah telah menikahkannya dengan wanita yang lebih baik dari gadis kalian, dan ini (senjata dan kudanya) adalah harta warisanya...”, sabda Nabi Saw, kemudian beliau membaca firman Allah;

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam tempat yang aman, yaitu di dalam taman-taman dan mata air-mata air; mereka memakai sutra yang halus dan sutra yang tebal, duduk berhadap-hadapan. Dan kami nikahkan mereka dengan Bidadari...” (TQS Ad-Dukhan: 51)

***

Kisah di atas sangat kaya akan inspirasi. Saya sampai menetesan air mata membaca kisah diatas. Sahabat Saad as Sulamy RA, Mengingatkan kepada kita bahwa ketaatan kepada Allah adalah segala-galanya. Menurut beliau MENIKAH MEMANG PENTING, TAPI MEMENUHI PANGGILAN ALLAH ADALAH JAUH LEBIH PENTING. Memang benar Menikah itu adalah hal yang istimewa, tapi toh itu bukanlah sesuatu yang luar biasa.


Tepat untuk kita renungkan pesan dari sahabat mulia Abu Darda RA,; “Barangsiapa yang taat kepada allah, maka allah akan menunjukkan kharisma-nya kepada orang lain meski ia ada ada dibalik 7 pintu. Sebaliknya, barangsiapa yang Durhaka kepada allah, maka allah pun akan menunjukkan keburukan-nya kepada orang lain meski ia ada ada dibalik 7 pintu.”


Allahu A’lam [fr]