Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

03 Januari 2011

ISTRI YANG DICINTAI SUAMI

***
Membaca seyogyanya menjadi hobi utama kita. Terutama membaca kisah tentang orang-orang mulia, orang-orang yang telah dijamin menjadi penduduk surga.

Salah satu bacaan favorit saya adalah Majalah bulanan Al-Wa’ie edisi Indonesia yang diterbitkan oleh Hizbut Tahrir. Alasan saya ‘kecanduan’ membaca majalah tersebut diantaranya adalah rubrik-rubriknya yang sangat kaya akan tsaqofi, inspirasi dan motivasi. Rubrik yang pertama kalinya saya buka dan baca manakala memegang majalah tersebut adalah rubrik Ibrah yang diasuh oleh Ust. Arief B. Iskandar.

Rubrik Ibrah majalah Alwa’ie edisi beberapa bulan yang lalu mengangkat kisah yang sangat inspiratif. Kisah tentang seorang perempuan berbudi, perempuan yang disayang suami. Berikut ringkasan kisahnya;

Suatu Ketika Baginda Rasulullah Saw. bertanya kepada putrinya Fatimah “Fatimah putriku, maukah engkau menjadi seorang perempuan yang baik budi dan istri yang disayang suami?”
“Tentu, wahai ayahku,” jawab Fatimah.
“Tidak jauh dari rumah ini berdiam seorang perempuan yang sangat baik budi pekertinya dan ia merupakan wanita penghuni surga. Namanya MUTHI’AH. Temuilah ia, teladani budi pekertinya yang baik itu,” kata Baginda lagi.

Lantas, bergegaslah Fatimah menuju rumah Muthi’ah. Begitu gembira Muth’iah mengetahui tamunya adalah putri Nabi Saw. ”Sungguh, bahagia sekali aku menyambut kedatanganmu, Fatimah. Namun, aku perlu meminta izin suamiku terlebih dahulu. karena itu, pulanglah dan datanglah kembali esok hari.”

Keesokan harinya Fatimah datang lagi bersama Hasan, putranya yang masih kecil. Saat Muthi’ah melihat Fatimah datang lagi dengan membawa Hasan, berkatalah ia ”Maafkan aku, sahabatku, suamiku telah berpesan kepadaku untuk tidak menerima tamu laki-laki di rumah ini.”
”Ini Hasan putraku, ia kan masih kanak-kanak” kata Fatimah
”Sekali lagi maafkan aku. Aku tidak ingin mengecewakan suamiku, wahai Fatimah.”

Fatimah mulai merasakan keutamaan Muth’iah. Ia semakin kagum dan berhasrat menyelami lebih dalam akhlak wanita ini. Diantarlah Hasan pulang dan bergegaslah Fatimah kembali ke rumah Muth’iah.

”Aku jadi berdebar-debar” sambut Muthi’ah ”apakah gerangan yang membuatmu begitu ingin ke rumahku wahai putri Nabi”
”Memang benar Muthi’ah. Ada berita gembira untukmu dan ayahku sendirilah yang menyuruhku kesini. Ayahku mengatakan bahwa engkau adalah wanita yang berbudi baik. Karena itulah aku kesini untuk meneladanimu, Muthi’ah” sahut Fatimah
Muthi’ah gembira mendengar ucapan Fatimah. Namun ia masih ragu ”Engkau bercanda sahabatku? Aku ini wanita biasa yang tak punya keistimewaan apapun seperti yang engkau lihat sendiri”
”Aku tidak Berbohong Muthi’ah, karenanya ceritakan padaku agar aku bisa meneladaninya” timpal Fatimah.

Muthi’ah terdiam, hening. Lalu tanpa sengaja Fatimah melihat sehelai kain kecil, kapas dan sebatang rotan di ruangan kecil itu. Lantas ia bertanya ”Untuk apakah gerangan ketiga benda ini Muthi’ah?”
Muthi’ah tersenyum malu. Namun, setelah didesak ia pun bercerita ”Engkau tahu Fatimah, suamiku seorang pekerja keras, memeras keringat dari hari ke hari. Aku snagat sayang dan hormat kepadanya. Begitu kulihat ia pulang kerja, cepat-cepat kusambut kedatangannya. Kubuka bajunya lalu kulap tubuhnya dengan kain kecil ini hingga kering keringatnya. Ia pun berbaring di tempat tidur melepas lelah. Lantas aku kipasi beliau hingga lelahnya hilang atau ia tertidur pulas.”

”Sungguh luar biasa pekertimu Muthi’ah. Lalu untuk apa rotan ini?” tanya Fatimah.
”Kemudian aku berdandan secantik mungkin untuknya. Setelah ia bangun dan mandi, kusiapkan makan dan minum. Setelah semua selesai, aku berkata kepadanya, ”suamiku bilamana pelayananku sebagai istri dan masakanku tidak berkenan dihatimu, aku ikhlas menerima hukuman. Pukullah aku dengan rotan ini dan sebutlah kesalahanku agar tak kuulangi.”
”Seringkah engkau dipukuli oleh dia Muthi’ah” tanya Fatimah berdebar-debar.
”Tak pernah, Fatimah. Bukan rotan yang diambilnya justru akulah yang ditarik dan didekapnya penuh kemesraan. Itulah kebahagiaan kami sehari-hari.” tegas Muthi’ah lagi

Fatimah terkagum-kagum, ”Muthi’ah benar kata ayahku, engkau perempuan berbudi baik”

***
Sahabat, Inilah sebuah kisah tentang seorang istri shalihah yang oleh Rasul Saw, disebut sebagai wanita penduduk surga. Kisah tentang Seorang perempuan baik budi, perempuan yang dicintai suami.

Maka disini saya ingin mengingatkan kepada para pemuda, wahai ikhwan rahimakumullah marilah kita mencari sosok istri yang seperti MUTHI”AH. Istri ini yang divisualisasikan oleh Ust arif B Iskandar bak Berlian diantara bebatuan.
Kemudian untuk para Muslimah, hendaklah beraksi atau mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menjadi istri yang baik budi, Istri yang dicintai suami. Sosok Istri seperti yang dipesankan oleh Ust. Arief B. Iskandar pada bagian akhir tulisan beliau.
Allahu a’lam [] 

[Fahrur Rozy]