Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

08 September 2010

Sudah Shalat Ied Hari Jumat, Apa Masih Wajib Shalat Jumat?

Masalah ini memang sering ditanyakan ke saya, yaitu masihkah kita wajib shalat Jumat kalau pagi harinya kita sudah shalat Ied? Atau dengan kata lain, apakah shalat Idul Fithri atau Iedul Adha yang jatuh di hari Jumat, akan menggugurkan kewajiban shalat Jumat di siang harinya?

Ada tiga jawaban sederhana untuk masalah ini :

Pertama : Haditsnya Dhaif (Lemah)

Sebenarnya hadits yang menyebutkan ada sebagian shahabat dibolehkan tidak ikut shalat Jumat di hari Raya Iedul Fithri dari sisi kekuatan sanadnya masih bermasalah alias dhaif. Banyak pakar hadits yang mendhaifkan hadits ini dan yang semisalnya.

Dan kita tahu bahwa hadits yang bermasalah dari segi kekuatan sanadnya, tidak boleh dijadikan dalil atau hujjah dalam urusan aqidah, syariah, ibadah serta halal-haram.

Masak sih hari gini masih doyan makan hadits dhaif? Apa kata dunia?

Kedua : Nabi dan Para Shahabat Lainnya Tetap Melaksanakan Shalat Jumat

Pada kenyataannya tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW dan para shahabat di Madinah hari itu LIBUR dari shalat Jumat. Kalau pun kita terima hadits itu dengan memaksakan kehendak, yang tidak ikut shalat Jumat hanya beberapa orang saja, tidak melibatkan semua shahabat.

Artinya, di Madinah shalat Jumat pada hari Raya Iedul Fithri tetap berlangsung, tidak ada istilah libur atau cuti.

Ketiga : Yang Diberi Keringanan Tidak Shalat Jumat Memang Mereka Yang Pada Hakikatnya Tidak Wajib Shalat Jumat

Ini informasi yang paling penting mengenai adanya izin dari Rasulullah SAW atas sebagian shahabatnya untuk tidak ikut shalat Jumat di hari Raya. Mengapa Beliau SAW membolehkan?

Ternyata kalau kita selidiki lebih jauh, mereka itu memang bukan penduduk Madinah. Mereka ada kaum yang tinggal di luar daerah, bahkan sebagian kalangan menyebut mereka sebagai nomaden yang hidup berpindah-pindah.

Maka secara hukum, bukan hanya pas di hari Jumat yang bertepatan dengan Idul Fithri saja mereka dibolehkan tidak shalat Jumat, tetapi setiap hari Jumat sepanjang tahun memang mereka bukan orang yang diwajibkan shalat Jumat.

Salah satu syarat wajib shalat Jumat adalah status bermuqim, bukan musafir. Dan orang yang nomaden termasuk mereka yang pada dasarnya tidak wajib shalat Jumat.

Jumhur Ulama : Shalat Jumat Tetap Wajib

Jumhur ulama, selain Al-hanabilah, meski ada beberapa dalil hadits, sepakat bahwa shalat Jumat tetap wajib dilakukan, meski hari itu adalah hari raya, baik Idul fithr maupun Idul Adha. Mereka yang secara sengaja meninggalkan shalat Jumat di hari itu, selain berdosa juga wajib melaksanakan shalat Dzhuhur. Sebab dalam pandangan mereka, shalat Jumat tetap wajib hukumnya.

Dalam pandangan mereka, kekuatan dalil-dalil qath`i atas kewajiban untuk melaksanakan shalat Jumat di hari raya tidak bisa dikalahkan oleh dalil tentang bolehnya tidak shalat Jumat. Sebab kewajiban shalat Jumat didasari oleh Al-Quran, As-sunnah dan ijma` seluruh umat Islam.


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ



Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum`at, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.(QS. Al-Jumu`ah : 9)

Ada banyak hadits nabawi yang menegaskan kewajiban shalat jumat. Diantaranya adalah hadits berikut ini :


وَعَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً مَمْلُوكٌ وَامْرَأَةٌ وَصَبِيٌّ وَمَرِيضٌ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ



Dari Thariq bin Syihab radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Shalat Jumat itu adalah kewajiban bagi setiap muslim dengan berjamaah, kecuali (tidak diwajibkan) atas 4 orang. [1] Budak, [2] Wanita, [3] Anak kecil dan [4] Orang sakit." (HR. Abu Daud)

Hadits ini menegaskan bahwa yang menggugurkan kewajiban shalat Jumat hanya hal-hal tersebut. Dan tidak ada dijelaskan bahwa shalat idul fithr dan idul adha berfungsi menggugurkan shalat jumat.


مَنْ تَرَكَ َثلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا طبَعَ الله عَلىَ قَلْبِهِ



Dari Abi Al-Ja`d Adh-dhamiri radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Orang yang meninggalkan 3 kali shalat Jumat karena lalai, Allah akan menutup hatinya." (HR. Abu Daud, Tirmizy, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad)

Selain itu, ancaman buat orang yang meninggalan shalat jumat secara sengaja sangat berat. Bentuknya sampai disebut-sebut bahwa Allah akan menutup hati seseorang, sehingga tidak bisa menerima hidayah dari Allah SWT.


لَيَنتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الجُمُعَةَ أَوْ لَيَخْتَمَنَّ الله عَلَى قُلُوْبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُوْنَنَّ مِنَ الغَافِلِيْنَ



Dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa mereka mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda di atas mimbar,"Hendaklah orang-orang berhenti dari meninggalkan shalat Jumat atau Allah akan menutup hati mereka dari hidayah sehingga mereka menjadi orang-orang yang lupa".(HR. Muslim, An-Nasai dan Ahmad)

Berdasarkan dalil-dalil qath`i di atas, meninggalkan shalat jum’at termasuk dosa-dosa besar.

Al-Hafidz Abu Al-Fadhl Iyadh bin Musa bin Iyadh dalam kitabnya Ikmalul Mu’lim Bifawaidi Muslim berkata: “Ini menjadi hujjah yang jelas akan kewajiban pelaksanaan shalat Jum’at dan merupakan ibadah Fardhu, karena siksaan, ancaman, penutupan dan penguncian hati itu ditujukan bagi dosa-dosa besar (yang dilakukan), sedang yang dimaksud dengan menutupi di sini adalah menghalangi orang tersebut untuk mendapatkan hidayah sehingga tidak bisa mengetahu mana yang baik dan mana yang munkar”.

Sedangkan dalil yang membolehkan sebagian shahabat untuk tidak shalat Jumat dalam kasus itu hanya didasari oleh beberapa hadits, yang sebagiannya tidak shahih, atau setidaknya bermasalah.

Lagi pula kalau dalam kasus itu ada keringanan dari Rasululah SAW kepada sebagian shahabat, ternyata Rasulullah SAW sendiri tetap melaksanakan shalat Jumat. Kalau Rasulullah SAW sendiri tetap melaksanakannya, kenapa harus mengikuti apa yang dilakukan oleh sebagian shahabat. Bukankah kita ini shalat mengikuti Rasulullah?

a. Pendapat Al-hanafiyah dan Al-Malikiyah

Mewakili pendapat jumhur ulama, para ulama Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa suatu shalat tidaklah bisa menggantikan shalat yang lainnya dan sesungguhnya setiap dari shalat itu tetap dituntut untuk dilakukan.

Suatu shalat tidaklah bisa menggantikan suatu shalat lainnya bahkan tidak diperbolehkan menggabungkan (jama’) diantara keduanya. Sesungguhnya jama’ adalah keringanan khusus terhadap shalat zhuhur dan ashar atau maghrib dan isya.

b. Pendapat As-Syafi`iyah

Mewakili juga kalangan jumhur ulama, mazhab Asy-Syafi’iyah mengatakan bahwa kebolehan tidak shalat Jumat itu hanya berlaku khusus buat penduduk suatu kampung yang jumlahnya tidak mencukupi angka 40 orang.

Selain itu, orang yang tinggal di tempat terpencil jauh dari peradaban dan tidak mendengar adzan jumat, juga tidak wajib shalat Jumat. tapi mereka yang mendengar suara adzan dari negeri lain yang disana dilaksanakan shalat jum’at maka hendaklah berangkat untuk shalat jum’at.

Dalil mereka adalah perkataan Utsman didalam khutbahnya,”Wahai manusia sesungguhnya hari kalian ini telah bersatu dua hari raya (jum’at dan id, pen). Maka barangsiapa dari penduduk al ‘Aliyah—Nawawi mengatakan : ia adalah daerah dekat Madinah dari sebelah timur—yang ingin shalat jum’at bersama kami maka shalatlah dan barangsiapa yang ingin beranjak (tidak shalat jum’at) maka lakukanlah.

Shalat Jumat Tidak Wajib : Pendapat Menyendiri dari Al-Hanabilah

Mazhab ini menyimpulkan bahwa shalat Jumat gugur apabila pada pagi harinya seseorang telah melaksanakan shalat `Ied.

Dalil yang mereka kemukakan ada beberapa hadits, antara lain :


أن زيد بن أرقم شهد مع الرسول ـ صلى الله عليه وسلم ـ عيدين اجتمعا فصلى العيد أول النهار ثم رخص في الجمعة وقال: " من شاء أن يجمع فليجمع" في إسناده مجهول فهو حديث ضعيف.



Bahwa Zaid bin Arqam menyaksikan bersama Rasulullah SAW dua hari raya (Ied dan Jumat), beliau shalat Ied di pagi hari kemudian memberikan keringanan untuk tidak shalat Jumat dan bersabda,"Siapa yang mau menggabungkan silahkan. (HR. Ahmad Abu Daud Ibnu Majah dan An-Nasai)

Hadits ini isnadnya majhul dan merupakan hadits yang dhaif (lemah).


عن أبي هريرة أنه صلى الله عليه وسلم قال: "قد اجتمع في يومكم هذا عيدان؛ فمن شاء أجزأه من الجمعة وإنا مُجَمّعُون" رواه أبو داود



Dari Abu Huraiah RA bahwa Nabi saw bersabda,”Sungguh telah bersatu dua hari raya pada hari kalian. Maka barangsiapa yang ingin menjadikannya pengganti (shalat) jum’at. Sesungguhnya kami menggabungkannya.”(HR. Abu Daud)

Terdapat catatan didalam sanadnya. Sementara Ahmad bin Hambal membenarkan bahwa hadits ini mursal, yaitu tidak terdapat sahabat di dalamnya.

Mazhab Al-Hanabilah mengatakan bahwa orang yang melaksanakan shalat id maka tidak lagi ada kewajiban atasnya shalat jum’at. Namun pandangan ini tetap mewajibkan seorang imam untuk tetap melaksanakan shalat Jumat, jika terdapat jumlah orang yang cukup untuk sahnya suatu shalat jum’at. Adapun jika tidak terdapat jumlah yang memadai maka tidak diwajibkan untuk shalat jum’at.

Kesimpulan :

1. Kebolehan tidak shalat Jumat lantaran jatuh pada hari raya Idul Fithr atau Idul Adha adalah pendapat satu mazhab yaitu mazhab Imam Ahmad. Selebihnya, mayoritas ulama, seperti mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Asy-Syafi`iyah, tetap mewajibkan shalat Jumat.

2. Seandainya ada saudara kita yang kelihatan cenderung kepada pendapat Al-Hanabilah yang menganggap shalat Jumat telah gugur, kita perlu menghormati hal itu sebagai sebuah pendapat. Beda pendapat itu bukan berarti kita harus bermusuhan kepada mereka.

3. Pendapat mayoritas ulama termasuk di dalamnya Asy-Syafi`iyah yang tetap mewajibkan shalat Jumat, menurut pandangan saya -wallahu a`lam- lebih kuat, selain karena pendapat mayoritas ulama, juga karena beberapa alasan :

a. Dalil tentang wajibnya shalat Jumat adalah dalil yang bersifat Qath`i, didukung oleh Quran, Sunnah yang shahih dan ijma` seluruh umat Islam sepanjang 14 abad.

b. Dalil tentang bolehnya tidak shalat Jumat adalah dalil yang hanya didasari oleh beberapa hadits saja.

c. Bila ada dua kelompok dalil yang bertentangan, maka kebiasaan para ulama adalah mencari titik temu keduanya. Dan dalam pandangan saya, titik temunya adalah bahwa yang diberikan keringanan untuk tidak shalat Jumat adalah mereka yang tinggal di luar kota Madinah. Dimana pada dasarnya, di luar momentum hari Raya sekalipun, mereka memang sudah tidak wajib shalat Jumat.

Dan karena pada hari raya mereka masuk ke kota dan ikut shalat Id, maka kalau siangnya mereka tidak mau ikut shalat Jumat, tentu tidak mengapa. Karena mereka itu pada hakikatnya bukan termasuk orang yang muqim di kota Madinah. Mereka adalah penduduk bawadi (tempat yang tidak dihuni manusia).

Sedangkan kita yang memang penduduk yang bermukim di tempat yang dihuni manusia, sejak awal memang sudah wajib untuk melaksanakan shalat Jumat. Sehingga kalau dalil-dali kebolehan tidak shalat Jumat di atas mau dipakai untuk kita, ada perbedaan konteks.

Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sunnah-Sunnah Di Hari Fitri

By Kang Ackmanz.

1. Mandi Dahulu Sebelum Shalat ‘Ied
Diriwayatkan dari Nafi’ bahwa Abdullah Ibnu Umar ra mandi pada Hari Fithri sebelum berangkat.
Nashiruddin al-Albani berkata:
Dalil yang paling kuat tentang kesunahan mandi di 2 hari raya adalah riwayat dari Al-Baihaqi melalui asy-Syafi’i tentang seseorang yang pernah bertanya kepada Ali ra tentang mandi, ia menjawab,
“Mandilah setiap hari jika engkau mengehendakinya.” Kata orang itu, ”Bukan itu yang kumaksud, tapi mandi yang memang mandi (dianjurkan).
Ali menjawab , ”Hari Jum’at, Hari Arafah, Hari Nahr dan hari Fithri
( Albani berkata sanadnya shahih dan mauquf/terhenti pada Ali ra).
Ibnu Qudamah mengatakan bahwa karena hari Ied adalah hari berkumpulnya kaum muslimin untuk shalat, maka ia disunnahkan untuk mandi sebagaimana hari Jum’at.

2. Disunnahkan Memakai Minyak Wangi (bagi laki-laki) dan Bersiwak (gosok gigi)
Sebagaimana hal ini dianjurkan ketika mendatangi shalat Jum’at, yaitu berdasarkan hadits Ibnu Abbas Nabi saw telah bersabda pada suatu hari Jum’at:
“Sesungguhnya hari ini adalah hari Ied yang telah ditetapkan oleh Allah untuk orang-orang Islam, maka barang siapa yang mendatangi Jum’at hendaknya ia mandi, jika ia memiliki minyak wangi maka hendaknya ia mengolesinya, dan hendaknya kalian semua bersiwak.” (HR Ibnu Majah, dihasankan oleh Al-Albani).

3. Mengenakan Pakaian yang Paling Bagus
Berdasarkan hadits Ibnu Umar ra ia berkata:
“Umar mengambil sebuah jubah dari sutera yang dibeli dari pasar, kemudian ia membawanya kepada Rasulullah saw dan berkata
“Wahai Rasulullah berhiaslah Anda dengan mengenakan ini ketika Ied dan ketika menjadi duta."
Rasulullah saw bersabda,” Pakaian ini hanya untuk orang yang tidak punya bagian (di akhirat, maksudnya orang kafir, pent).” (Muttafaq alaih).

4. Disunnahkan Makan Kurma (atau kue-kue) Sebelum Berangkat Shalat ‘Iedul Fithri.
Sebelum melakukan shalat Iedul fithri dianjurkan agar makan kurma terlebih dahulu, dan lebih utama jika dalam jumlah ganjil, sedangkan dalam shalat Iedul adha sebaliknya tidak dianjurkan makan dulu.
Diriwayatkan dari Buraidah ra:
“ Rasulullah tidak keluar pada hari Iedul fithri sehingga makan, dan tidak makan pada hari Iedul adha sehingga beliau menyembelih qurban.”(HR Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh al-Albani).

5. Berjalan kaki dengan tenang dan khusyu’ menuju tempat shalat.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra ia berkata:
“Rasulullah Saw biasa keluar menuju shalat ‘Ied dengan berjalan kaki dan pulang dengan berjalan kaki.(HR. Ibnu Majah, dihasankan oleh al-Albani).

6. Disunnahkan Shalat ‘Ied di Tanah lapang
Dari Abu Sa’id al-Khudri ra berkata:
”Bahwasanya Nabi Saw keluar pada hari Iedul Adha dan Iedul fithri menuju lapangan, dan yang pertama beliau lakukan adalah shalat (shalat Ied). Setelah selesai shalat dan memberi salam, baginda berdiri menghadap ke (arah) orang-orang yang masih duduk di tempat shalat mereka masing-masing. Jika baginda mempunyai hajat yang ingin disampaikan, baginda tuturkannya kepada orang-orang ataupun ada keperluan lain, maka baginda akan membuat perintah kepada kaum muslimin. Baginda pernah bersabda dalam salah satu khutbahnya pada Hari Raya: Bersedekahlah kamu! Bersedekahlah! Bersedekahlah! Kebanyakan yang memberi sedekah adalah kaum wanita. Kemudian baginda beranjak pergi. (Muttafaq alaih)

7. Dianjurkan agar berbeda jalan ketika berangkat dan pulang shalat ‘Ied.
Sebagaimana hadits Jabir ra ia berkata:
“Adalah Rasulullah saw ketika di hari ‘Ied berbeda jalan (ketika berangkat dan pulang).”(HR. Bukhari)

8. Bertakbir Ketika Berangkat Dengan Suara Keras

9. Tidak Melakukan Shalat Sunnat Sebelum dan Sesudah Shalat ‘Ied.
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas ra, Bahwa Nabi Saw pada hari Iedul Fithri shalat dua rakaat (shalat ‘Ied) dan tidak shalat sebelum dan sesudahnya, dan bersama beliau ada Bilal.”
Namun jika Solat Ied dilakukan di Masjid boleh melakukan sholat Tahiyatul Masjid

10. Tidak Ada Adzan dan Iqamat Dalam Shalat ‘Ied.
Berdasarkan pada hadits Jabir bin Samurah ra ia berkata:”
Aku shalat ‘Ied bersama Rasulullah saw bukan sekali dua kali dengan tanpa adzan dan iqamah.”(HR Muslim).

11. Para Wanita Harus Memakai Hijab dan Dilarang Menggunakan Parfum.
Hadits dari Ummu Athiyah ia berkata;
“Bahwa Nabi Saw memerintahkan kami keluar di Hari Raya Fithri dan Adha.Anak-anak perempuan yang telah mendekati baligh dan para gadis, beliau memerintahkan agar yang sedang haidh menjauh dari tempat shalat. Dan hendaklah mereka menyaksikan kebaikan dan da’wah muslimin.
Aku (Ummi ‘Athiyah) katakan: “Ya Rasulallah, salah satu dari kami tidak ada jilbab? Beliau menjawab: Agar saudarinya memakaikan padanya dari (salah satu) jilbabnya.” (HR Muslim).

12. Mengucapkan Selamat Hari Raya (Taqaballahu Minna Wa Minkum)
Ini dicontohkan oleh para sahabat Nabi Saw. Dari Jabir bin Nufair berkata:
Adalah para sahabat Rasul saw apabila mereka saling bertemu pada hari ‘Ied mengatakan,Taqabbalallahu minna wa minka (JIKA BERTEMU SESEORANG) atau MINKUM (jika bertemu byk orang)

Selamat Hari Raya Iedul Fitri

Mohon Maaf Lahir Batin

Taqqaballahu Minna Wa Minkum


Semoga berbahagia

03 September 2010

Khutbah Terakhir Nabi Muhammad SAW.

Khutbah ini disampaikan pada 9 Dzulhijjah 10 H di lembah Uranah, Arafah)

Ya, saudara-saudaraku, perhatikan apa yang akan aku sampaikan, aku tidak tahu apakah tahun depan aku masih berada di antara kalian. Dengan itu dengarkan baik-baik apa yang kukatakan dan sampaikan ini kepada mereka yang tidak dapat hadir pada waktu ini.

Ya, saudara-saudaraku, seperti kita ketahui, bulan ini, hari ini dan kota ini adalah suci, oleh itu pandanglah kehidupan dan milik setiap orang Muslim sebagai kepercayaan yang suci. Kembalikan barang-barang yang diamanah kepadamu kepada pemilik yang sebenarnya.

Jangan kau lukai orang lain sebagaimana orang lain tidak melukaimu. Ingatlah bahwa kamu akan bertemu dengan Allah SWT dan Dia akan memperhitungkan amalanmu dengan sebenar-benarnya.

Allah SWT telah melarangmu memungut riba, oleh itu mula dari sekarang ini dan untuk seterusnya kewajiban membayar riba dihapuskan.
Waspadalah terhadap syaitan, demi keselamatan Agamamu. Dia telah kehilangan semua harapannya untuk membawa kalian pada kesesatan yang nyata, tapi waspadalah agar tidak terjebak pada tipuan halusnya.

Ya, saudara-saudaraku, adalah benar kamu mempunyai hak tertentu terhadap isteri-isterimu, tapi mereka juga mempunyai hak atas dirimu. Apabila mereka mematuhi hakmu maka mereka memperoleh haknya untuk mendapat makanan dan pakaian secara layak. Perlakukanlah isteri-isterimu dengan baik dan bersikaplah manis terhadap mereka, karena mereka adalah pendampingmu dan penolongmu yang setia. Dan adalah hakmu untuk melarang mereka berteman dengan orang-orang yang tidak kamu sukai, dan juga terlarang melakukan perzinaan.

Ya, saudara-saudaraku, dengarkanlah baik-baik, sembahlah Allah, Shalat lima kali dalam sehari, laksanakan Puasa selama bulan Ramadhan, dan tunaikanlah Zakat, serta laksanakan ibadah Haji bila mampu.

Ketahuilah bahwa sesama Muslim adalah bersaudara. Kamu semua adalah sederajat. Tidak ada perbedaan satu terhadap yang lain kecuali Ketaqwaan dan Amal Shalih. Ingatlah, suatu hari kamu akan menghadap Allah dan harus mempertanggung jawabkan semua amalanmu. Karena itu berhati-hatilah jangan menyimpang dari jalan kebenaran setelah kepergianku nanti.

Ya, saudara-saudaraku, tidak akan ada Nabi atau Rasul sesudahku dan tidak akan ada agama lain yang lahir. Oleh itu dengarlah baik-baik ya Saudaraku, dan pahamilah kata-kata yang kusampaikan kepadamu, bahwa aku meninggalkan dua pusaka, Al-Qur’an dan contoh-contohku sebagai As-Sunnah dan bila kalian mengikutinya tidak mungkin akan tersesat.

Siapa yang mendengarkan perkataanku ini wajib menyampaikannya kepada yang lain dan seterusnya dan mungkin yang terakhir memahami kata-kataku ini akan lebih baik dari yang langsung mendengarkan.

Demi Allah aku bersaksi, bahwa aku telah menyampaikan ajaran-Mu kepada umatku ya Allah.

Al-Qur'an

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. ( QS. Ali-'Imron, 85 )