Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

13 Agustus 2009

JANGAN BUNUH SAUDARAMU

[4:93] Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu'min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.

Makna Lafal Ayat:
“Dan barang siapa” (وَمَن) dalam Bahasa Arab, kata tersebut merupakan kata syarat. Dalam ilmu Ushul Fiqh kata syarat tersebut memiliki makna umum. Sehingga seluruh orang yang melakukan perbuatan sebagaimana yang disebutkan pada ayat tersebut akan mendapatkan balasan yang disebutkan pada ayat tersebut.

“Membunuh seorang mukmin” yaitu yang membunuh orang yang beriman pada Alloh dan Rosul-Nya. Oleh karena itu, orang yang membunuh orang kafir atau orang munafik tidak termasuk dalam ayat ini. Akan tetapi membunuh orang kafir yang memiliki perjanjian damai atau yang tunduk kepada pemerintah muslim atau yang meminta perlindungan keamanan kepada pemerintah muslim, adalah suatu perbuatan dosa.

Namun pembunuhnya, tidak diancam dengan ancaman sebagaimana yang disebutkan pada ayat ini. Adapun orang-orang munafik, maka syariat Islam menjaga darah mereka selama mereka tidak menampakkan prilaku kemunafikannya.

“Dengan sengaja”, berdasarkan kalimat ini, maka anak kecil ataupun orang gila tidak termasuk dalam ayat ini. Demikian juga orang yang membunuh tanpa kesengajaan. Karena ketiga jenis orang ini, melakukan perbuatan tanpa disertai niat yang teranggap.

Allah swt telah memberikan ancaman yang sangat besar dan tegas pada ayat ini bagi orang -siapa pun dia- yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja. Alloh menyebutkan empat buah balasan bagi orang ini adalah sebagai berikut:

1.“Jahanam” : Allah swt akan memasukkan orang ini ke dalam neraka jahanam.

2.Tidak cukup dengan sekedar memasukkan ke dalam jahanam, namun Allah menjadikan orang tersebut tinggal di dalamnya dalam waktu yang sangat lama “Ia kekal di dalamnya.”

3.“Allah murka kepadanya” : Kalimat ini juga menunjukkan bahwa Allah memiliki sifat Al Ghodhob (murka).

4.“dan (Allah) melaknatinya.” : Yaitu Allah menjauhkan orang ini dari rahmat-Nya.

Demikianlah 4 buah balasan yang Allah berikan pada orang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja. Jika seandainya disebutkan satu buah balasan saja, maka hal ini akan menjadi penghalang bagi seorang mukmin yang takut akan Robb-Nya untuk tidak melakukan dosa ini.

Maka bagaimana jika disebutkan empat buah balasan sekaligus!!?? Wallohul musta’an.

Bertaubatlah !!!

Dosa membunuh seorang muslim dengan sengaja tanpa hak, bukanlah sebuah dosa yang ringan, apapun cara yang dilakukannya. Beratnya ancaman yang Allah janjikan bagi pelakunya merupakan bukti besarnya dosa perbuatan ini. Maka jalan yang harus ditempuh bagi para pelaku pembunuhan ini adalah bertaubat

[25:68] Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya),

[25:69] (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,

[25:70] kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


Dengan sangat jelas, Allah telah memberikan janji bagi orang yang bertaubat dari dosa-dosa untuk mengganti kejelekan mereka dengan kebaikan. Walhamdulillah ‘ala ni’matihil ‘adhiimah.

Sebesar apapun dosa yang dilakukan oleh seorang hamba, Alloh subhanahu wa ta’ala pasti akan mengampuninya jika ia bertaubat. Bahkan dosa pembunuhan yang telah Alloh ancam pelakunya dengan kekal di neraka, akan Ia ampuni jika pelakunya mau bertaubat.

Mari kita renungkan kembali sebuah kisah yang telah disampaikan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang seorang pemuda dari Bani Israil yang telah membunuh sekian banyak manusia.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam telah menceritakan sebuah kisah tentang seorang pemuda dari Bani Israil yang telah membunuh 99 jiwa, kemudian Allah menyadarkan pemuda tersebut untuk segera bertaubat. Maka pergilah sang Pemuda tersebut kepada seorang ahli ibadah (‘abid) kemudian dia mengatakan pada ahli ibadah bahwa ia telah membunuh 99 jiwa, apakah dia masih bisa bertaubat?

Maka sang ahli ibadah ini membesar-besarkan permasalahan kemudian dia memutuskan bahwa tidak ada kesempatan bagi pemuda ini untuk bertaubat. Maka sang pemuda tadi membunuh ahli ibadah ini sehingga genaplah 100 jiwa yang dia bunuh.

Kemudian datanglah sang pemuda tadi kepada seorang ahli ilmu (ulama) dan dia berkata bahwa dia telah membunuh 100 jiwa, apakah dia masih bisa bertaubat?

Ulama tadi menjawab, “Ya, siapa yang dapat menghalangimu dari taubat?” Kemudian ulama tadi melanjutkan, “Akan tetapi, penduduk negeri tempat tinggalmu adalah orang-orang yang zalim. Pergilah ke negeri Fulan, penduduk di sana adalah orang-orang yang baik dan shalih!”

Kemudian sang pemuda tadi pergi bersafar ke negeri yang telah ditunjukkan oleh ulama tadi. Dia berhijrah dari negerinya menuju negeri yang penduduknya baik dan shalih, namun dia wafat di tengah-tengah perjalanannya. Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab saling memperebutkan siapa yang berhak membawa ruh pemuda tadi. Kemudian Allah mengutus seorang penengah di antara kedua malaikat tadi.

Sang penengah tadi berkata, “Ukurlah jarak pemuda ini antara kedua negeri tersebut (negeri asalnya dan negeri tempat dia berhijrah), mana di antara keduanya yang lebih dekat dengannya maka dia termasuk penduduk kota tersebut.”

Ternyata sang pemuda tadi lebih dekat dengan negeri yang penduduknya orang-orang shalih, kemudian Malaikat Rahmat membawa ruhnya. (HR. Bukhori 3470, Muslim 2766)

Seorang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka dia memiliki tiga bentuk taubat yang harus dia tunaikan, bertaubat pada Allah, bertaubat yang berkaitan dengan hak keluarga orang yang dibunuh dan bertaubat yang berkaitan dengan hak orang yang dibunuh.

1.Taubat yang terkait dengan hak Allah, maka tidak diragukan lagi, Allah akan menerima taubat hambanya dari segala macam dosa termasuk dosa membunuh seorang mukmin dengan sengaja jika si pelaku bertaubat dengan taubatan nasuha.

Allah berfirman," Katakanlah, Wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas, terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.” (QS. Az Zumar: 54)

2.Taubat yang terkait dengan hak keluarga yang dia bunuh, maka taubat ini dapat ditunaikan dengan mendatangi keluarga orang yang dia bunuh dan mengatakan bahwa saya telah membunuh salah satu keluarga mereka dan ingin bertaubat, maka lakukanlah apa yang kalian ingin lakukan terhadapku.

Maka, keluarga memiliki hak baik minta diqishosh atau meminta tebusan (diyat) atau memaafkan sang pembunuh. Semuanya terserah pada keluarga yang dibunuh.

3.Taubat yang terkait dengan hak orang yang dibunuh, maka taubat yang terkait dengan orang yang dibunuh tidak dapat lagi ditunaikan di dunia.

Namun, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa jika sang pembunuh taubat dengan taubat yang sebenar-benarnya, maka hal ini dapat menggugurkan dosa-dosanya dan taubatnya diterima. Bahkan taubat yang terkait dengan hak orang yang dibunuh.

Karena taubat yang benar dari seorang pelaku dosa, tidak akan menyisakan dosanya sedikit pun. Adapun orang yang dibunuh, dengan rahmat dan keutamaan dari Allah, Allah dapat menaikkan derajatnya lebih tinggi ataupun mengampuni dosa-dosanya yang lain.

Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala,

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Furqon: 68-70)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar