Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

13 Agustus 2009

LA TAHZAN FOR TEENS

BAHAYA KESEDIHAN

Kenapa tidak boleh bersedih? Bukankah bersedih itu manusiawi?

Bersedih karena materi akan membuat kita mengalami depresi. Robert E. Lane dalam The Loss of Happiness in Market Democration menyatakan, “... untuk dapat dikatakan depresi, Anda harus memiliki paling tidak empat gejala di bawah ini yang berlangsung hampir setiap hari, selama paling tidak dua minggu:
1.selera makan hilang atau kehilangan berat yang sangat berarti (dalam keadaan tidak diet);
2.susah tidur (insomnia) dan hipertensi;
3.gerakan yang melambat (agitasi psikomotor);
4.kehilangan minat atau rasa senang pada kegiatan-kegiatan yang biasa kita lakukan;
5.kehilangan tenaga, kelelahan;
6.merasa tidak berharga, menyalahkan diri, atau merasa bersalah yang berlebihan;
7.menggerutu atau menujukkan hilangnya kemampuan berpikir sehingga sulit mengambil simpulan;
8.selalu muncul pikiran tentang kematian, bunuh diri, ingin segera mati.

Bersedih merupakan hal yang dilarang Allah melalui firman, Hai hamba-hambaku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati (QS Al-Zukhuf [43]:68); dan janganlah apa yang menimpa mereka membuat kamu bersedih hati. (QS Al-Hijr [15]:88)

Daniel Goleman menulis, “Pada sebagian negara kaya kemungkinan orang yang lahir pada 1955 untuk menderita depresi besar—bukan hanya kesedihan, tetapi kesepian yang melumpuhkan, kehilangan semangat, kehilangan harga diri, ditambah perasaan tidak berdaya yang luar biasa—pada satu titik kehidupan lebih dari tiga kali lebih besar daripada generasi kakek mereka.” Dengan merujuk data yang sama, Martin Selibman, tokoh psikologi positif, berkomentar, “Kita sekarang ini berada di tengah-tengah wabah depresi, wabah dengan akibat bunuh diri yang menyebabkan kematian sama banyaknya dengan kematian karena AIDS dan lebih menyebar. Depresi yang parah sepuluh kali lebih banyak terjadi sekarang ini daripada limapuluh tahun lalu. Depresi menyerang perempuan dua kali lebih sering dari lelaki dan sekarang menyerang sepuluh tahun lebih muda daripada genrasi sebelumnya.”

Sikap sedih akan memadamkan bara harapan, mematikan ruh cita-cita, dan membekukan semangat jiwa. Kesedihan tak ubahnya seperti demam yang melumpuhkan kehidupan umat Islam. Kesedihan bahkan seperti barikade yang tidak mudah untuk dilalui dan menghalangi setiap pergerakan menuju kebahagiaan. Bahkan, kesedihan merupakan situasi yang paling disukai setan karena melalui kesedihan setan menurunkan keyakinan hati manusia akan keadilan dan kasih sayang Allah. Sesungguhnya pembicaraan rahasia (yang dilakukan selain orang beriman) adalah dari setan, untuk menimbulkan kedukaan terhadap orang-orang yang beriman. (QS Al-Mujadilah [58]:10)

Seorang Muslim diperintahkan untuk mengusir kesedihan, tidak boleh menyerah, serta harus membuang jauh-jauh, menolak, melawan dan mengalahkan kesedihan. Bahkan Nabi sendiri pernah memohon agar dihindarkan dari kesedihan melalui doanya, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kecemasan dan kesedihan.”
Situasi tanpa kesedihan adalah gambaran surga. Kelak ketika di surga, kita akan berkata, Segala puji bagi Allah yang telah mengusir kesedihan dari diri kami. (QS Gathir [35]:34)

Untuk itu, sudah menjadi keharusan bagi kita untuk mendatangkan kebahagiaan dan menciptakan kehidupan yang melapangkan dada. Kita harus memohon kehidupan yang baik, penghidupan yang memuaskan , pikiran yang jernih, dan kelapangan dada. Karena itu, seorang ulama pernah menyatakan, “Sesungguhnya di dunia ini terdapat surga. Barang siapa yang belum memasukinya, ia belum dapat memasuki surga di akhirat.”
Allahumma inni a’udzubika minal hammi wal zubni, wal ‘ajzi wal kasali, wal bukhli wal jubni, wal dhola’id baini wa gholabatir rijal (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesusahan, kesedihan, kelemahan, kemalasan, kekikiran, berhati pengecut, terbelit hutang, dan tertindas oleh yang lain.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar